Membangun dari pinggiran
Desa pun kini menjadi fokus tersendiri. Kucuran dana desa dari pemerintah yang dikelola sendiri pemerintah desa telah membawa harapan baru bagi 75.259 desa di Indonesia. Kini, desa tidak terpinggirkan dalam politik anggaran Jokowi. Pada 2015, dana desa baru Rp21 triliun, dan terus naik hingga menjadi Rp71 triliun pada tahun 2024.
Dana Desa untuk pembangunan
dan pemberdayaan
Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Dana Desa telah mengalami peningkatan signifikan, baik dari sisi alokasi anggaran maupun dampaknya terhadap pembangunan di desa-desa.
Baca ArtikelRealisasi Dana Desa
Dana Desa untuk pembangunan
dan pemberdayaan
Oleh Zubi Mahrofi
Sejak diluncurkan pada tahun 2015, program Dana Desa telah menjadi salah satu tonggak utama dalam kebijakan pembangunan perdesaan di Indonesia.
Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Dana Desa telah mengalami peningkatan signifikan, baik dari sisi alokasi anggaran maupun dampaknya terhadap pembangunan di desa-desa.
Program ini diatur dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat desa melalui pengelolaan anggaran secara mandiri.
Melalui Dana Desa, pemerintah pusat memberikan alokasi anggaran kepada desa-desa di seluruh Indonesia, tujuannya untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur dan perekonomian desa, mengurangi ketimpangan antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) di desa.
Alokasi Dana Desa terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2015, pemerintah mengalokasikan sekitar Rp21 triliun, tahun berikutnya meningkat menjadi Rp47 triliun, dan terus meningkat hingga Rp71 triliun pada tahun 2024.
Dalam 10 tahun ini, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mencatat total anggaran Dana Desa yang telah disalurkan mencapai Rp610 triliun.
Dana tersebut didistribusikan hingga ke 75.259 desa di seluruh Indonesia, dengan masing-masing desa menerima dana yang bervariasi, sesuai dengan status desa, berdasarkan indeks desa membangun (IDM), jumlah penduduk, luas wilayah, serta tingkat kemiskinan di desa tersebut.
Sistem distribusi Dana Desa didesain inklusif, dengan tujuan menjangkau desa-desa tertinggal dan sangat tertinggal, yang sebelumnya kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat.
Dampak Dana Desa
Salah satu dampak paling nyata dari Dana Desa adalah peningkatan infrastruktur di desa-desa. Berdasarkan data Kemendes PDTT, selama 10 tahun terakhir, Dana Desa telah digunakan untuk membangun berbagai fasilitas penting, seperti jalan desa, jembatan, saluran irigasi, posyandu, hingga sekolah.
Sejak 2015 hingga 26 Juli 2024, lebih dari 366.000 kilometer jalan desa telah dibangun dan diperbaiki. Selain itu, lebih dari 1,9 juta meter jembatan desa telah dibangun untuk memperlancar akses transportasi dan distribusi barang antardesa.
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar mengatakan, infrastruktur ini telah membuka akses bagi masyarakat desa ke pasar, fasilitas kesehatan, hingga pendidikan, yang sebelumnya sulit dijangkau. Pada gilirannya, hal ini akan mendorong peningkatan perekonomian desa serta memperbaiki kualitas hidup masyarakat perdesaan.
Akses yang lebih baik juga memberikan peluang bagi desa untuk mengembangkan potensi wisata, pertanian, dan usaha kecil yang berkontribusi pada peningkatan pendapatan masyarakat.
Selain itu, Dana Desa juga digunakan untuk penanganan stunting. Penggunaan Dana Desa untuk penanganan stunting, terdiri dari berbagai macam program, mulai dari kegiatan posyandu, pemberian makanan bergizi bagi anak-anak, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui, hingga pembangunan fasilitas mandi cuci kakus (MCK) dan akses air bersih guna mendukung kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Pemberdayaan ekonomi desa
Selain pembangunan infrastruktur, Dana Desa juga berperan penting dalam pemberdayaan ekonomi desa. Program ini mendorong lahirnya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang bertujuan untuk menggerakkan perekonomian desa melalui kegiatan usaha berbasis potensi lokal.
Hingga Juli 2024, lebih dari 65.000 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) telah terbentuk di seluruh Indonesia. Sebanyak 18.850 BUMDes, di antaranya telah berbadan hukum.
BUMDes ini mengelola berbagai usaha, mulai dari sektor pertanian, pariwisata, hingga perdagangan produk lokal yang membantu meningkatkan pendapatan asli desa (PADes) dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat.
Salah satu program BUMDes adalah pengembangan desa wisata. Sejumlah desa di berbagai wilayah, seperti Bali, Jawa, dan Sumatera, berhasil menarik wisatawan lokal dan internasional. Dampaknya, masyarakat desa memperoleh tambahan pendapatan.
Selain itu, BUMDes juga mendukung program pemberdayaan petani dan nelayan, dengan menyediakan bantuan modal serta pelatihan keterampilan. Hal ini membantu meningkatkan produktivitas sektor pangan, yang pada akhirnya meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat.
Kurangi kemiskinan
Tujuan program Dana Desa adalah juga untuk mengurangi angka kemiskinan di perdesaan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat kemiskinan di perdesaan menurun secara signifikan selama satu dekade terakhir.
Pada tahun 2015, angka kemiskinan di desa mencapai 14,21 persen, menurun menjadi 11,79 persen pada Maret 2024. Artinya, Dana Desa memainkan peran penting dalam menurunkan angka kemiskinan perdesaan.
Salah satu program untuk menekan masyarakat miskin, yakni padat karya tunai yang memberikan pekerjaan sementara bagi warga desa, terutama di masa-masa sulit, seperti musim paceklik atau bencana alam, dimana masyarakat sulit mencari mata pencarian.
Program ini tidak hanya membantu warga mendapatkan penghasilan, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial di antara masyarakat desa.
Pengawasan
Meskipun Dana Desa telah memberikan dampak positif yang signifikan, program ini juga menghadapi beberapa tantangan, seperti masalah transparansi dan efektivitas penggunaan anggaran di beberapa daerah.
Pasalnya, masih terdapat kasus penyalahgunaan anggaran Dana Desa oleh kepala desa di beberapa wilayah.
Menurut laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), sejak tahun 2016 hingga 2023 telah terjadi 869 kasus korupsi Dana Desa yang menjerat 1.253 pelaku, dengan kerugian negara mencapai Rp932,5 miliar.
Modus korupsi di desa, di antaranya berupa penggelembungan dana, proyek fiktif, sampai laporan palsu. Para pelaku biasanya memanfaatkan ketidaktahuan warga untuk mengambil keuntungan pribadi.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terdapat empat faktor penyebab tingginya angka korupsi di sektor desa. Pertama, minimnya pemahaman masyarakat tentang pembangunan desa, termasuk mengenai anggaran desa serta hak dan kewajiban mereka.
Kedua, belum optimalnya fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengawasi penggunaan anggaran Dana Desa. Ketiga, keterbatasan akses informasi yang dimiliki oleh masyarakat desa terkait pengelolaan Dana Desa, dan layanan publik. Keempat, keterbatasan atau ketidaksiapan kepala desa, termasuk perangkatnya, ketika harus mengelola dana dalam jumlah besar.
Karena itu, peningkatan sistem pengawasan oleh pemerintah daerah, provinsi, kabupaten/kota dan partisipasi masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa Dana Desa benar-benar digunakan untuk kepentingan desa, berdasarkan azas transparan, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Dana Desa adalah dana rakyat untuk perbaikan infrastruktur, layanan kesehatan, hingga menurunkan kemiskinan. Jadi, bukan untuk kepala desa atau aparat desa.
Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah dan partisipasi aktif warga desa, program Dana Desa menjadi salah satu pilar utama dalam pembangunan desa yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.