Sepulang sekolah, seorang bocah laki-laki kelas 2 SD kembali mempraktikkan jurus tendangan yang baru dipelajarinya saat ekstrakurikuler pencak silat di sekolahnya.
Anak bernama Kasyafi Arsya itu bahkan secara antusias pamer kepada keluarganya tentang jurus yang baru dikuasainya. Ia baru setahun mengikuti ekstrakurikuler pencak silat.
Ia selalu tidak sabar menunggu hari Sabtu datang untuk berlatih pencak silat di sekolah. Sesi latihan berlangsung selama setengah hingga satu jam setiap seminggu sekali.
Selain senang mengikuti latihan karena berjumpa teman, ia merasa perlu berlatih pencak silat secara rutin untuk melindungi dirinya sendiri dari bahaya, misalnya apabila tiba-tiba bertemu preman yang menyeramkan.
Seperti anak-anak pada umumnya, ia juga mengaku suka latihan pencak silat lantaran kegiatan tersebut seringkali dilakukan di kebun, sehingga ia dapat bermain lumpur saat hujan turun setelah latihan.
Fakta bahwa silat merupakan seni bela diri asli dari Indonesia pun semakin membuatnya bangga dan ingin mempelajari pencak silat.
Kalau Kasyafi Arsya baru mengenal, berbeda lagi dengan Alfia Dianti yang sudah bertahun-tahun mengenal pencak silat dan meraih beragam prestasi.
Alfia Dianti kini berusia 13 tahun. Ia sudah belajar pencak silat selama sekitar empat tahun. Belajar bela diri membuatnya lebih waspada sekaligus tenang karena merasa dapat menjaga diri sendiri.
Setiap pekan, ia rutin berlatih di Perguruan Tapak Suci cabang Kotagede, baik latihan umum yang diikuti beragam usia, maupun latihan khusus untuk meningkatkan kemampuannya.
Berawal dari mencari kesibukan sepulang sekolah dan mengalihkan perhatian dari gawai, kini ia sering mewakili sekolahnya untuk mengikuti lomba pencak silat hingga tingkat provinsi.
Sedari awal belajar pencak silat hingga sekarang di tingkat melati II, anggota perguruan bela diri Tapak Suci itu terus semangat meningkatkan prestasinya.
Sejauh ini, pencapaian yang paling berkesan bagi perempuan berkerudung itu adalah menjadi juara di The Sudja Championship atau Kejuaraan Tapak Suci tingkat pelajar SMP/MTs dan SMA/SMK/MA se-Yogyakarta.
Alfia Dianti paling suka belajar teknik guntingan atau menjatuhkan lawan dengan mengunci kaki lawan. Baginya, gerakan itulah yang membuatnya terpikat dengan pencak silat.
Dalam mempelajari jurus pencak silat, kiatnya agar cepat mahir adalah dengan terus mempraktikkan jurus secara berulang-ulang.
Sementara itu, Ahmad Facha mengaku paling suka jurus bantingan karena meyakini jurus itu paling memukau ketika dilihat. Meski demikian, menguasai jurus bantingan bukan hal mudah karena awalnya ia takut saat memperagakannya ataupun saat menjadi sasaran bantingan.
Ia berlatih pencak silat secara serius sejak 2017 sampai sekarang telah berusia 19 tahun. Namun, rasa cinta dan keinginan untuk mempelajari bela diri tersebut sebetulnya sudah muncul sejak ia berumur sekitar tujuh tahun.
Saat itu, Ahmad Facha melihat temannya belajar pencak silat dan tertarik untuk mengikuti jejak temannya itu. Kemudian, ia termotivasi untuk mendalami pencak silat supaya bisa membela diri sendiri dan orang tua yang disayanginya.
Dengan bermodal ketelatenan dan semangat berlatih, warga perguruan Pagar Nusa itu kini telah mengikuti beragam lomba dan meraih juara. Salah satu gelar yang pernah disabetnya, yaitu juara Kejuaraan Kabupaten Magelang.
Selain mengoleksi penghargaan dari berbagai kejuaraan, lelaki yang menuntut ilmu di pesantren itu juga memperoleh banyak teman dari berbagai daerah melalui pencak silat.
Ia pun masih menyimpan harapan untuk menjadi atlet profesional yang membanggakan atau menjadi pelatih pencak silat untuk membantu orang lain berprestasi suatu hari nanti.
"Dengan menjadi pelatih, saya ingin meneruskan prestasi dan menorehkan capaian kepada teman-teman yang lain," tutur Ahmad Facha di sela latihan di lapangan rumput saat turun hujan.
Ragam manfaat
Pencak silat tidak hanya soal jurus untuk bertanding melawan orang lain, melainkan juga penanaman budi pekerti.
Seperti yang terus ditekankan oleh Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (PB IPSI) bahwa pendekar harus mempunyai budi pekerti luhur.
Ketua Harian PB IPSI Benny Sumarsono pernah menyampaikan pendekar seharusnya bukan hanya jago silat, tetapi juga memiliki kebaikan.
Pasalnya, latihan pencak silat juga melibatkan aspek pengembangan ketabahan, kepercayaan diri dan kontrol emosi. Selain itu, silat pun membangun kedisiplinan.
Mempelajari pencak silat juga dapat mendekatkan diri dengan Tuhan, karena di berbagai perguruan selalu melakukan pembacaan doa sebelum latihan dimulai. Keimanan dan ketakwaan seseorang pun dipercaya memiliki keterkaitan dengan kekuatan saat menerapkan pencak silat.
Dengan beragam manfaat tersebut, warisan budaya Indonesia berupa ilmu bela diri yang satu itu kian menarik untuk dipelajari, bukan?
Bapak pencak silat dunia itu bernama Eddie Nalapraya
Zubi Mahrofi
Dalam dunia persilatan, nama Eddie Mardjoeki Nalapraya sudah tidak asing lagi. Ia dijuluki bapak pencak silat dunia. Tak hanya di dalam negeri, ia juga dikenal di dunia internasional.
Pria kelahiran Tanjung Priok, Jakarta Utara, 6 Juni 1931 itu memiliki nama asli Marzuki Nalapraya. Nama Marzuki diberikan oleh kakeknya, seorang pendekar silat dari Rempoa. Sementara Nalapraya diberikan oleh ayahnya.
Sedangkan nama Eddie, ia sematkan sendiri saat tengah mendekati sosok perempuan idamannya, gadis Indo Jerman-Jawa, Anne Marie. "Biar keren, saya pakai nama Eddie. ‘Kan nggak enak dipanggil si Juki," candanya.
Pada Kamis, 4 April 2024, menjelang buka puasa Ramadhan, Antara berkesempatan mengunjungi kediaman legenda pencak silat Indonesia itu di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Seperti apa sosok Mayjen TNI (Purn) Eddie Marzuki Nalapraya?
Eddie kecil sudah diajarkan pencak silat oleh kakeknya. Ia menyebutnya 'maen pukulan'. 'Maen Pukulan' adalah istilah lokal sebagian besar masyarakat Betawi untuk menyebut pencak silat.
"Dari SD saya diajari silat, tapi di Betawi namanya bukan silat, tapi 'maen pukulan'," ucap pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 1984-1987 mendampingi Gubernur DKI Jakarta R Soeprapto itu.
Ia menceritakan sebelum belajar silat, Eddie kecil diminta terlebih dahulu untuk mengaji pada sore hari--selepas shalat Maghrib--sebelum memulai latihan silat bersama sang kakek.
Tujuannya untuk mengasah kemampuan otak sekaligus mencegah perbuatan tidak baik. Intinya, silat jangan dipakai untuk hal-hal negatif.
"Jadi kita disuruh ngaji dulu, ‘kan setelah shalat maghrib, itu ‘kan ngaji. Ngaji itu mengasah otak kita ‘how to become a noble man’. Baru diajarin fisiknya," tuturnya.
Ia menjelaskan pencak silat mengajarkan kita untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan. Meskipun pencak silat mengajarkan teknik menyerang, namun pencak silat juga mengajarkan untuk dapat menahan diri dan menjaga keharmonisan.
Selain itu, ia menilai silat juga memiliki arti keamanan dan kemakmuran, mengingat setiap ada seseorang yang sedang mempraktikkan silat di muka umum, akan ada banyak orang yang senang dan gembira.
"Kalau kita main pukulan, (orang menonton) ‘kan tepuk tangan. Yang tepuk tangan senang, yang ditepokin senang, jadi silat ada security and prosperity," ujarnya.
Bantu perjuangan kemerdekaan
Ketika terjadi perang revolusi kemerdekaan, Eddie dibawa mengungsi ke Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 1947. Meski usianya baru 16 tahun, hatinya sudah tergerak untuk ikut bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai tentara pelajar melawan Belanda. Saat itu, ia masih berstatus pelajar Sekolah Menengah Pertama.
Meski tugasnya hanyalah sebagai pembawa peluru, ia tetap melakukannya dengan sepenuh hati demi menjadi pejuang kemerdekaan. Selang beberapa waktu kemudian, akhirnya ia pun ikut berjuang menghadang konvoi pasukan Belanda yang melewati daerah Tasikmalaya.
Eddie sempat ikut perang gerilya menghadapi Agresi Militer I di daerah Tasikmalaya bersama Detasemen Garuda Putih. "Tugas kita waktu itu menghadang lawan. Konvoi-konvoi mereka kita cegat. Banyak tentara yang meninggal, termasuk teman-teman saya," tuturnya.
Ia mengisahkan salah satu yang dilakukannya saat menghadapi tentara musuh, yakni menanam bom yang disamarkan dengan kotoran sapi untuk melumpuhkan penjajah kala itu.
Kisah itu pun menjadi salah satu dari jutaan kisah heroik para pahlawan negara, dan Eddie menjadi salah satu dari jutaan pejuang kemerdekaan tanah air.
Perjuangan Eddie berbuah manis. Pada 1950, ia diangkat menjadi Sersan. Ia mengikuti beberapa pelatihan militer, baik di dalam maupun di luar negeri, yang kemudian menuntunnya hingga meraih Pangkat Mayor Jenderal TNI Angkatan Darat pada 1983.
"Ketika situasi dirasa aman, saya disuruh memilih, mau masuk TNI atau melanjutkan SMA dengan biaya pemerintah. Saya pilih masuk TNI, tapi saya menawar dengan pangkat Sersan, karena saya bisa silat," kenangnya.
Kiprah silat
Kiprah "Babeh" Eddie di dunia persilatan tidak perlu diragukan. Semasa aktif di militer, ia dipercaya menjadi Ketua Pengurus Daerah Ikatan Pencak Seluruh Indonesia (IPSI) DKI Jakarta pada 1978.
Pada 1980, ia memprakarsai terbentuknya Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa (PERSILAT) yang merupakan aktualisasi diri pesilat Internasional. Ia juga menjabat Ketua Umum PB IPSI pada 1981-2003.
Selama menjadi Ketua Umum PB IPSI dan Ketua PERSILAT, kejuaran-kejuaran tingkat dunia banyak digelar sebagai promosi pencak silat di mancanegara.
Eddie mampu menyatukan para pesilat dari Malaysia dan Singapura untuk bahu-membahu memajukan serta mempopulerkan pencak silat ke seluruh dunia melalui Kejuaraan Dunia Pencak Silat pada awal 1982 dan 1984 di Jakarta, kemudian pada 1986 di Winna, Austria, lalu pada 1987 di Malaysia, pada 1988 di Singapura, pada 1990 di Den Haag, Belanda, dan pada 1992 di Indonesia. Bahkan, untuk pertama kalinya pencak silat dipertandingkan pada SEA Games 1987.
"Dulu orang malu jika berseragam silat. Karena orang mengatakan silat itu olahraga kampungan. Alhamdulillah, sekarang orang bangga kalau pakai baju silat," tuturnya.
Komitmen Eddie yang kuat untuk memajukan pencak silat itulah yang membuatnya terus dipercaya sebagai Ketua Umum PB IPSI hingga lebih dari 22 tahun lamanya. Terhitung, Eddie mengisi posisi tersebut sejak 1981 hingga 2003.
"Dulu pencak silat gak dilirik karena gak ada uangnya. Tapi saya rela pakai uang pribadi demi mengembangkan olah raga pencak silat di dalam dan di luar negeri, agar pencak silat dikenal oleh masyarakat di dunia," ujarnya.
Beragam penghargaan pun diraih Eddie atas kiprah dan jasanya dalam dunia pencak silat. Pada 1997, ia diangkat sebagai Pendekar Besar Kehormatan perguruan silat Tapak Suci. Ia juga menerima Anugerah Selendang Kehormatan Tertinggi dari Pertumbuhan Seni Silat Lincah Malaysia pada 2005. Kemudian pada 2008 di Swiss, ia ditetapkan sebagai Bapak Pencak Silat Eropa.
Atas jasa-jasa besarnya memajukan pencak silat Indonesia di kancah dunia, Eddie mendapat gelar tanda kehormatan Bintang Mahaputera Pratama dari Presiden SBY, dan pada 2011 ia memperoleh gelar Doctor of Philosophy dalam bidang martial art dari Asia Pacific Open University, Malaysia.
Pengakuan UNESCO
Sosok Eddie Mardjoeki Nalapraya memiliki peran penting dalam proses pengakuan pencak silat oleh Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia Tak Benda.
Pada 2014-2019, Eddie menjadi Pembina Tim Pencak Silat Road to UNESCO and Olympic.
Hasilnya, pencak silat resmi masuk dalam daftar UNESCO pada 2019, dalam acara Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage yang berlangsung di Kolombia.
UNESCO mengakui pencak silat telah menjadi identitas dan pemersatu bangsa Indonesia. Tradisi pencak silat mengandung nilai-nilai persahabatan, sikap saling menghormati dan mempromosikan hubungan sosial. Oleh karena itu, UNESCO menilai tradisi pencak silat dapat diadopsi dan berkembang dengan baik di berbagai wilayah di Indonesia.
Keteladanan Eddie diharapkan menjadi contoh bagi seluruh olahragawan di tanah air.
Kini di usianya yang menginjak 93 tahun, Eddie M Nalapraya berkeinginan agar pencak silat menjadi olah raga rutin bagi masyarakat Indonesia.
Ia berkeyakinan pencak silat akan mampu membentuk manusia Indonesia menjadi manusia yang unggul dan memiliki karakter yang kuat.
Tradisi, prestasi dan diplomasi pencak silat
Dyah Dwi Astuti
Pencak silat merupakan seni bela diri yang digemari dan dikenal luas di Indonesia, mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Pengenalan bela diri yang berakar dari budaya Melayu ini biasanya dimulai dari sekolah. Selanjutnya, murid-murid yang ingin mempelajari pencak silat lebih dalam dan serius dapat bergabung ke perguruan.
Di Indonesia, terdapat ratusan perguruan pencak silat, dan salah satu yang cukup besar dari segi jumlah anggota adalah Tapak Suci Putera Muhammadiyah yang berkantor pusat di Yogyakarta.
Sekretaris Pengurus Pusat Tapak Suci M Arri Rusdiyantara mengatakan organisasi yang berdiri pada 31 Juli 1963 itu berawal dari aliran pencak silat Banjaran, Jawa Tengah, yang memiliki landasan agama dan kebangsaan kuat. Hingga kini, sudah sekitar dua hingga tiga juta orang yang bergabung menjadi anggota Tapak Suci di seluruh Indonesia dan 22 negara lainnya.
Di antara 22 negara tersebut, selain di hampir seluruh negara Asia Tenggara, perwakilan Tapak Suci juga tersebar hingga Jepang, Jerman dan Lebanon. Dari jutaan anggotanya, Arri menyebut yang terbanyak merupakan anak-anak jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Dengan proporsi kepesertaan itu, Tapak Suci menerapkan strategi khusus dalam mengajarkan gerakan dan jurus, yakni dengan membuat sesi latihan seolah seperti bermain. Cara ini dilakukan lantaran anak-anak tersebut memang masih senang bermain dan belum serius mempelajari pencak silat.
Terlebih di tengah perkembangan teknologi yang menyebabkan anak-anak kini banyak menghabiskan waktu di depan gawai, pengajaran pencak silat dengan cara tersebut diyakini mampu mengalihkan sejenak perhatian anak-anak dari gawai mereka.
Memasuki usia remaja, anggota Tapak Suci kemudian dilatih gerakan-gerakan pencak silat yang lebih rumit, disertai dengan pembelajaran tentang kecepatan dan kekuatan gerakan secara bertahap hingga mereka dewasa.
Jika ada anggota yang dinilai berbakat, maka akan diarahkan untuk mencetak prestasi melalui berbagai tingkat kejuaraan pencak silat.
Menjaga tradisi
Dalam membina mental dan spiritual para anggotanya, perguruan Tapak Suci memiliki satu motto yang selalu dijunjung tinggi, yaitu “Dengan iman dan akhlak saya menjadi kuat, tanpa iman dan akhlak saya menjadi lemah.”
Begitu pun saat ujian kenaikan tingkat, anggota Tapak Suci diminta agar menghayati dan menerapkan motto tersebut sehingga pesilat dapat menekan ego dan tidak menggunakan keahlian bela diri yang dimilikinya untuk melakukan kemungkaran.
Penghayatan dan penerapan motto tersebut sudah menjadi seperti sebuah tradisi yang terus dijaga oleh setiap anggota perguruan Tapak Suci sejak dulu hingga saat ini.
"Ketika kita mendidik anak-anak, kader, bahkan pendekar sekalipun, ketika dia naik tingkat, dia harus juga diimbangi dengan akhlak atau moral yang sesuai (dengan tingkatan)," pungkas Arri.
Sementara itu, perguruan pencak silat besar lainnya, yakni Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa, juga memiliki tradisi yang masih terus terjaga sejak dibentuk pada 3 Januari 1986 di Kediri, Jawa Timur.
Ketua Umum Pimpinan Pusat PSNU Pagar Nusa M Nabil Haroen menuturkan sebagai organisasi yang dibentuk para kiai untuk menjadi pagar NU dan bangsa, Pagar Nusa memiliki basis keilmuan pesantren yang kuat dan mengutamakan pengembangan nilai-nilai Islami di balik gerakan-gerakan yang memukau.
Banyak jurus yang diajarkan di Pagar Nusa berakar dari Budaya Jawa dan Islam. Pagar Nusa berpegang teguh bahwa tidak ada yang mengalahkan seseorang, kecuali hanya karena Allah.
"Tentu saja skill pencak silat sebagai pondasi, di samping gerak fisik, mental dan spiritual, juga dibangun serta diperkuat melalui Pagar Nusa," tutur Nabil Haroen.
Dengan basis keilmuan pesantren yang kuat, Pagar Nusa mampu menjangkau sekolah dan masjid. Nabil Haroen pun mengaku terus mendorong agar perguruan-perguruan silat tradisional terus menjaga kepesertaan setiap kader mereka.
Tradisi lain Pagar Nusa, yaitu pengamalan ketabiban dan pengobatan herbal. Keterampilan ini merupakan kekayaan Pagar Nusa.
Kemudian ada pula pencak dor atau pertandingan silat satu lawan satu yang diiringi alunan musik dan diawasi wasit pendekar senior. Ajang pertarungan bebas ini bertujuan sebagai wadah silaturahmi antarpendekar Pagar Nusa dari berbagai aliran, sekaligus sarana dakwah untuk menarik minat anak muda terhadap pencak silat.
Prestasi dan diplomasi
Walau memiliki tradisi yang berbeda-beda, perguruan Tapak Suci maupun Pagar Nusa sama-sama memiliki catatan prestasi, terutama dalam bidang olahraga.
Pada ajang Asian Games 2018 yang digelar di Jakarta dan Palembang, pasangan atlet dari perguruan Tapak Suci Iqbal Candra Pratama dan Sarah Tria Monita sukses mengawinkan medali emas.
Prestasi tersebut, menurut Arri Rusdiyantara, menunjukkan keberhasilan Tapak Suci dalam membina para anggotanya melalui sejumlah program, di antaranya latihan ketangkasan dan keterampilan anggota, serta peningkatan potensi cabang dan daerah dalam pembinaan dan kejuaraan tingkat remaja maupun dewasa.
Sementara itu, di perguruan Pagar Nusa, atlet-atlet yang sukses pada laga tingkat internasional, di antaranya Amirullah Karim dengan koleksi medali emas ASEAN School Games 2019.
Dalam upaya mencetak prestasi, Pagar Nusa kerap menggelar kejuaraan nasional serta menyeleksi dan melatih kader-kader terbaiknya untuk berlaga sebagai atlet pada kompetisi level nasional, regional bahkan internasional.
Nabil Haroen pun berharap ke depannya Pagar Nusa dapat terus menjadi bagian penting dalam pengiriman atlet-atlet pencak silat di berbagai ajang olahraga.
Namun selain mengirim atlet ke berbagai kejuaraan olahraga, Pagar Nusa dan Tapak Suci rupanya juga sama-sama berperan aktif melakukan diplomasi dalam rangka memperkenalkan pencak silat ke berbagai negara.
Pagar Nusa, contohnya, setiap kadernya yang berada di luar negeri, baik sebagai pelajar, peneliti, dosen maupun profesi lainnya diminta agar memperkenalkan pencak silat dalam berbagai kesempatan, sehingga semakin banyak masyarakat yang mengetahui, bahkan ingin mempelajari bela diri dari Indonesia itu.
Dengan jumlah anggota mencapai tiga juta orang, yang tersebar tidak hanya di lebih dari 300 kabupaten/kota di 38 provinsi di Indonesia, melainkan juga cabang-cabang istimewa di Jepang, Korea, Taiwan, Hong Kong, Malaysia dan Mesir, Pagar Nusa meyakini pencak silat akan menggaet lebih banyak peminat.
Apalagi, perguruan tersebut ke depannya akan memperluas cabang-cabang istimewa hingga ke Maroko, Timor Leste dan Brunei Darussalam.
Sementara itu, perguruan Tapak Suci juga melakukan hal yang tidak jauh berbeda dengan Pagar Nusa.
Setiap cabang atau perwakilan Tapak Suci yang berada di luar negeri terus mempromosikan pencak silat dalam sejumlah kegiatan kebudayaan agar kian dikenal oleh masyarakat internasional.
Dalam promosinya, Tapak Suci juga menyampaikan pesan agar seluruh masyarakat sejatinya selalu mendekati kebaikan dan menjauhi keburukan, seperti yang tertanam dalam ajaran pencak silat di perguruan tersebut.
Dengan begitu, diharapkan orang-orang yang mempelajari pencak silat tidak lantas menggunakan bela diri tersebut untuk tujuan kejahatan.
Terlepas dari perbedaan aliran maupun perguruan, pencak silat beserta setiap tradisinya dapat menjadi sarana untuk meningkatkan potensi diri dan meraih prestasi demi mengharumkan nama bangsa, bahkan bisa juga menjadi alat diplomasi dalam rangka memperkenalkan bela diri tersebut ke mata di dunia.
Serunya berlatih pencak silat
Andreas Fitri Atmoko/Anis Efizudin/Dyah Dwi Astuti
Anak-anak anggota perguruan Tapak Suci melatih gerakan pencak silat di halaman Candi Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (4/3/2024). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Anak-anak anggota perguruan Tapak Suci melatih gerakan pencak silat di halaman Candi Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (4/3/2024). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Seorang anggota perguruan Tapak Suci melatih gerakan pencak silat di halaman Candi Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (4/3/2024). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Seorang pelatih perguruan Tapak Suci mengarahkan anak-anak untuk memasuki aula di Kotagede, Yogyakarta, Selasa (5/3/2024). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Seorang anak anggota perguruan Tapak Suci duduk bersila di sela latihan di sebuah aula di Kotagede, Yogyakarta, Selasa (5/3/2024). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Pelatih perguruan Tapak Suci memimpin latihan pencak silat di sebuah aula di Kotagede, Yogyakarta, Selasa (5/3/2024). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Seorang anak anggota perguruan Tapak Suci memamerkan piala kejuaraan pencak silat di sela latihan di sebuah aula di Kotagede, Yogyakarta, Selasa (5/3/2024). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Seorang pelatih memasangkan pelindung dada sebelum anggota perguruan Tapak Suci melakukan latih tanding di sebuah aula di Kotagede, Yogyakarta, Selasa (5/3/2024). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Dua anggota perguruan Tapak Suci melakukan latih tanding di sebuah aula di Kotagede, Yogyakarta, Selasa (5/3/2024). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Para orang tua anggota perguruan Tapak Suci menunggu anak mereka berlatih di sebuah aula di Kotagede, Yogyakarta, Selasa (5/3/2024). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Anggota Pagar Nusa melakukan latihan di sebuah aula di Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Rabu (6/3/2024). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Dua anggota Pagar Nusa melakukan latih tanding di sebuah aula di Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Rabu (6/3/2024). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Anggota Pagar Nusa memulai latihan dengan berdoa di sebuah lapangan di Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Rabu (6/3/2024). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Dua anggota Pagar Nusa melakukan latih tanding di sebuah lapangan di Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Rabu (6/3/2024). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Anggota Pagar Nusa terjatuh saat melakukan latih tanding di sebuah lapangan di Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Rabu (6/3/2024). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Sejak siang, awan di atas Kota Yogyakarta sudah gelap, menunjukkan akan segera turun hujan. Namun, anak-anak berseragam merah tetap berdatangan satu demi satu dengan diantar orang tua mereka untuk melakukan latihan pencak silat bersama-sama.
Anak-anak anggota perguruan Tapak Suci cabang Kotagede itu sudah biasa berlatih di tempat terbuka maupun di aula apabila cuaca kurang mendukung.
Setibanya di lokasi latihan, anak-anak membentuk barisan dengan tertib dan duduk bersila sembari mendengar wejangan dari pelatih. Setelah pesan-pesan disampaikan, di antaranya tentang budi pekerti, anak-anak memulai latihan dengan berdoa.
Selesai berdoa, mereka mengikuti gerakan teknik dasar yang diajarkan pelatih. Teknik dasar dalam pencak silat mencakup kuda-kuda, sikap pasang, pola langkah, pukulan, tendangan, tangkisan, kuncian, guntingan dan sikap berbaring.
Sore itu, tanpa bosan dan penuh semangat anak-anak terus mengulang teknik tendangan.
Setelah melatih gerakan bersama, beberapa pasang anak melakukan latih tanding untuk mempraktikkan gerakan yang telah diajarkan. Setiap ada pemenang dari latih tanding tersebut, anak-anak lain yang duduk menyaksikan, bersorak sorai sambil bertepuk tangan memberikan dukungan.
Keseruan latihan pencak silat itu berlangsung sekitar dua jam, namun sebetulnya durasi latihan dapat berbeda-beda, sesuai agenda dalam setiap pelatihan. Di perguruan Tapak Suci cabang Kotagede, latihan bela diri asli Indonesia itu digelar secara rutin setiap pekan.
Rutinitas latihan serupa juga dilakoni oleh para remaja di perguruan Pagar Nusa rayon Pondok Pesantren Sabiluttaqwa, Kabupaten Magelang.
Dengan penuh semangat, mereka melangkahkan kaki ke lapangan untuk berlatih pencak silat. Mereka memulai latihan dengan berlari sebagai pemanasan, kemudian dilanjutkan dengan berdoa.
Setelah itu, mereka bersama-sama melatih gerakan demi gerakan, lalu diakhiri dengan latih tanding.
Walaupun setiap perguruan pencak silat memiliki rutinitas yang berbeda-beda, namun latihan yang dilakukan sama-sama bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan ketangkasan seluruh anggotanya.
Perkembangan pencak silat di Indonesia
Dyah Dwi Astuti
Pencak silat sudah diakui sebagai salah satu identitas bangsa Indonesia dan berkembang selama berabad-abad di berbagai daerah di tanah air.
Seni bela diri yang diturunkan dari generasi ke generasi itu diperkirakan berkembang di Indonesia sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa itu, bela diri diperlukan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh serta melindungi wilayah kerajaan.
Pencak silat selanjutnya berkembang dengan penyesuaian dan penambahan unsur-unsur kebudayaan lokal serta spiritualitas sehingga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, bahkan tradisi. Penambahan kebudayaan lokal itu sendiri mempengaruhi kemunculan berbagai aliran pencak silat di Indonesia.
Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) menyebut pencak silat memiliki empat aspek utama, yaitu mental spiritual, seni budaya, bela diri dan olahraga. Aspek tersebut kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yakni dalam norma kesopanan, keberanian dan kejujuran.
Sekjen PB IPSI Teddy Suratmadji menuturkan seiring dengan perkembangan zaman, diperlukan adaptasi dalam praktik dan penyampaian nilai-nilai pencak silat agar tetap relevan dengan konteks modern.
"Saat ini, orang dengan mudah membandingkan pencak silat dengan bela diri yang lainnya. Padahal kekayaan aliran dan gerak pencak silat jauh lebih banyak dari pada bela diri lainnya," kata Teddy.
Tidak hanya dikenal luas di Indonesia, pencak silat kian tersohor di dunia setelah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda atau Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity oleh Badan Pendidikan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada 2019.
UNESCO menilai pencak silat memiliki tradisi lisan, seni pertunjukan, ritual dan festival, kerajinan tradisional, pengetahuan dan praktik sosial serta kearifan lokal.
Menurut Teddy, IPSI memandang positif perkembangan pencak silat di Indonesia yang semakin dikenal dan diapresiasi oleh berbagai kalangan, termasuk generasi muda. Apalagi didukung perkembangan teknologi dan media sosial yang memudahkan penyebaran informasi tentang pencak silat.
Popularitas pencak silat pun terus menanjak saat ditampilkan melalui film-film produksi Hollywood sehingga diharapkan semakin banyak pula khalayak yang berminat untuk mempelajari bela diri tersebut.
IPSI mencatat kini pencak silat telah tersebar di 77 negara berdasarkan keanggotaan pada federasi pencak silat internasional Persilat. Puluhan negara tersebut selain mengirimkan wakil untuk berpartisipasi pada kejuaraan dunia, juga aktif menyelenggarakan kejuaraan nasional di negara masing-masing.
Pencak silat bahkan dikompetisikan pada sejumlah gelaran olahraga multi cabang, yakni SEA Games sejak 1987 dan Asian Games 2018.
IPSI menilai kompetisi internasional dapat mengangkat pencak silat ke tingkat global dan mendapat pengakuan lebih luas. Atlet-atlet pencak silat Indonesia pun jadi memiliki kesempatan untuk menunjukkan kemampuan mereka di panggung internasional yang lebih besar.
Tidak berhenti di tingkat Asia, IPSI juga berupaya agar pencak silat masuk sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan dalam Olimpiade 2036, di antaranya dengan meningkatkan jumlah negara peserta kompetisi pencak silat dan memperkuat struktur organisasi internasional pencak silat, seperti yang disyaratkan oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Selain itu, IPSI bekerja sama dengan Persilat untuk menyelenggarakan pelatihan, seminar dan kejuaraan di luar negeri. IPSI turut mengirimkan pelatih dan atlet untuk berpartisipasi dalam berbagai acara pencak silat internasional.
"Ini juga membantu melestarikan dan mempromosikan pencak silat sebagai warisan budaya," ujar Teddy.
Memacu prestasi untuk berkembang
Tak hanya mempopulerkan pencak silat di dunia, organisasi yang didirikan pada 18 Mei 1948 di Surakarta untuk membina persaudaraan antarperguruan pencak silat itu pun terus berusaha meningkatkan prestasi atlet-atlet Indonesia.
IPSI menargetkan kontingen Indoensia dapat menjadi juara umum pada berbagai kejuaraan internasional, baik multi cabang olahraga, seperti SEA Games, maupun single event, seperti Kejuaraan Dunia Pencak Silat.
Berbagai program dijalankan IPSI, mulai dari seleksi atlet hingga pemusatan latihan. Selain itu juga menyelenggarakan kejuaraan nasional dan mengirim atlet pada kejuaraan internasional untuk memperkaya pengalaman mereka.
Selain atlet, pelatih, wasit dan juri juga memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kapasitas mereka melalui lokakarya, baik di dalam maupun di luar negeri. Bahkan, IPSI dipercaya untuk menyusun peraturan dan standar kompetisi pencak silat.
Dengan segala upaya tersebut, IPSI berharap pencak silat, yang bermula dari tradisi, dapat terus berkembang dan menorehkan kebanggaan untuk Indonesia melalui pundi-pundi medali dan segudang prestasi lainnya.
Podcast: Cerita Cecep Arif Rahman menembus Hollywood segmen 1
Podcast: Cerita Cecep Arif Rahman menembus Hollywood segmen 2
Podcast: Cerita Cecep Arif Rahman menembus Hollywood segmen 3