Membangun SDM unggul
Masa bonus demografi menjadi tantangan besar agar Indonesia bisa memanfaatkan periode waktu dimana jumlah usia produksi dua kali lipat dibandingkan dengan nonproduktif. Pemerintah memberikan perhatian tersendiri program pendidikan vokasi, tidak hanya level pendidikan menengah tapi juga pendidikan tinggi, bahkan anak yang tidak sekolah formal.
Vokasi meningkatkan daya saing
Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan Indonesia memasuki masa bonus demografi dengan periode puncak antara tahun 2020-2030, yang ditunjukkan dengan jumlah penduduk usia produktif mencapai dua kali lipat jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia.
Baca ArtikelVideo
Pendidikan menjadi sektor krusial untuk melahirkan generasi yang dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman dan teknologi. Demi mencapai cita-cita tersebut, inovasi dalam dunia pendidikan terus dilakukan hingga saat ini, salah satunya melalui program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM). Berikut tanggapan pengamat dan sejumlah mahasiswa mengenai terobosan tersebut.
Tonton VideoPerbedaan kurikulum 2013 dan kurikulum Merdeka Belajar
Vokasi meningkatkan daya saing
Oleh: IndrianiBadan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan Indonesia memasuki masa bonus demografi dengan periode puncak antara tahun 2020-2030, yang ditunjukkan dengan jumlah penduduk usia produktif mencapai dua kali lipat jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia.
Dengan kata lain, jumlah penduduk usia produktif yang besar tersebut berarti tersedianya sumber tenaga kerja, pelaku usaha, dan konsumen potensial yang berperan dalam dalam percepatan pembangunan.
Untuk itu, tentu diperlukan tenaga kerja yang berdaya saing dan terampil. Salah satunya melalui pendidikan vokasi.
Pendidikan vokasi merupakan program pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga yang dapat menerapkan keahlian dan ketrampilan di bidangnya, siap kerja dan mampu bersaing secara global.
Pada periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pendidikan vokasi masih menghadapi berbagai tantangan, di antaranya kurikulum yang kurang relevan dengan perkembangan industri, serta minimnya kolaborasi dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).
Selain itu, keterbatasan fasilitas dan tenaga pengajar yang kompeten hingga pandangan negatif bahwa pendidikan vokasi hanya untuk siswa yang kurang berprestasi di jalur akademik yang membuat SMK menjadi pilihan kedua.
Data BPS pada 2013 juga menunjukkan bahwa lulusan SMK masih menduduki tingkat pengangguran terbuka yang tertinggi dibandingkan dengan lulusan jenjang pendidikan lainnya dengan persentase 9,88 persen. Rendahnya penyerapan lulusan SMK di dunia kerja tersebut mengindikasikan bahwa lulusan SMK belum memenuhi harapan dunia kerja.
Berangkat dari kondisi tersebut tersebut, pemerintah melihat bahwa peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pendidikan vokasi adalah salah satu kunci untuk memperkuat daya saing Indonesia di era global. Oleh karena itu, pemerintah mulai memperkenalkan kebijakan-kebijakan yang mendukung perbaikan kualitas pendidikan vokasi.
Pemerintah Indonesia pada 2016 telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Inpres tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan sumber daya manusia Indonesia.
Inpres itu menginstruksikan kepada Kemendikbud untuk melakukan perombakan sistem pendidikan dan pelatihan vokasi, serta melakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan vokasi ke arah demand driven.
Inpres itu meninstruksikan pula agar revitalisasi SMK dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan 11 kementerian, gubernur, dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk mengambil langkah dalam melakukan revitalisasi SMK guna meningkatkan kualitas dan daya saing SDM Indonesia.
Sejumlah upaya dilakukan untuk revitalisasi SMK yakni perbaikan kurikulum SMK agar sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan dunia usaha dan industri, peningkatan kapasitas guru SMK melalui pelatihan berbasis industri, penguatan kerja sama antara SMK dan dunia usaha/industri, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Revitalisasi juga dengan pengembangan pendidikan berbasis kompetensi yang diakui oleh industri, seperti sertifikasi profesi, maupun pemutakhiran program kerja sama industri, pengelolaan dan penataan lembaga, serta peningkatan akses sertifikasi kompetensi.
Pada 2017, sebanyak 125 SMK telah ditunjuk dengan bidang keahlian sesuai dengan prioritas pembangunan nasional, yaitu kemaritiman, pariwisata, pertanian (ketahanan pangan), seni dan industri kreatif, serta 94 SMK bidang keahlian lainnya yang juga mendukung program prioritas pembangunan nasional. Keempat sektor unggulan tersebut dapat menyerap sejumlah besar tenaga kerja.
Revitalisasi pendidikan kejuruan tersebut tampaknya membuahkan hasil. Jumlah lulusan SMK yang bekerja mengalami tren kenaikan, yang mana pada Februari 2016 tercatat sebanyak 12,37 juta, kemudian meningkat menjadi 13,53 juta pada 2017, dan terus mengalami peningtkatan menjadi sebanyak 14,54 juta orang pada 2018.
Sementara itu, angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari lulusan SMK juga mengalami penurunan pada Februari 2016 sebesar 9,84 persen dan pada tahun 2017 sebesar 9,27 persen serta pada 2018 sebesar 8,92 persen.
Periode kedua
Memasuki periode kedua kepemimpinan Jokowi, pendidikan vokasi mendapatkan porsi tersendiri dengan dibentuknya Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi yang tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Jika sebelumnya, urusan pendidikan vokasi untuk jenjang menengah atau SMK dibawah Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud jenjang pendidikan tinggi di bawah Ditjen Pendidikan Tinggi, serta kursus dan pelatihan di bawah naungan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat.
Melalui Perpres tersebut, pendidikan vokasi mulai dari jenjang menengah, pendidikan tinggi hingga kursus dan pelatihan berada di bawah ruang lingkup Ditjen Pendidikan Vokasi.
Pada 2022, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan revitalisasi pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi merupakan upaya pembenahan pendidikan vokasi yang dilakukan secara menyeluruh, berkesinambungan, terintegrasi, dan terkoordinasi.
Upaya yang dilakukan di antaranya dengan meningkatkan keunggulan spesifik lembaga pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi; peningkatan akses, mutu, dan relevansi penyelenggaraan pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi; serta peningkatan partisipasi dunia kerja.
Hingga medio 2024, tiga fokus transformasi pendidikan vokasi meliputi sekolah menengah kejuruan (SMK), perguruan tinggi vokasi (PTV), serta lembaga kursus dan pelatihan (LKP) mulai menampakkan hasil.
Dalam kurun waktu 2020-2024, sebanyak 50 persen dari siswa SMK telah mendapatkan pembelajaran unggul dan relevan melalui kerja sama erat dengan 975 industri, 680 SMK melaksanakan program SMK Produk Kreatif dan Kewirausahaan, 11.496 SMK telah mengembangkan teaching factory (Tefa), dan 391 SMKN menjadi SMK berstatus badan layanan umum daerah (BLUD).
Berikutnya pada jenjang perguruan tinggi, tercatat sebanyak 725 mitra industri telah berkontribusi dengan total dana sebesar 279,12 miliar dalam program matching fund yang mendorong industri untuk terlibat aktif dalam perkembangan penelitian PTV.
Selanjutnya, melalui skema Competitive Fund (CF) yang berhasil membantu 386 program studi (prodi) dalam meningkatkan kompetensi SDM dan kapasitas kelembagaan. Lebih dari 850.000 mahasiswa diberikan kesempatan untuk belajar di luar kam[pus melalui kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka.
Sebanyak 28.269 mahasiswa mengikuti program Sertifikasi Kompetensi, 1.229 prodi menerapkan kurikulum link and match, sebanyak 54 persen mata kuliah menerapkan metode pembelajaran berbasis projek atau project based learning (PBL), 502 rekognisi internasional hasil penelitian dosen dan mahasiswa, serta 537 prodi melaksanakan hilirisasi hasil penelitian dan pengabdian ke masyarakat dan dunia kerja.
Melalui program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW), Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi membantu anak usia sekolah tidak sekolah agar berdaya dan mampu bekerja ataupun berwirausaha.
Transformasi tersebut mulai menampakkan hasil, yang mana persentase penduduk bekerja terhadap angkatan kerja terlatih untuk lulusan SMK mengalami peningkatan sebesar 1,87 persen, lulusan diploma mengalami peningkatan sebesar 1,08 persen, dan untuk lulusan diploma empat, sarjana hingga pascasarjana mengalami peningkatan sebesar 0,05 persen sepanjang periode 2020-2023.
Selain itu, kemitraan dan penyelarasan dalam ekosistem pendidikan vokasi juga mengalami peningkatan. Tercatat sebanyak 746 kemitraan baru melalui program Ekosistem Kemitraan, 8.223 kerja sama bersama dunia usaha dan dunia industri (DUDI), 1.655 DUDI terlibat kerja sama dalam pendidikan vokasi, dan 255 skema sertifikasi pada 124 konsentrasi keahlian.
Terlepas, dari penggantian tampuk kepemimpinan pemerintahan, pendidikan vokasi harus tetap mendapatkan perhatian. Pendidikan vokasi menekankan pada pembelajaran yang terstruktur dan keahlian yang terarah. Pendidikan vokasi memiliki peran besar dalam menghasilkan sumber daya manusia yang terampil dan berdaya saing.