Pulau Papua punya jenis batuan yang memiliki densitas tinggi dibandingkan yang berada di pulau lainnya.
“Di pulau Papua, batuannya banyak yang lebih tua. Daripada yang di pulau Jawa dan Sumatra. Batuannya lebih tua, densitasnya lebih berat,” kata pihak ahli Geologi, Dr. Joko Wahyudiono, S.T, M.T.
Selain itu, mengutip Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017, pulau Papua memiliki kondisi geologi yang kompleks sebagai hasil interaksi lempeng tektonik Australia dan Carolina. Kajian tersebut juga menampilkan pendapat lain yang mengatakan bahwa Papua terutama bagian kepala burung merupakan daerah interaksi antara tiga lempeng yaitu Australia, Pasifik, dan Eurasia.
Akibat dari interaksi tersebut, beberapa zona deformasi utama yang ada di Papua antara lain Zona Sesar Sorong, Zona Sesar Yapen, Zona Sesar Mamberamo, Trough Manokwari, Palung New Guinea (Papua Nugini), Zona Sesar dan Lipatan Papua, Sabuk Sesar dan Lipatan Lengguru, Zona Sesar Waipoga, Sesar Tarera-Aiduna dan Trough Aru.
Menurut data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), wilayah Papua adalah salah satu kawasan dengan tingkat aktivitas kegempaan yang tinggi di Indonesia terkait aktivitas subduksi lempeng dan sesar aktif.
Aktivitas subduksi lempeng yang dimaksud berada di subduksi lempeng di Papua Nugini dan Manokwari Thrust. Selain itu sumber gempa sesar aktif terbagi menjadi enam zona, yaitu zona sesar Sorong, zona sesar Yapen, zona sesar Mamberamo, zona sesar Ransiki-Wandamen, zona sesar Tarera-Aiduna dan zona sesar Naik Jayawijaya.
Aktivitas gempa di Papua didominasi oleh gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang berarti pusat gempa berada kurang dari 60 km di bawah bumi. Di Papua sudah terjadi lebih dari 17 gempa kuat, yang mana delapan diantaranya memicu tsunami.
Salah satu gempa yang merusak di wilayah Papua adalah gempa Sorong yang terjadi pada 25 September 2015 dengan magnitudo 6,8. Gempa Sorong terjadi kedalaman 10 km dan dirasakan di wilayah sekitar Sorong, yaitu Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Maybrat. Akibatnya sebanyak 67 orang mengalami luka-luka dan 300 lebih bangunan rusak akibat gempa.
Kemudian bencana tsunami yang diakibatkan oleh gempa juga memakan korban jiwa. Salah satunya terjadi di Manokwari pada 3 Januari 2009 dengan 1 korban jiwa dan puluhan orang luka-luka. Namun terdapat salah satu tsunami yang paling banyak memakan korban jiwa, yaitu Tsunami Biak dengan 107 korban jiwa serta 51 orang hilang. Bahkan gedung sekolah sampai tenggelam akibat tsunami tersebut.
Melalui data yang diproses BMKG jika Tsunami Biak dimodelkan melalui perangkat lunak, maka diperkirakan memiliki tinggi 4,4 m yang mencapai kota Biak dan tinggi tsunami ketika sampai ke kota Manokwari tinggi tsunami lebih dari 12 m.
Terkait pemodelan tsunami tersebut, BMKG juga pernah memodelkan tsunami di bagian utara Jayapura dengan pusat gempa di daerah subduksi Papua Nugini. Gempa terjadi di kedalaman 20 km dan menimbulkan tsunami setinggi lebih dari 3 m di pantai Jayapura. Berdasarkan pemodelan tersebut, estimasi waktu tiba tsunami di pantai Jayapura kurang dari 10 menit.
Kemudian BMKG juga mencatat salah satu peristiwa tsunami yang berdampak kepada Papua. Tsunami tersebut menyapu habis sebuah hutan dan menyisakan pepohonan tanpa dedaunan di daerah Papua Barat, tsunami itu adalah tsunami Ransiki yang terjadi di Ransiki, Papua Barat pada 10 Oktober 2002 dengan magnitudo 6,4. Peristiwa ini juga pernah terjadi di Copalis, Washington, Amerika Serikat. Daerah Copalis menerima tsunami jauh yang terjadi di Alaska pada tahun 1964, dengan magnitudo gempa mencapai 9,2.
Seperti yang terjadi di daerah Copalis, Amerika Serikat, daerah Papua juga pernah menerima tsunami jauh pada 11 Maret 2011 akibat gempa di Tohoku, Jepang. Akibat dari tsunami tersebut, 1 orang meninggal dunia dan lebih dari 40 tempat tinggal rusak.
Sampai kini energi gempa yang berada di wilayah utara Papua masih belum dikeluarkan. Hal ini dapat dilihat melalui seismic gap (celah seismik) yang nampak kosong dibandingkan zona gempa lainnya.
Berbeda dari zona gempa lain di Indonesia seperti Aceh yang sudah rilis energi gempa pada tahun 2004 dan 2005. Bagian utara dari Lombok, Nusa Tenggara Barat juga sudah merilis energi gempa pada tahun 2018.
BMKG mencatat bahwa gempa bumi dan tsunami di Papua adalah ancaman yang dapat terus terjadi, namun kapan terjadinya tidak dapat diprediksi. Maka dari itu upaya mitigasi BMKG juga dilakukan di daerah Papua, melalui sistem peringatan dini hingga diseminasi informasi melalui gawai.
Tutup