Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus melakukan efisiensi dan restrukturisasi BUMN melalui pembentukan holding, merger atau akuisisi dan likuidasi. Kabar terakhir, Kementerian BUMN akan kembali menyederhanakan jumlah BUMN dengan melikuidasi tujuh BUMN. Dengan langkah penyederhanaan itu, jumlah BUMN semakin menyusut.
Sebelumnya tercatat sebanyak 142 BUMN di Indonesia. Jumlah itu sekarang mulai berkurang. Data dari Kementerian BUMN, pada tahun 2018, jumlah BUMN sudah berkurang menjadi 116 BUMN.
Pada tahun berikutnya (2019) jumlah BUMN berkurang lagi menjadi 114 BUMN. Dan, pada tahun 2020, jumlah BUMN kembali menyusut ke angka 108 BUMN. Rinciannya, 16 BUMN go public, 78 BUMN non go public, dan 14 BUMN Perum.
Bukan hanya jumlah BUMN yang berkurang, Kementerian BUMN juga menyederhanakan jumlah klaster BUMN. Sebelumnya tercatat 27 klaster BUMN, kemudian dirampingkan menjadi 12 klaster. Di luar itu, Kementerian BUMN juga membuat holding BUMN yang sudah berjalan sejak 2014. Ada enam sektor industri, yaitu holding perkebunan, kehutanan, industri tambang, minyak dan gas, farmasi, dan holding asuransi.
Secara kuantitas, jumlah BUMN memang cukup banyak. Bukan persoalan mudah untuk mengelola BUMN yang berjumlah seratus lebih itu. Untuk itu, Kementerian BUMN mempunyai target merampingkan jumlah BUMN menjadi hanya sekitar 70-an BUMN. Bahkan, Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan, dalam lima tahun ke depan, jumlah BUMN lebih sedikit lagi, cukup sekitar 40-an sehingga lebih efisien.
Singkatnya, dalam rangka optimalisasi dan refocusing bisnis, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir menginginkan adanya efisiensi dan restrukturisasi BUMN (holding, merger, akuisisi, dan lainnya). Tentu, langkah efisiensi dan restrukturisasi BUMN diambil setelah melakukan pemetaan terhadap sejumlah BUMN.
Kementerian BUMN telah memetakan BUMN-BUMN dalam empat kategori. Pertama, BUMN yang fokus menghasilkan nilai ekonomi dan memberikan nilai tambah bagi negara (surplus creator). Kedua, BUMN yang fokus utama pada pelayanan publik (welfare creators). Ketiga, BUMN yang bertugas memberikan nilai ekonomi sekaligus memberikan pelayanan publik (strategic value). Dan, keempat, BUMN yang tidak memiliki nilai ekonomi maupun pelayanan publik (dead weight).
Dalam konteks itu, BUMN-BUMN yang value-nya kecil apalagi merugi dan tidak memiliki opportunity dimasukan sebagai kategori BUMN yang harus dilikuidasi. Ada juga BUMN-BUMN yang harus disehatkan, yaitu BUMN-BUMN yang memiliki beban utang yang besar namun masih memiliki opportunity sekalipun profitnya belum menggembirakan.
Padahal BUMN memainkan peran sangat strategis dan mempengaruhi perekonomian Indonesia secara makro. Kapasitas usaha BUMN sangat besar. Ini menjadi modal pemasukan dan pendapatan bagi negara. Pada tahun 2018, total aset dari sebanyak 113 BUMN mencapai Rp8.117,6 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp3.318,56 triliun adalah aset lancar dan Rp4.799,05 triliun adalah aset tidak lancar. Sebanyak 12 BUMN memiliki aset di atas Rp100 triliun, dan tiga BUMN di antaranya memiliki aset di atas Rp1.000 triliun.
Sebagai catatan, dalam 10 tahun terakhir, BUMN telah memberikan kontribusi dalam penerimaan negara sebesar Rp3.295 triliun. Penerimaan negara itu dalam bentuk dividen, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan pajak. Lebih rinci lagi, dari jumlah itu 54 persen atau sebesar Rp1.972 triliun adalah penerimaan pajak, 11 persen atau Rp 388 triliun adalah dividen, dan PNBP sebesar 30 persen atau Rp1.035 triliun.
Dalam rapat kerja bersama Komisi VI pada awal Juni 2021, Menteri BUMN mengungkapkan laba seluruh perusahaan BUMN pada 2020 hanya mencapai Rp 28 triliun atau anjlok 77 persen dibanding laba bersih perusahaan BUMN pada 2019 yang mencapai Rp124 triliun. Sedangkan pendapatan dari seluruh BUMN pada 2020 ditaksir mencapai Rp 1.200 triliun, atau turun 25 persen dibandingkan pendapatan tahun 2019 sebesar Rp1.600 triliun. Penurunan pendapatan dan laba BUMN itu sebagai dampak pandemi COVID-19.
Di tengah pandemi Covid-19, tahun lalu BUMN masih bisa memberikan kontribusi terhadap APBN. Jumlahnya sebesar Rp 375 triliun. Ini menggambarkan peran BUMN sangat penting bagi perekonomian makro Indonesia. Untuk mendorong perekonomian negara, pemerintah memang perlu menata kembali BUMN-BUMN di bawah kendali Kementerian BUMN.
Kapasitas usaha BUMN yang sangat besar sebagai modal pemasukan bagi negara. Sayangnya hal ini tidak diimbangi dengan manajerial BUMN yang baik. Banyak BUMN yang berjalan di tempat bahkan menjadi beban negara. BUMN Research Group LM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mencatat 80 persen dari total pendapatan BUMN berasal dari hanya 20 persen dari total jumlah perusahaan “pelat merah” itu. Artinya, masih banyak BUMN yang belum beroperasi secara maksimal.
Di sisi lain, saat ini lingkungan bisnis (environtment business) dunia sedang berubah. Perubahan itu didorong perkembangan teknologi informasi seperti industri 4.0, artificial intelegence yang menjadi penggerak industri. BUMN mau tidak mau harus siap menghadapi situasi yang berubah dan ketidakpastian. Cara terbaik menghadapinya adalah dengan melakukan transformasi. Transformasi membawa implikasi pada tata kelola dan bisnis BUMN.
Pada era Menteri BUMN Erick Thohir terjadi percepatan penataan BUMN dengan serangkaian eksekusi kebijakan. Dengan latar belakang pengusaha tulen, Erick Thohir lebih mempunyai intuisi untuk menyelami persoalan dan bagaimana memperbaiki kinerja serta performa BUMN baik dari sisi manajemen maupun keuangan melalui transformasi dan restrukturisasi. Berulang-ulang Menteri BUMN menyebut kata “transformasi” yang harus dilakukan BUMN.
Perhatian saat ini tertuju pada transformasi di tubuh BUMN. Transfomasi, efisiensi, dan restrukturisasi, BUMN adalah sebutan bagi serangkaian langkah dan upaya yang dilakukan Kementerian BUMN untuk memperbaiki kinerja dan performa BUMN. Efisiensi dan restrukturisasi BUMN merupakan bagian dari transformasi BUMN di tengah arus perubahan.
Transformasi di dalam tubuh BUMN berkaitan dengan akuntabilitas perusahaan, profesionalisme, meminimalisir intervensi politik, peningkatan kinerja dan produktivitas serta daya saing perusahaan baik dalam pasar domestik maupun internasional. Transformasi BUMN merupakan satu keharusan. Transformasi merupakan upaya untuk menjadikan BUMN Indonesia lebih kompetitif dan berkelas dunia.
BUMN melakukan transformasi agar siap menghadapi situasi yang berubah dan ketidakpastian. BUMN perlu melakukan perubahan tata kelola menghadapi perubahan lingkungan yang cepat dan agar tetap kompetitif menghadapi persaingan global. Melalui transformasi, BUMN cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah. Transformasi jangan pernah berhenti karena perubahan selalu terjadi.
Transformasi BUMN pun sudah terlihat hasilnya. Bank Syariah Indonesia sebagai penggabungan tiga bank syariah milik negara, yaitu BNI Syariah, BRI Syariah, dan Mandiri Syariah telah bersanding dengan bank konvensional. Transformasi di tubuh PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN berhasil menorehkan keuntungan Rp2,3 trilun per Agustus 2021. Padahal, perusahaan ini diproyeksikan bakal rugi Rp1,4 triliun.
Contoh lain, PT Krakatau Steel (Persero), setelah 8 tahun berturut-turut selalu rugi, pada tahun 2020, Krakatau Steel meraih laba bersih 23,67 juta dolar AS atau Rp 339 miliar. Setahun sebelumnya perseroan masih merugi 503,65 juta dolar AS atau Rp7,21 triliun. BUMN lain, yakni Pertamina, mampu meningkatkan performa dan mencatat keuntungan 1 miliar dolar AS di sektor hulu setelah pembentukan enam subholding.
Transformasi BUMN menjadi perusahaan yang akuntabel, profesional, dan memiliki daya saing, juga mensyaratkan adanya transformasi human capital. Lebih jelasnya, transformasi sumber daya manusia (SDM). Transformasi di BUMN tidak mungkin terjadi kalau tidak ada transformasi terkait SDM. Termasuk di dalamnya adalah perubahan cara berpikir (mindset) dan internalisasi core value yang diperkenalkan dengan istilah AKHLAK (amanah, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif).
Terkait dengan SDM, dalam transformasi BUMN diperlukan adanya leadership (kepemimpinan). Di sinilah pentingnya seorang pemimpin di BUMN. Pemimpin dengan leadership-nya ikut menentukan jalannya transformasi di BUMN. Karena itu, direksi dan komisaris pada masing-masing BUMN haruslah orang yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan integritas yang memadai.
Transformasi BUMN bisa terwujud bila pemimpin masing-masing BUMN hadir dengan rencana strategis dan visi yang jelas. Pemimpin-lah yang membawa performa dan kinerja BUMN menjadi lebih baik. Pemimpin adalah orang yang mau dan sanggup berkorban, bertindak dengan keteladanan, dan menerjemahkan sebuah visi menjadi realita.
Pemimpin menginternalisasikan nilai-nilai utama (core values) dalam budaya perusahaan (corporate culture) yang berjalan seiring dengan prinsip perusahaan modern dalam bingkai good corporate governance (GCG).
Dibutuhkan pemimpin BUMN yang handal, memiliki effort dan daya juang. Pemimpin BUMN yang memiliki sense of crisis dan sense of belonging terhadap BUMN yang dipimpinnya.
*) Budi Muliawan, Pemerhati Sosial, Alumni Program Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia
Oleh Budi Muliawan *)
COPYRIGHT © ANTARA 2021
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan bahwa Kementerian BUMN telah selesai menyusun klasterisasi BUMN dari 27 menjadi 12 klaster. Setiap wakil menteri BUMN menaungi enam klaster.
“Klasterisasi yang Alhamdulillah sudah kita turunkan dari 27 menjadi 12 klaster. Klaster ini dibentuk dari value chain, supply chain, atau juga bagaimana bisa mensinergikan core bisnis yang ada,” kata Erick Thohir saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Selasa.
Adapun Wamen BUMN I Budi Gunadi Sadikin membina enam klaster yaitu Klaster Industri Migas dan Energi, yang di dalamnya termasuk beberapa BUMN, di antaranya PLN, Pertamina, dan Perusahaan Gas Negara (PGN). Kemudian, Klaster Industri Minerba, yang di dalamnya terdapat Krakatau Steel (KS) dan Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
Selanjutnya, Klaster Industri Perkebunan dan Kehutanan, yang di dalamnya antara lain ada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan Inhutani. Lalu, terdapat Klaster Industri Pupuk dan Pangan yang terdiri misalnya PT Berdikari dan Perikanan Nusantara (Perinus).
Ada lagi Klaster Industri Farmasi dan Kesehatan, di mana di dalamnya terdapat Bio Farma, Kimia Farma, dan Indo Farma, serta Petra Medika.
“Farmasi dan Rumah Sakit harus bisa dijadikan satu dan tidak bisa berdiri sendiri, supaya bisa bersinergi,” tukas Erick Thohir.
Terakhir, Klaster Industri Pertahanan, Manufaktur, dan Industri lainnya, di mana terdapat BUMN yang menaungi sektor pertahanan.
Enam klaster lainnya akan dibina oleh Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wirjoatmodjoo yakni Klaster Jasa Keuangan, yang di dalamnya terdapat Permodalan Nasional Madani (PMN), Danareksa, hingga Pegadaian.
Selanjutnya, Klaster Jasa Asuransi dan Dana Pensiun, yang terdiri dari Asuransi Jiwasraya, Asuransi ABRI (Asabri), Taspen, Jasindo, Jasa Raharja, Askrindo, dan Jamkrindo. Kemudian, Klaster Telekomunikasi dan Media, misalnya Telkom, dan LKBN Antara.
Lalu, Klaster Pembangunan Infrastruktur, di mana Erick menggabungkan BUMN karya dengan BUMN semen, dengan alasan keduanya saling membutuhkan dan dapat bersinergi, di mana di dalamnya terdapat Semen Gresik dan Semen Baturaja.
Kemudian, Klaster Pariwisata, Logistik, dan Lainnya, yang terdiri dari di antaranya Hotel Indonesia, Taman Wisata Candi, dan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). Terakhir, Klaster Sarana dan Prasarana Perhubungan, yakni seperti Angkasa Pura (AP), Kereta Api Indonesia (KAI), dan Damri.
“Alhamdulillah ini sudah jadi dan sekarang kita sedang coba merapikan di internal Kementerian BUMN. Hari ini kami sudah melantik beberapa Asisten Deputi (Asdep) Eselon II kami, supaya implementasi konkretnya bisa berjalan,” pungkas Erick Thohir.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2020
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) punya banyak angan-angan untuk mewujudkan keinginannya terkait dengan perusahaan pelat merah agar lebih maju dan kompetitif tidak saja di level domestik, tetapi juga global.
Di mata Presiden, BUMN punya potensi yang tak main-main untuk bisa jadi besar, bahkan merajai sektor-sektor esensial di kawasan pada tahap awal, lalu bermain di level global pada tahap selanjutnya.
BUMN di Tanah Air hanya perlu penanganan dan pengelolaan yang lebih profesional untuk mendorongnya berlari lebih kencang. Pasalnya, perusahaan yang salah asuhan dan salah kelola sehebat apa pun nantinya akan sulit berkembang bahkan rentan ambruk.
Hal yang pasti kini Presiden Joko Widodo menginginkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dapat bersaing di kancah internasional. Oleh karena itu, perlu adanya kemampuan merespons dan mengadaptasi secepat-cepatnya terhadap era Revolusi Industri 4.0, disrupsi teknologi, dan pandemi COVID-19.
Keinginan untuk membawanya go global dan bersaing di tingkat internasional harus dimulai dengan upaya menata, mengadaptasi pada model bisnis, menyesuaikan dengan teknologi yang berkembang termasuk dengan Revolusi Industri 4.0, disrupsi teknologi, hingga kondisi pandemi.
Kepala Negara meminta seluruh perusahaan BUMN untuk dapat beradaptasi pada model bisnis baru seiring dengan perkembangan teknologi, salah satunya dengan bekerja sama dan berkolaborasi dengan perusahaan global lainnya.
Kalau mau cepat, BUMN mau tak mau memang harus beradaptasi. Maka dari itu, cara yang paling cepat adalah bermitra dengan perusahaan global yang paling baik sekaligus untuk menyerap dan mentransfer teknologi.
Di samping itu, Presiden pun mengingatkan perusahaan BUMN untuk memperhatikan aspek perekonomian dan indikator tingkat efisiensi dari investasinya atau internal rate of return (IRR).
Faktanya memang untuk dapat bertahan pada era Revolusi Industri 4.0, suatu perusahaan perlu menyiapkan SDM dan ekosistem dengan baik agar dapat beradaptasi pada perkembangan teknologi tersebut.
Semua menyadari bahwa transformasi bisnis disertai adaptasi teknologi sudah menjadi keniscayaan, tidak bisa tidak.
Terus Berjalan
Transformasi dalam tubuh BUMN diketahui sedang terus berjalan. Sebagaimana disebutkan Menteri BUMN Erick Tohir bahwa BUMN saat ini sedang melakukan transformasi dan efisiensi besar-besaran.
Dari situ, Erick mengatakan bahwa BUMN sudah mulai terlihat hasilnya dengan meraup pendapatan sebesar Rp96 triliun sampai Semester I 2021. Kemudian, untuk laba bersih tercatat Rp26 triliun hingga Juni 2021.
Menteri BUMN Erick Tohir juga mengatakan bahwa saat ini program restrukturisasi BUMN telah sukses membawa hasil yang baik.
Upaya restrukturisasi dari 108 menjadi 41, dari 27 klaster menjadi 12 terdiri atas energi dan migas, klaster minerba, klaster industri perkebunan dan perhutanan, klaster industri pangan, klaster kesehatan, klaster industri keuangan (perbankan), klaster dana asuransi pensiun, klaster telekomunikasi, klaster infrastruktur, klaster logistik, dan lain-lain rupanya sukses mengantarkan BUMN semakin efisien dan efektif dalam menjalankan bisnisnya.
Sejauh ini kementerian yang dipimpinnya telah mendorong dan menjalankan transformasi BUMN melalui perampingan perusahaan yang dinilai terlalu banyak jumlahnya dan memfokuskan bidang usaha yang sebelumnya tidak efisien.
Di bawah komandonya, transformasi berfokus pada sisi human capital melalui penggantian jajaran direksi yang berkinerja buruk dengan yang lebih baik. Hal itu bertujuan agar sejumlah perusahaan BUMN bisa menghasilkan keuntungan bagi negara.
Bisnis model pun dipetakan mengingat BUMN selama ini dinilai terlalu besar sehingga sulit untuk diawasi, termasuk pula yang terlalu banyak bisnisnya, sehingga tidak ada punya fokus khusus.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung menilai pembenahan di Kementerian BUMN terlihat terus berjalan. Meski beberapa masalah masih ada, secara umum dapat dikatakan cukup baik.
Memang harus diakui masih ada beberapa permasalahan lama yang masih tertinggal. Namun, dalam rapat-rapat kerja yang digelar, Komisi VI DPR bersama pemerintah sudah bertekad untuk terus melakukan pembenahan.
Ketua DPP Partai NasDem ini menjelaskan bahwa harapan Presiden Jokowi untuk masa depan BUMN juga sudah dalam pemantapan yang nantinya akan dimasukkan ke dalam revisi Undang-Undang BUMN yang saat ini sedang disusun di Komisi VI DPR RI. Ia juga menyambut baik semangat Jokowi dalam membuka peluang investasi.
Aturan PMN
Pada intinya bahwa Komisi VI DPR bersama Kementerian BUMN telah menyepakati beberapa pembenahan untuk perbaikan BUMN, mulai restrukturisasi, holdingisasi, klasterisasi, dan juga aturan percepatan investasi.
Selain kebijakan tersebut, Komisi VI DPR juga telah menyepakati usulan perusahaan-perusahaan BUMN penerima Penyertaan Modal Negara (PMN) yang memang menerima penugasan dan melakukan aksi korporasi.
Dalam beberapa kasus, PMN menjadi tidak terelakan. Sementara itu, untuk aksi korporasi, PMN tersebut harus dipastikan akan dimanfaatkan secara tepat guna agar mampu memberikan kontribusi yang lebih besar bagi negara dalam bentuk dividen, pajak, dan lain sebagainya.
Selain itu, PMN juga ditekankan agar tidak digunakan untuk tambal sulam menutup kerugian akibat kesalahan manajemen.
Apalagi sebelumnya Presiden Joko Widodo sempat menyebutkan ada banyak BUMN yang terlalu sering diberi proteksi berupa PMN. Padahal, perseroan-perseroan itu sudah tidak memiliki kontribusi bagi negara.
Jokowi benar-benar tidak menginginkan ada proteksi, bahkan Presiden mendorong ketegasan agar BUMN yang sakit-sakitan tidak perlu disuntik PMN, tetapi langsung ditutup saja.
Sepertinya bukan sinisme atau kebencian yang diutarakan Jokowi, melainkan justru sebuah dorongan yang diharapkan mampu mengantarkan BUMN pada cita-cita kemajuan bersama.
Sebuah harapan yang semoga bukan semata menjadi angan-angan ketika BUMN mampu bertransformasi menjadi perusahaan kelas global yang menjadi penopang sektor-sektor esensial hingga pada akhirnya membawa kesejahteraan bagi bangsa Indonesia.
Maka, angan-angan Jokowi tak pernah salah bila menginginkan BUMN makin maju melalui transformasi menuju perusahaan pelat merah yang lebih sehat dan profesional.
Oleh Hanni Sofia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2021Tutup