Sudah setengah jam Kokom berjibaku menanak nasi, menggoreng lauk pauk untuk sarapan keluarganya pagi itu. Sebagian lauk ia kemas untuk dibawa ke kebun teh.
Hari ini, Kokom bersama empat rekannya akan memetik teh putih atau white tea di sisi selatan kebun teh Gambung, yang terletak di kaki Gunung Tilu, Ciwidey, Jawa Barat.
Lepas shalat subuh, Kokom bergegas menuju titik kumpul di pertigaan yang berjarak 5 menit dari rumahnya. Di sana biasanya rombongan pemetik berkumpul untuk berangkat bersama ke area petik.
Sebagai pemetik teh putih, tidak banyak alat yang harus ia bawa. Ranselnya hanya terisi botol minum, kotak bekal dan satu baskom penyaring berdiameter 15 cm yang digunakan sebagai wadah menaruh pucuk teh yang dipetiknya nanti.
Dibutuhkan waktu sekitar 15-20 menit bagi Kokom dan rekan sekelompoknya untuk sampai di area petik pagi itu. Sambil menunggu matahari terbit, mereka membuka bekal sarapan dan menikmatinya bersama sambil bercengkrama.
Sinar matahari yang lamat-lamat menyembul di ufuk timur jadi tanda bagi Kokom dan teman-temannya mengambil posisi untuk memetik pucuk teh yang dikenal kaya akan manfaat itu.
Barangkali, teh putih tidak begitu familiar di telinga masyarakat Indonesia. Namun, bagi penggemar teh, varian teh putih ini merupakan produk premium nan eksklusif.
Sesuai dengan namanya, teh putih berwarna keabuan hijau pucat dengan seduhan berwarna kekuningan dengan aroma yang lebih lembut dibandingkan teh hitam atau teh hijau. Selain lebih lembut dan harum, rasa sepat pada teh putih pun cukup ringan.
Secara kasat mata, teh putih yang belum diseduh berwarna hijau keabuan. Warnanya berasal dari proses pengeringan yang dilakukan secara manual, tanpa alat, dan hanya mengandalkan sinar mentari. Bubuk keabuan yang menempel pun berasal dari bulu-bulu halus di pucuk teh yang ikut mengering.
Dari bentuknya, karena berasal hanya dari pucuk teratas, teh ini menyerupai gulungan daun berukuran 2-3 cm. Bentuknya yang memanjang dan keabuan inilah yang kemudian kerap disebut silver needle atau jarum perak, yakni teh putih berkualitas nomor satu yang dipasarkan Indonesia.
Walaupun teh putih berasal dari daratan China, kualitas teh putih Gambung tidak kalah dengan produk negeri tirai bambu.
Jika dibandingkan secara seksama, varian teh putih China tidak hanya silver needle melainkan juga meliputi pucuk-pucuk daun yang sudah sedikit membuka. Sementara itu, teh putih Gambung, khususnya kualitas silver needle, hanya terdiri dari pucuk-pucuk teh yang berbentuk memanjang selayaknya jarum-jarum kecil.
Peneliti Pengolahan Hasil dan Enjinering (Post-Harvest and Engineering) Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Hilman Maulana menjelaskan teh putih hanya dibuat dari kuncup atau pucuk teratas daun teh yang masih menutup, atau biasa disebut peko.
Peko dipetik dengan tangan kosong dan dijaga agar tidak rusak sebelum masuk dapur produksi.
Sebagaimana umumnya varian teh lainnya, pucuk teh harus dipetik pada pagi hari hingga waktu matahari masih sepenggalah agar kuncupnya tidak segera mekar. Setelah dikumpulkan oleh pada pemetik teh, peko-peko segar akan langsung dibawa ke pabrik untuk dilayukan di bawah sinar matahari.
Dibutuhkan sekitar tiga hingga empat hari untuk melayukan pucuk teh. Namun, proses pelayuannya pun tidak asal jemur. Pucuk teh dilayukan dan dijemur hingga berwarna keabuan dengan suhu yang dijaga sekitar 60 derajat celcius.
Tanaman teh sendiri memiliki katekin, dimana kandungannya paling banyak terdapat di pucuk teh. Katekin adalah sejenis flavonoid yang punya manfaat sebagai anti radikal bebas sehingga dipercaya mampu mengurangi risiko penyakit-degeneratif seperti kanker, diabetes, dan penyakit jantung.
Dari proses pelayuan dan pengeringan, pucuk-pucuk teh putih kemudian masuk proses sterilisasi agar umur simpannya lebih panjang sebelum dikemas ke berbagai ukuran kemasan untuk dipasarkan.
"Makanya diusahakan teh putih itu tidak banyak pengolahan, tidak ada pengrusakan, dan pemanasan berlebih sehingga lebih bisa dipertahankan kandungan di pucuknya. Kalau pucuknya bagus, teh putihnya juga bagus," kata Hilman.
Di Indonesia, varian teh putih sendiri memang belum banyak dikenal. Namun, bukan berarti sukar ditemukan. Pasalnya, saat ini sudah banyak perkebunan teh yang mulai melirik pangsa pasar teh putih karena harganya cukup menarik.
Bayangkan, teh putih dihargai hingga Rp1,5 juta per kg. Angka tersebut jauh di atas harga rata-rata teh varian lain yang harganya sekitar Rp80 ribu saja per kg.
Walaupun banyak saingan, PPTK, lembaga penelitian dibawah lingkup PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) yang merupakan anak perusahaan dari Holding Perkebunan Nusantara, PTPN III (Persero), mengklaim punya klon varietas khusus yang telah dikembangkan sejak 1988. Klon tersebut diklaim punya kelebihan tersendiri sehingga punya daya saing lebih tinggi.
Sampai saat ini PPTK telah memiliki 11 klon teh assamica yang terdiri dari GMB 1, GMB 2, GMB 3, GMB 4, sampai GMB 11. Adapun varietas yang paling ideal untuk produksi teh putih adalah GMB 7.
Jika teh China berasal dari tanaman teh jenis sinensis (Camellia sinensis var sinensis), maka tumbuhan penghasil teh putih di Gambung berasal dari tanaman teh jenis assamica (Camellia sinensis var. assamica).
Varietas assamica memiliki karakteristik produktivitas tinggi, mudah diperbanyak secara vegetatif, punya potensi hasil tinggi dan stabil, kemampuan beradaptasi yang luas pada berbagai agroekosistem perkebunan teh Indonesia, memiliki kandungan antioksidan (katekin) lebih tinggi di antara varietas lain, memiliki ketahanan terhadap cacar, dan memiliki potensi kualitas yang unggul dan cita rasa yang spesifik.
"Meski belum ada klaim tertulis soal kualitas terbaik, kami sesama produsen teh selalu ada kumpul bareng, kami bawa sampel dan tea tasting, juga saling mereview produk. Banyak negara lain menyebut teh putih dari Gambung ini bagus dari keringan yang (berwarna) silver juga cita rasanya, mellow-nya, aromanya. Memang mendapat rekognisi sebagai teh terbaik di antara pecinta teh," ungkap Hilman.
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang atau produk karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, yang memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang atau produk yang dihasilkan.
Gambung Excellent White Tea sudah mengantongi IG karena rasanya yang khas, mulai dari aroma roast hingga tingkat antioksidannya yang lebih tinggi.
"Selain karena paling enak, juga paling sehat karena diproses dengan suhu tertentu yang membuatnya tidak teroksidasi sehingga manfaat bahan aktifnya tidak berkurang," kata Rohayati.
Walaupun digadang-gadang sebagai teh premium, faktanya teh putih ternyata tidak semahal kabar angin. Hal itu karena per kilogram teh putih bisa menyentuh Rp1,5 juta. Padahal, dibutuhkan hanya 2 gram teh putih untuk tiga kali seduh poci berukuran sekitar 400 ml.
"White tea ini mahal tapi karena bisa diseduh tiga kali, harganya sama dengan satu cangkir green tea," kata Rohayati yang juga Ketua Dewan Pakar Asosiasi Petani Teh Indonesia itu.
Sayangnya, meski punya manfaat kesehatan yang lebih tinggi dan cita rasa khas, popularitas teh putih sendiri masih kalah dengan teh hijau atau jenis teh lainnya.
Teh putih dinilai punya potensi untuk jadi ikon teh Indonesia, juga diharapkan bisa sepopuler teh-teh China yang bervariasi, teh oolong dari Taiwan, teh hijau Jepang, teh darjeeling India hingga earl grey dari Inggris.
Pasalnya, meski produksinya tidak sebesar di China, namun standar teh putih Indonesia jauh lebih unggul dengan kualitas silver needle.
"Teh putih bisa jadi ikon teh Indonesia, karena ini jenis teh terbaik, enak dan paling sehat," kata Rohayati.
Sebelum Sang Surya menampakkan diri, sekelompok perempuan paruh baya melangkahkan kaki menuju hamparan kebun teh di lereng Gunung Tilu, Ciwidey, Jawa Barat. Mereka memetik peko alias pucuk paling atas daun teh yang belum mekar sebelum matahari bersinar terik.
Peko ini harus dipetik dengan tangan kosong agar tidak hancur sebelum diproses dengan pengolahan minimalis berupa pelayuan dan pengeringan. Inilah teh putih, teh yang diklaim memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, kebugaran, dan juga kecantikan.
Menurut Pusat Penelitian The dan Kina (PPTK), teh putih diolah tanpa melalui proses oksidasi sehingga kandungan polifenol dan aktivitas antioksidannya tetap tinggi. Teh putih memiliki rasa yang lembut dan menyegarkan serta beraroma wangi.
Penyebutan teh putih sendiri karena penampakannya yang keperakan mengkilat dari bulu-bulu yang menyelimutinya dan bentuknya runcing menyerupai jarum sehingga biasa dinamai “Silver Needle”.
Mengingat khasiatnya dan juga bahan baku peko yang relatif terbatas, harga teh putih bisa mencapai di atas Rp1 juta per kilogram, jauh lebih mahal dibandingkan jenis teh lainnya seperti teh hijau dan teh hitam yang dibanderol puluhan ribu rupiah per kilogramnya.