Jakarta, 30 Agustus 2013 (ANTARA) -- "Energi surya dapat menghemat biaya listrik di wilayah-wilayah terpencil di Indonesia," ujar Andre Susanto dari PT. Intertel Media Prima. Selain bergerak dalam penjualan peralatan telekomunikasi, PT. Intertel Media Prima juga memiliki spesialisasi dalam energi surya pada wilayah-wilayah terpencil di Indonesia yang tak terjangkau listrik dari PLN. Ironisnya, hampir 70 persen wilayah terpencil di Indonesia belum menikmati pasokan listrik, salah satunya ialah wilayah timur Bali.
"Di wilayah-wilayah pelosok, warga cenderung lebih memilih menggunakan diesel. Namun penggunaan diesel sebagai pengganti listrik tentu sangat mahal, belum lagi sulitnya mendapatkan akses diesel bagi wilayah-wilayah pelosok. Satu liter diesel seharga 1 dolar, yang berarti tiap satu jam kilowatt, Anda harus merogoh 25 sen. Dengan harga sebesar itu, atau bahkan kurang, kami sudah bisa menyediakan energi solar kepada para konsumen," imbuh Susanto. "Para konsumen awalnya kaget dengan investasi awal yang mesti mereka keluarkan. Sebagai solusinya, alih-alih menjual, kami cukup menyewakan peralatan penghasil energi surya. Oleh karena itu, sering waktu berjalan, kami mengajak para konsumen untuk mulai merencanakan anggaran yang solid untuk sepenuhnya beralih menggunakan energi surya."
"Pada tahun 80-an dan 90-an, energi surya sangatlah mahal," ungkap Horst Kruse dari PT. Kaltimax, yang telah terlibat dalam sektor energi surya di Indonesia selama lebih dari 20 tahun. "Kini, energi surya telah sangat terjangkau, khususnya untuk kawasan-kawasan terpencil. Mengingat harga solar terus naik, permintaan akan energi yang hemat biaya semakin tinggi dari banyak perusahaan dan masyakat. Sistem energi surya jauh lebih mudah digunakan ketimbang genset. Solusi terbaik untuk menggunakannya ialah gunakan energi surya pada pagi hingga sore hari, sementara genset digunakan pada malam hari. Metode seperti ini akan sangat dapat menghemat biaya dalam penggunaan diesel."
Potensi energi surya di Indonesia sangatlah sempurna, karena negeri ini telah terberkahi dengan sinar matahari yang sangat berlimpah setiap harinya. Walaupun begitu, potensi ini masih kurang disadari. "Indonesia kurang menyadari potensi tersebut sekian lama," ujar Horst Kruse. "Indonesia memiliki cadangan minyak bumi, gas alam, dan batu bara yang sangat melimpah, sehingga energi terbarukan sangat sulit untuk bersaing dengan energi fosil." Lebih jauh lagi, di Indonesia, energi surya tak memiliki reputasi yang baik. "Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya kualitas instalasi yang buruk," ungkap Susanto. "Hal ini dapat menyebabkan sistem yang tidak aman atau tidak handal, yang pada akhirnya merusak kepercayaan publik."
Walaupun energi surya tengah dalam fase perkembangan, telah ada perubahan yang dicetuskan beberapa tahun lalu. "10 tahun lalu, saya bahkan bisa berujar: "Lupakan Indonesia!" Tapi, keadaan kini berubah," kata Horst Kruse. Pemerintah telah menetapkan keputusan untuk menghasilkan seperempat dari keseluruhan energinya melalui sumber daya terbarukan pada tahun 2025. Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia telah menerbitkan perintah untuk memasok energi terbarukan bagi PLN. "Ini merupakan terobosan baru," ungkap Kruse.
Anthony Anderson, konsultan di PwC di Jakarta, menyadari banyaknya minat tender dari banyak perusahaan. "Khususnya pada tahun lalu, kami melihat banyaknya perusahaan yang bergerak dalam energi surya masuk ke Indonesia. Sekarang mungkin belum terlalu besar, namun potensi untuk terus tumbuh sangatlah besar."
Konferensi energi surya internasional "Masa Depan Energi Surya: Indonesia", yang akan digelar di Jakarta pada tanggal 26 September, akan menyoroti perkembangan energi surya di Indonesia. "Indonesia memiliki kebutuhan yang kuat akan pengetahuan dan kemampuan," ujar Anderson. "Jika kualitas sistem energi surya meningkat, maka kepercayaan pada energi surya pun akan tumbuh." Susanto mengomentari: "Perlu adanya semacam sistem sertifikasi untuk kontraktor dan juga pendidikan demi kualitas dan kompetensi di bidang ini. Karena banyak orang sama sekali tidak tahu tentang energi surya atau bahkan tidak menganggapnya ada."
Kini, energi surya merupakan pilihan paling tepat untuk "menggerakan" wilayah-wilayah pelosok yang tak tersentuh oleh jaringan listrik. Tapi, energi surya akan menjadi pilihan utama di masa depan bagi seluruh wilayah, karena energi fosil pada akhirnya akan habis. "Hal ini lah alasan utama pasar energi surya semakin tumbuh," ungkap Anderson. Susanto yakin kalau Indonesia siap untuk beralih ke energi surya. "Masyarakat dan perusahaan-perusahaan ogah membayar mahal untuk mendapatkan energi. Oleh karenyanya, mereka mencari alternatif lain." Kruse menambahkan, "Di Indonesia, kita bisa menghasilkan energi surya 50 hingga 80 persen lebih banyak dibandingkan, sebagai contoh, di Jerman." Energi surya dapat menjadi primadona sumber energi di Indonesia.
Konferensi Fotovoltaik Energi Surya Internasional
Konferensi internasional "Masa Depan Energi Surya: Indonesia" akan digelar di Jakarta pada tanggal 26 September 2013. Fokus konferensi ini ialah untuk mencari peluang-peluang dan ketentuan-ketentuan baru di pasar energi surya Indonesia.
Untuk rincian program dan pembicara, klik: www.thesolarfutureindonesia.com
Disiarkan oleh Solarplaza
Untuk informasi lebih jauh, silakan hubungi: Paul van der Linden; Landline: +31 10 280 9198
Ponsel: +31 64 184 3320
Email: p.vanderlinden@solarplaza.com
Skype: paul.solarplaza
Situs: www.thesolarfutureindonesia.com
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013