Setelah proklamasi kemerdekaan yang dibacakan oleh Bung Karno, keadaan Jakarta belum sepenuhnya aman. Ketika diadakan pertemuan di Lapangan IKADA atau Ikata Atletik Jakarta, kini kompleks Monumen Nasution, ada satu tokoh yang berjasa mengkoordinir massa.
Adalah Imam Syafi'ie atau yang dikenal dengan Bang Pi'ie yang ikut menggerakkan massa untuk menghadiri rapat akbar yang dihadiri oleh Bung Karno, ditengah ketegangan dengan tentara Jepang yang berada dalam status quo setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom dan Kaisar Hirohito mengumumkan menyerah tanpa syarat.
Sebagaimana dituliskan oleh wartawan senior Alwi Shahab, Bang Pi'ie pada 19 September 1945 ia ikut berperan dalam menggerakkan massa menghadiri rapat raksasa IKADA (kini Monas) yang dihadiri satu juta massa dari Jakarta, Bekasi, Karawang, hingga Bogor.
Bang Pi'ie setelah proklamasi kemerdekaan dengan menyandang pangkat Kapten memang sudah dikenal sebagai jagoan di daerah Senen, Jakarta Pusat. Alwi menggambarkan perawakan anak betawi ini tidak terlalu besar namun memiliki kemampuan bela diri atau silat yang mumpuni. Menjadi jagoan di Senen setelah bertarung dengan jagoan di kawasan itu yang berasal dari Cibedug, Bogor.
Saat Pi'ie berhadapan dengan jawara yang badannya lebih besar darinya, ia berhasil melukai lawannya dengan menebas goloknya ke tengkuk jawara itu. Dengan luka yang dideritanya, si jawara asal Bogor itu tak pernah lagi muncul di Senen. Pertarungan itu membawa Pi'ie menjadi orang yang disegani di kawasan Senen. Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, Bang Pi'ie berperan dalam menggerakkan massa menghadiri rapat raksasa di Lapangan IKADA pada 19 September 1945. Menurut Alwi setidaknya hampir satu juta orang yang hadir dan berasal dari berbagai wilayah di Jabodetabek.
Setelah perang mempertahankan kemerdekaan berakhir dan dilakukan pengaturan komposisi di tubuh angkatan perang, ada banyak pejuang yang tidak tertampung termasuk yang berada di sekitar Jakarta. Imam Syafi'ie kemudian menghimpun mantan kombatan itu dalam organisasi Corps Bambu Runcing (COBRA). Meski bukan lagi dalam rantai komando militer, namun organisasi COBRA dikenal dengan kedisiplinannya.
Saat memimpin COBRA, Kapten Imam Syafi'ie merupakan perwira yang diperbantikan pada Komando Militer Kota Besar Djakarta (KMKBD). Dengan latar belakang kemiliterannya maka disiplin keras diterapkan. Anggota yang melakukan kejahatan akan ditindak tegas, namun demikian, menurut Alwi, sebelumnya si anggota akan ditanya mengapa melakukan kejahatan, ketika dijawab tidak punya uang dan modal, maka akan dibantu.
Tahap berikutnya, bila si anggota masih melakukan kejahatan meski telah menerima bantuan, Bang Pi'ie tak akan menghajarnya habis-habisan. Menurut Asmawi, putera dari Bang Pi'ie sebagaimana dituturkan oleh Alwi, si anggota yang melakukan kejahatan lagi padahal sudah diberi bantuan itu akan dipukul dengan buntut pari yang berduri dan bergerigi. Itu masih lebih baik dibandingkan langsung diberi pukulan tangan kanan Bang Pi'ie yang mematikan.
Imam Syafi'ie juga dekat dengan kalangan ulama. Salah satunya Habib Ali Alhabsyi, pimpinan majelis taklim Kwitang. Puncak karirnya terjadi pada 24 Februari 1966 saat ditunjuk menjadi menteri keamanan nasional dalam kabinet Dwikora yang disempurnakan. Namun kabinet ini kemudian dibubarkan oleh Soeharto yang mendapat mandat menjalan Surat Perintah 11 Maret. Ia kemudian ditahan tanpa persidangan dan setelah dibebaskan menderita sakit kemudian wafat pada 9 September 1982.
Bila kita mundur ke belakang, sebelum era Bang Pi'ie, Jakarta sejak awal abad ke-19, menurut Alwi Shahab tiap-tiap kampung memiliki jagoan. Jagoan, yang berasal dari kata Jago dan merupakan serapan dari bahasa Portugis timbul dari perlawanan akibat penindasan penjajah. Dalam cerita yang banyak dikenal dan disampaikan dari generasi ke generasi, Pitung, Bang Puase, Si Jampang adalah sosok pahlawan yang membela rakyat dari penindasan tuan tanah yang dikawal oleh centeng-centengnya.
Bagi rakyat, kehadiran jawara atau jagoan merupakan harapan untuk melepaskan dari tindakan sewenang-wenang para penindas atau pihak yang menganggu ketenteraman. Bisa jadi keberadaan satpam saat ini diharapkan bisa memberikan rasa aman yang sama bagi masyarakat maupun lingkungan dimana satpam bertugas.
Dalam sebuah sinetron tampak adegan orang yang mengenakan seragam dan topi bertuliskan Satpam tergopoh-gopoh mendatangi pemilik rumah yang setiap hari dijaganya. Tak lama kemudian si empu rumah marah-marah karena sang Satpam tidak tanggap atas perintahnya mengamankan rumah dari tamu yang mengusik ketentraman tuan rumah.
Adegan dan stereotipe tentang satpam yang culas, satpam yang kerap melakukan tindakan bodoh membuat korps Gada, demikian Satuan Pengamanan kerap disebut sering dinilai sebagai profesi yang dipandang sebelah mata. Padahal Satpam secara resmi dibentuk berdasarkan surat keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia saat masih dijabat oleh Jenderal (Pol) Awaloedin Djamin pada dekade 80an.
Sejatinya profesi tenaga pengamanan di Indonesia memiliki cerita yang panjang. Pemerhati dan penulis sejumlah buku sejarah, Petrik Matanasi dalam sebuah wawancara dengan Antara, mengatakan jejak tenaga pengamanan swasta di Indonesia bisa dikenali sejak zaman kolonial.
Petrik menyebut istilah centeng, bagi para jagoan yang menjaga rumah-rumah pribadi atau tempat yang dimiliki oleh perseorangan. Sementara untuk perkantoran dan instansi pemerintah, termasuk perkebunan, dikenal dengan nama opas.
Istilah opas bisa dijejak dalam buku Nusa Jawa Silang Budaya karya Denys Lombard tahun 1996. Dari buku itu, menurut Petrik, opas dikenali sebagai sebuah unit yang bertugas juga untuk mengamankan sebuah instalasi tertentu.
Penamaan satuan pengamanan yang dikelola oleh perusahaan Belanda kemudian berkembang menjadi Terrain Bewakking. Penamaan itu mulai populer pada periode 1940an. BPM atau Bataafse Petroleum Maatschappij, merupakan perusahaan minyak milik Belanda yang mengeksplorasi "emas hitam" di Hindia Belanda, khususnya beroperasi di Balikpapan, menggunakan istilah Terrain Bewakking yang belakangan kemudian disingkat menjadi TB.
"Tenaga pengamanan mereka disebut sebagai Terrain Bewakking, tidak hanya di tahun 1940-an, tetapi tahun 1950-an sampai 1960-an, istilah ini masih dipakai tapi disingkat, mereka menyebutnya TB (Terrain Bewakking) tadi," katanya.
Sebutan lainnya bagi satuan pengamanan di masa revolusi adalah Ondernaming Wakers. Sesuai namanya, unit pengamanan ini bertugas di perkebunan-perkebunan milik Belanda khususnya di Jawa Barat. Saat itu memang banyak perkebunan teh dan tanaman lainnya yang dikembangkan untuk kepentingan "Ibu Negeri", Kerajaan Belanda di Eropa.
"Di satu buku yang ditulis oleh orang Belanda, disebutkan kadang-kadang Onderneming Wakers yang dipekerjakan pengusaha perkebunan Belanda ini kadang-kadang mereka sering berbalik pihak setelah mereka dapat senjata dari para pengusaha itu," kata Petrik.
Ia menambahkan,"jadi kan mereka menjaga perkebunan, ya, mereka tidak hanya bawa pentungan, mereka dibekali dengan senjata api juga."
Berbeda dengan penjaga perkebunan, TB hanya dibekali pentungan dan senjata tajam sejenis kelewang.
Namun membekali Ondernaming Wakers dengan senjata ternyata juga seakan seperti buah simalakama ketika tak sedikit yang kemudian berbalik melawan pemilik perkebunan karena bergabung dengan gerilyawan atau pejuang Indonesia untuk merebut kemerdekaan.
"Untuk senjata, ya, di masa lalu, kira-kira ada dalam kondisi perang ya, seperti tadi Ondernaming Wakers mereka dibekali senjata api dan tidak jarang orang-orang Indonesia yang dijadikan Ondernaming Wakers ini mereka kemudian berbalik pihak, mereka kemudian akan kabur. Mereka sangat tidak dipercaya oleh militer Belanda biasanya. Mereka sering kali dianggap tidak loyal oleh Belanda," kata Petrik.
Dalam tulisannya, wartawan senior Alwi Shahab bercerita bagaimana opas di Batavia pada 1930an juga bertugas membantu tugas-tugas kepolisian antara lain mengatur lalu lintas dan membantu aktivitas warga lainnya.
Masih menurut Alwi dalam tulisannya, di era revolusi hingga setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan, di Jakarta dikenal Kapten Imam Syafi’ie atau Bang Pi’ie. Melalui organisasi COBRA (Corps Bambu Runcing), anak Betawi kelahiran Kemang, Jakarta Selatan disegani oleh preman Jakarta era 1950 hingga 1960.
Kepiawaian mengorganisir anak buahnya untuk membantu mengamankan Jakarta, tulis Alwi, maka kejahatan yang dilakukan oleh preman menurun. Pangkatnya di kemiliteran pun terus melaju hingga Letnan Kolonel dan sesekali membantu pengamanan Presiden Soekarno dalam beberapa kesempatan. Peran Bang Pi'ie mulai meredup setelah pergantian pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru.
Pada era Orde Baru ketika kegiatan ekonomi meningkat seiring dengan kebijakan pemerintahanan yang baru, maka unit pengamanan instansi non pemerintah dirasakan semakin penting. Ratio antara jumlah polisi dan penduduk yang tidak seimbang juga mendorong perlu adanya unit yang membantu peran polisi dalam mengamankan lingkungan.
"Tahun 1980-an itu mungkin keamanan dan ketertiban tidak seperti sekarang dan pastinya jumlah polisi seringkali dianggap kurang dan kadang-kadang untuk masalah keamanan ya kita tahu kan selain satpam ada yang namanya pertahanan sipil (hansip)," kata Petrik.
Dari kondisi itu, maka Kepolisian RI saat itu menginisiasi sebuah wadah tenaga keamanan yang ada di instansi swasta dan pemerintah melalui keputusan Kapolri nomor skep/126/12/1980 tertanggal 30 Desember 1980 yang kemudian dikenal dengan nama satuan pengamanan (Satpam).
Petrik menilai pembentukan unit penjaga keamanan memang diperlukan. Saat ini menjadi relevan karena komposisi atau rasio jumlah polisi dan warga yang dilayaninya masih belum berimbang. Bahkan meskipun sudah memenuhi rasio, keberadaan tenaga pengamanan juga masih diperlukan.
"Mereka punya tugas sama-sama menjaga kemanan dan ketertiban, hanya saja wilayahnya kalau Satpam itu kan sudah jelas ya hanya di instalasi tempat dia ditugaskan saja. Kalau polisi kan sangat luas sekali," ujarnya.
Melihat perkembangan saat ini, Petrik menilai ada beberapa hal yang perlu dikembangkan atau diperbaikan dari sisi pendidikan satpam. Selain menyetaraan dan standarisasi kemampuan satpam melalui sertifikasi, juga melihat pendidikan satpam jangan cenderung militeristik karena sehari-hari berhadapan dengan warga sipil.
Dari centeng hingga terminologi satpam, proses evolusi yang berlangsung puluhan tahun tentunya membuat satpam menjadi sosok yang mengamankan warga namun memiliki kemampuan yang terstandarisasi sehingga memenuhi ekspektasi masyarakat dan tak selalu dipandang sebelah mata atau hanya sekadar menjadi penjaga pintu belaka.
Sebagian masyarakat masih memandang tugas Satuan Pengamanan atau Satpam hanya sebagai penjaga keamanan sebuah fasilitas semata, namun saat ditelusuri lebih dalam tugas satpam jauh lebih mulia dari yang tampak dipermukaan dan penuh dengan risiko.
Direktur Pembinaan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Badya Wijaya menjelaskan bahwa ada tugas kepolisian yang diemban oleh para personel satpam.
"Satpam juga melaksanakan tugas kepolisian, karakteristik satpam adalah mengemban tugas kepolisian terbatas," kata Kombes Badya saat ditemui Antara di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Kombes Badya menjelaskan kerja sama yang sangat baik antara keduanya sangat kuat hingga satpam dan Polri tidak bisa dipisahkan, demikian juga Polri dengan satpam. Ada dua aturan hukum bagi para satpam dalam melaksanakan tugasnya, landasan hukum tersebut diatur dalam UU No.2 tahun 2002 di Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 2 berbunyi: "Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat."
Sedangkan pada Pasal 3 disebutkan: "Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan/atau pengamanan swakarsa di mana bentuk PAM Swakarsa di dalamnya adalah anggota satpam."
Kepolisian Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa yang salah satu poinnya adalah mengatur tentang warna seragam satuan pengamanan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Awi Setiyono mengatakan bahwa seragam satpam baru dimaksudkan untuk menjalin kedekatan emosional antara institusi Polri dengan satpam.
"Kemudian menumbuhkan kebanggaan satpam sebagai pengemban fungsi Kepolisian terbatas," kata Brigjen Awi di Jakarta.
Seragam baru ini juga bertujuan untuk memuliakan profesi satpam dan menambah pengelaran fungsi Kepolisian di tengah-tengah masyarakat.
Ia menjelaskan warna coklat dipilih sebagai warna seragam baru satpam karena coklat merupakan warna alami.
"Coklat merupakan warna netral yang melambangkan kebersahajaan, pondasi, stabilitas, kehangatan, rasa aman dan nyaman serta rasa percaya, keanggunan, ketabahan dan kejujuran," katanya.
Sementara itu, Badya Wijaya, dalam kesempatan terpisah menjelaskan ada filosofi dalam pemilihan warna seragam tersebut.
Filosofi pertama adalah memuliakan profesi satpam, dia mengatakan profesi satpam adalah tugas mulia penuh risiko yang dalam pelaksanaannya seorang petugas satpam bisa melaksanakan tugas yang melampaui tugas pokoknya.
"Yang pertama untuk memuliakan profesi satpam, satpam di tengah masyarakat bahkan sudah melampaui tugas pokoknya, hingga ada yang sampai mengungkap kejahatan, bahkan ada yang gugur dalam tugas karena pelaku kejahatan, cukup berisiko tugas satpam itu," kata Kombes Badya.
Sedangkan filosofi selanjutnya adalah meningkatkan kesejahteraan satpam dan tidak lagi bersifat alih daya.
"Berikutnya adalah bagaimana menjadikan satpam sebuah profesi, tidak ada lagi outsourcing, tugas satpam ini sangat mulia karena itu perlu kita kuatkan lagi dengan peraturan kapolri sehingga satpam bisa lebih terangkat harkat dan martabatnya," tuturnya.
Pada Kesempatan yang sama Kepala Sub Direktorat Satuan Pengamanan dan Polisi Khusus, AKBP Jajang Hasan Basri menjelaskan saat ini satpam masih belem bisa disebiut sebagai sebuah profesi.
Barulah berdasarkan penerapan Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2020, satpam mulai bisa dikategorikan sebagai profesi.
"Seperti yang disampaikan pak Dirbinmas tadi, satpam akan menjadi sebuah profesi, karena sekarang ini penggajiannya masih berdasarakan UMR, karenanya satpam sekarang masih sama dengan buruh," kata AKBP Jajang kepada Antara di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Dia pun berharap dengan adanya peraturan baru tersebut ada peningkatan kesejahteraan bagi para satpam demi menunjang kinerja dan profesionalnya.
"Harapannya ke depan, semua harus menyesuaikan, satpam ada jenjang kepangkatan, jenjang golongan hingga otomatis ada kesejahteraan meningkat, disitulah nilai profesionalnya dilhat," tambahnya.
Jajang mengatakan, dengan pemahaman satpam menjadi sebuah profesi, secara institusi satpam tidak bisa dianggap sebagai buruh, karena berdasarkan UU Tenaga Kerja No.13 tahun 2003 saat ini, satpam harus menjadi bagian dari serikat buruh. Dia menilai hal itu seharusnya tidak diperkenankan karena potensi konflik kepentingan.
"Padahal ketika satpam ikut serikat buruh itu bahaya, kalau serikat buruhnya unjuk rasa yang amankan siapa?" ujarnya.
AKBP Jajang kemudian menyampaikan beberapa pesan kepada para satpam terkait dengan aturan baru dari kepolisian terkait perubahan regulasi satpam.
"Saya berpesan dengan mengguna seragam yang baru, warnanya sama dengan polisi, satpam harus lebih hati-hati dalam menjalankan tugas, lebih sigap, lebih bertanggung jawab, harus lebih profesional. Kalau kemarin sudah bagus, ayo tingkatkan lebih bagus, kalau kemarin masih seadanya saja, hati-hati ke depan akan menjadi penilaian masyarakat," kata Jajang
Tidak hanya kepada para satpam, Jajang juga menyampaikan pesan kepada sesama petugas kepolisian.
"Nah ini juga himbauan kepada teman-teman polisi di lapangan. Satpam ini juga bagian dari polisi, sebagaimana di UU No2 tahun 2002 di Pasal 3 disebutkan: pengemban tugas kepolisian adalah Polri, yang dibantu Polsus, PPNS dan Pam Swakarsa. Salah satu bentuk Pam Swakarsa ini adalah Satpam," tuturnya.
"Maka di mana pun satpam berada, ada tugas polisi di situ yang dibawa oleh satpam itu walau tugas dan kewenangan mereka terbatas tidak sepenhnya seperti polisi, tapi itu tugas polisi, maka teman-teman polisi pun harus menghargai mereka," pungkasnya.
Satuan Pengamanan atau Satpam lahir pada 30 Desember 1980 ketika Kapolri saat itu Jenderal Polisi Awaloedin Djamin yang mengeluarkan surat keputusan tentang Pola Pembinaan Satuan Pengamanan.
"Kita kalau melihat sejarah pembentukan satpam harus berterima kasih kepada bapak satpam indonesia, kapolri saat itu 30 desember 1980 yang mengeluarkan SKEP/126/XII/1980," kata Direktur Pembinaan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Badya Wijaya dalam wawancara dengan Antara di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Pada saat itu Jenderal Awaloedin melihat ada ketimpangan yang sangat tidak ideal antara jumlah polisi dan penduduk. Sehingga Awaloedin mengambil sebuah langkah visioner yang tetap relevan bahkan setelah 30 tahun terbentuknya satpam.
"Beliau melihat dengan situasi yang berkembang saat itu dan jumlah anggota kepolisian yang sangat terbatas jadi perbandingan antara polisi dan jumlah penduduk sangat tidak ideal, maka dibentuklah satuan pengamanan, itulah cikal bakal satpam," tambahnya.
Selanjutnya setiap tanggal 30 Desember diperingati sebagai HUT Satpam di Indonesia dan pada tanggal 30 Desember 1993 Kepolisian Negara Republik Indonesia kemudian mengukuhkan Jenderal Polisi (Purn) Prof. DR. Awaloedin Djamin sebagai Bapak Satpam dengan mempertimbangkan jasa beliau sebagai pelopor serta tonggak berdirinya satpam di Indonesia.
"Hingga saat ini tanggal 30 Desember itu selalu diperingati sebagai HUT Satpam dan kita sudah metasbihkan Jenderal Polisi Awaloedin Djamin sebagai Bapak Satpam Indonesia," kata Kombes Pol Badya.
Semasa hidupnya beliau juga selalu memberikan motivasi dan penghargaan kepada orang-orang yang berkomitmen tinggi dalam memajukan harkat dan martabat satpam di industri keamanan.
Awaloedin Djamin lahir di Padang, Sumatera Barat pada 26 September 1927
Putra sulung Pak Djamin ini lulus PTIK tahun 1955, lalu mengikuti program Graduate School of Public and International Affair di Universitas Pittsburg, AS dan meraih gelar doktor dari School of Public Administration, Universitas California Selatan Pada tahun 1963.
Kemudian, dia menjabat sebagai lektor luar biasa di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) pada 1964. Setelah itu, karier Awaloedin beralih ke pembantu presiden menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja Kabinet Ampera (1966) dan Deputi Pangkat Urusan Khusus (1968) ketika Kapolri Hoegeng Iman Santoso masih bertugas.
Dua tahun kemudian Awaloedin menjadi Direktur Lembaga Administrasi Negara (LAN). Sebelum memimpin Polri, ia lebih dulu menduduki posisi Duta Besar untuk Jerman Barat periode tahun 1976-1978.
Pada tahun 1978, Awaloedin Jamin dilantik sebagai Kepala Kepolisian RI, di tengah kondisi keamanan di Tanah Air yang tidak menentu.
Setelah mempelajari situasi dengan seksama, jenderal lulusan Ilmu Administrasi ini mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka meningkatkan sistem keamanan di masyarakat, beliau jaga berperan besar dalam pembentukan Satuan Pengamanan (Satpam).
Masukan serta pemikiran pria yang dikenal sebagai “Bapak Satpam” ini selalu dituangkan dalam berbagai kesempatan termasuk dalam seminar, dialog, symposium, makalah dan buku yang diterbitkannya.
Dalam semasa hidupnya, Awaloedin menerima sejumlah penghargaan sebagai tanda jasanya, seperti Bintang Dharma, Bintang Bhayangkara, dan Bintang Mahaputra Adipradana.
Kemudian, penghargaan lain yang juga diterima Awaloedin, yakni Satya Lencana Perang Kemerdekaan (I dan II), Satya Lencana Karya Bhakti, Satya Lencana Yana Utama, Satya Lencana Panca Warsa, Satya Lancana Peringkat Perjuangan Kemerdekaan RI, dan Satya Lencana Penegak Veteran Pejuang Kemerdekaan RI.
Tak hanya penghargaan dalam negeri, Awaloedin juga pernah menerima Das Gross Rreuz dari jerman Barat dan The Philipine Legion of Honor dari Pemerintah Filipina.
Korps Bhayangkara pun berduka dengan berpulangnya Jenderal Polisi Awaloedin Djamin yang tutup usia pada usia 91 tahun pada Kamis 31 Januari 2019, pukul 14.45 WIB di Rumah Sakit Medistra, Jakarta.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Awi Setiyono pada Selasa 15 September 2020 mengumumkan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa.
Salh satunya adalah perubahan warna seragam satpam menjadi warna coklat yang sama dengan yang digunakan oleh Korps Bhayangkara.
Awi mengatakan tujuan penggantian warna seragam tersebut dimaksudkan untuk menjalin kedekatan emosional antara institusi Polri dengan satpam.
"Kemudian menumbuhkan kebanggaan satpam sebagai pengemban fungsi Kepolisian terbatas," kata Brigjen Awi di Jakarta, Selasa.
Seragam baru ini juga bertujuan untuk memuliakan profesi satpam dan menambah pengelaran fungsi Kepolisian di tengah-tengah masyarakat.
Pada kesempatan terpisah, Elisa Lumbantoruan, CEO PT ISS Indonesia yang merupakan salah satu perusahaan penyedia jasa pengamanan juga mengatakan hal senada.
Dia mengatakan pada dasarnya tugas satpam adalah tanggung jawab kepolisian yang didelegasikan kepada perusahaan swasta, tentunya harus ada standarisasi yang harus diikuti perusahaan penyedia jasa keamanan yang saat ini masih menggunakan seragam satpam warna putih.
"Mungkin untuk melihatnya ke arah bahwa ini adanya menekankan kembali bahwa tugas yang diemban oleh satpam ini adalah tugas kepolisian," kata Elisa kepada Antara.
Pada Kesempatan yang sama Kepala Sub Direktorat Satuan Pengamanan dan Polisi Khusus, AKBP Jajang Hasan Basri menjelaskan saat ini satpam masih belem bisa disebut sebagai sebuah profesi.
Barulah berdasarkan penerapan Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2020, satpam mulai bisa dikategorikan sebagai profesi.
"Seperti yang disampaikan pak Dirbinmas tadi, satpam akan menjadi sebuah profesi, karena sekarang ini penggajiannya masih berdasarakan UMR, karenanya satpam sekarang masih sama dengan buruh," kata AKBP Jajang kepada Antara di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Dia pun berharap dengan adanya peraturan baru tersebut ada peningkatan kesejahteraan bagi para satpam demi menunjang kinerja dan profesionalnya.
"Harapannya ke depan, semua harus menyesuaikan, satpam ada jenjang kepangkatan, jenjang golongan hingga otomatis ada kesejahteraan meningkat, disitulah nilai profesionalnya dilhat," tambahnya.
Jajang mengatakan dengan satpam menjadi sebuah profesi, secara institusi satpam tidak bisa dianggap sebagai buruh, karena berdasarkan UU Tenaga Kerja No.13 tahun 2003 saat ini, satpam harus menjadi bagian dari serikat buruh. Dia menilai hal itu seharusnya tidak diperkenankan karena potensi konflik kepentingan.
"Padahal ketika satpam ikut serikat buruh itu bahaya, kalau serikat buruhnya unjuk rasa yang amankan siapa?" ujarnya.
Elisa Lumbantoruan, juga memberikan pandangan yang sama terkait pemisahan satpam dari serikat buruh dengan peraturan baru ini. Dia mengatakan sangat penting bagi para petugas satpam bahwa mereka saat bertugas sedang menjalankan tugas kepolisian terbatas.
"Saya melihatnya itu sangat penting karena kalau selama ini satpam ini melihat mereka ini adalah profesi sendiri yang tidak ada kaitannya dengan kepolsiian," kata dia
"Di beberapa kasus ada kejadian mereka ikut demo, jadi demo karyawan misalnya dan mengatakan kami satpam juga karyawan punya hak untuk melakukan demo, mereka lupa bahwa mereka sebenarnya melaksanakan tugas kepolisian dan tugas kepolsian ini mereka tida boleh demo, kalau mereka demo mereka harus keluar dari anggota satpam," pungkasnya.
Senyumnya mengembang ketika sepasang suami-istri paruh baya melangkah hendak masuk ke dalam sebuah bank. Tak hanya senyum, ia pun kemudian membukakan pintu seraya menyapa sekaligus menanyakan apa yang bisa dibantu. Itulah potret keseharian anggota satuan pengamanan (Satpam) yang bertugas di berbagai bank yang lazim kita temui.
Ramah, bersikap membantu dan informatif adalah sikap-sikap dasar yang ditanamkan dalam pendidikan anggota Satpam disamping berbagai kemampuan lainnya yang berkaitan dengan tugas utama mereka menjaga keamanan dan memastikan ketertiban lingkungan dimana mereka bekerja. Tenaga Satpam digunakan secara meluas di kawasan perkantoran, perindustrian, lokasi wisata dan juga perumahan.
Kebutuhan anggota Satpam profesional yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, membuat banyak perusahaan penyedia tenaga keamanan swasta yang berkembang dan siap melayani kebutuhan klien untuk merasa aman.
Walaupun masih banyak anggota Satpam yang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang terstandarisasi dan hanya sekadar menjadi pekerjaan "sementara" , namun sesungguhnya aturan mengenai tata kerja, pola rekrutmen, standar kemampuan, seragam hingga aturan mengenai pemberhentian dari keanggotaan Satpam diatur dalam keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Diawali pada zaman kepemimpinan Jenderal (Pol) Awaloedin Djamin, peraturan terbaru Kapolri tentang satpam dituangkan dalam Peraturan Kepolisian Negara Repubik Indonesia nomor 4 tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa.
Dalam keputusan yang ditandatangani oleh Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis pada 5 Agustus 2020 itu, satpam memiliki tugas menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya secara swakarsa guna mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban.
Tahapan yang harus dilalui oleh anggota satpam pun tidak main-main. Ada tiga tahapan yang harus dilalui sebelum seseorang resmi mendapatkan penugasan sebagai anggota satpam. Dari mulai tahap perekrutan, tahap pelatihan dan akhirnya pengukuhan.
Untuk dapat ikut dalam tahap perekrutan, ada 10 syarat yang dipenuhi yaitu warga negara Indonesia, lulus tes kesehatan, lulu tes kesemaptaan , lulus psikotes, bebas narkoba, menyertakan surat keterangan catatan kepolisian, melampirkan surat pernyataan tidak pernah dijatuhi hukuman pidana, berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umu atau sederajat.
Ada tinggi minimal yang harus dipenuhi yaitu 160 cm untuk pria dan 155 cm untuk perempuan dengan minimal usia saat mendaftar adalah 18 tahun dan maksimal 50 tahun.
Tingkatan pelatihannya pun ternyata memiliki tiga lapis, dari mulai Gada Pratama, kemudian Gada Madya dan yang paling tinggi Gada Utama. Selain tingkatan pendidikan yang berlapis, kepangkatan saat menjalankan tugas juga terbagi menjadi tiga masing-masing manajer, supervisor dan pelaksana.
Masing-masing kepangkatan juga terdiri dari tiga tingkatan. Manajer terbagi dari manajer, manajer madya dan manajer utama. Supervisor dan pelaksana juga memiliki pembagian tingkatan yang sama pula.
Sama seperti profesi lainnya, satpam pun memiliki uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikasi. Dengan tiga tingkatan pendidikan yaitu Gada Utama, Gada Madya dan Gada Pratama, maka kompetensi untuk masing-masing tingkatan juga berbeda.
Sebagai informasi saja, untuk sertifikasi Gada Utama , seorang anggota satpam harus mampu menentukan tingkat resiko keamanan area kerja, menentukan tingkat kerawanan area kerja, menyusun rencana pengamanan, menyusun standar operasional prosedur, melaksanakan manajemen tanggap darurat, menangani konflik di lingkungan kerja dan menyusun desain simulasi pengamanan.
Pelatihan satpam juga bukan hal yang mudah. Chief Executive Officer (CEO) ISS Indonesia Elisa Lumbantoruan dalam sebuah kesempatan wawancara dengan Antara mengatakan selama 21 hari pelatihan Gada Pratama, tidak serta merta 100 persen peserta lulus, ada pula yang gagal.
Selain itu Elisa juga menjelaskan peran satpam yang tak lepas dari tugas yang juga diemban oleh petugas kepolisian yaitu memberikan rasa aman bukan hanya sekadar di lingkungan tempat ia bekerja, namun juga lebih luas daripada itu.
Karenanya, profesi satpam tidak bisa dipandang remeh. Satpam dengan segala kemampuan dan kualifikasi yang dimilikinya bukan hanya sekadar penjaga pintu belaka, namun juga penjaga keamanan serta memastikan tidak ada ancaman di lingkungan yang menjadi tanggungjawabnya, sekaligus sosok ramah yang siap membantu masyarakat.