Sekali masa dalam sejarah Indonesia modern, pemuda pemudi di awal usia 20-an telah sukses mengubah nasib bangsa.
Itu terjadi dalam Kongres Pemuda Kedua di Jakarta pada 28 Oktober 1928, ketika lebih dari 700 pemuda dan pemudi dari berbagai bagian Hindia Belanda dengan berani berjanji "Satu Bangsa, Satu Negara, Satu Bahasa – Indonesia."
Roda waktu bergulir, sejarah berulang. Kini para pemuda berkesempatan ambil kendali dalam menentukan arah Republik.
Indonesia akan menggelar pemilihan umum pada 2024 dengan jumlah total pemilih diperkirakan mencapai 74 persen dari total populasi Indonesia, sebagian di antaranya adalah pemilih pemula.
Generasi muda di rentang usia 17-40 tahun akan mendominasi pemilih secara nasional, dengan porsi 53-55 persen atau sekitar 107 juta dari total jumlah pemilih sebanyak 204,8 juta.
Hampir lebih dari setengah total pemilih pada Pemilu 2024 adalah pemilih pemula.
Seberapa cakap literasi politikmu sebagai Gen Y dan Gen Z?
Mulai kuisPemilih muda di Pemilu 2024
Data Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mencatat bahwa angka pemilih muda di tahun 2024 diproyeksikan akan mencapai 54 persen dari basis pemilih yang berjumlah lebih dari 190 juta populasi di Indonesia.
Baca selengkapnyaPemilih muda di Pemilu 2024
Sebentar lagi, Indonesia akan merayakan pesta demokrasi besar-besaran dengan menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) baik pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) pada awal tahun 2024, serta pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 secara serentak.
Data Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mencatat bahwa angka pemilih muda di tahun 2024 diproyeksikan akan mencapai 54 persen dari basis pemilih yang berjumlah lebih dari 190 juta populasi di Indonesia.
Laporan yang bertajuk “Pemilih Muda dan Pemilu 2024: Dinamika dan Preferensi Sosial Politik Pasca Pandemi” oleh Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS tersebut juga menyebutkan bahwa tingkat partisipasi pemilih muda pada tahun 2019 meningkat dibandingkan pada tahun 2014 dengan pertumbuhan sebesar 5,4 persen, jika dikonversikan dalam angka riil sebanyak 293 pemilih muda yang ikut berpartisipasi dalam politik pada tahun 2019.
Namun, meningkatnya partisipasi pemilih muda dalam pemilu yang akan datang masih diwarnai dengan kecilnya ketertarikan pemilih muda untuk terjun ke dalam dunia politik.
Hasil dari data CSIS menyatakan sebagian kecil dari pemilih muda berkeinginan untuk menjadi anggota legislatif atau kepala daerah dengan angka mendekati 15 persen. Sisanya masih menolak dan tidak ingin menjadi anggota legislatif atau kepala daerah.
Perbandingannya cukup besar dengan minat mereka untuk bergabung dalam partai politik. Hanya 1,1 persen yang tertarik untuk menjadi anggota partai politik, sementara 97,9 persen lainnya menyatakan kurang minat untuk bergabung.
Meskipun demikian, laporan dari CSIS tersebut juga menyatakan meningkatnya partisipasi pemilih muda untuk memberikan suara, sehingga dapat menggambarkan pesta demokrasi yang menjanjikan. Ditambah dengan penggunaan media sosial dewasa ini, mendorong harapan akan partisipasi yang lebih tinggi di tahun 2024 mendatang.
Kemudian CSIS menemukan bahwa aktivitas politik yang paling digemari pemilih muda ternyata sangat dekat dengan media sosial. Hal ini terlihat dari angka 17,7 persen menyatakan pernah menyampaikan pendapat di media sosial, kemudian disusul 6 persen yang pernah menyampaikan pendapat ke pejabat publik secara langsung dan ditutup dengan 2,4 persen yang pernah mendonasikan uang untuk kegiatan partai politik.
Beralih dari aktivitas politik yang digemari anak-anak muda, politisi juga turut memperhatikan tingkat kepercayaan dari anak-anak muda terhadap lembaga negara.
CSIS mencantumkan 11 lembaga negara untuk menanyakan kepercayaan yang dimiliki terhadap 11 lembaga negara tersebut, hasil rata-rata dari tingkat kepercayaan pemilih muda kepada 11 lembaga tersebut sebesar 75,3 persen. Terdapat empat lembaga yang dibawah rata-rata.
Empat lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI).
Kendati demikian, pemilih muda masih menaruh kepercayaan yang besar terhadap lembaga negara lainnya. Empat lembaga yang meraih kepercayaan tertinggi dari pemilih muda adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebesar 93,5 persen, kemudian di nomor ke-2 adalah Presiden dengan 86,4 persen, disusul di nomor ke-3 yaitu Mahkamah Agung dengan 80,7 persen dan yang terakhir Kejaksaan Agung dengan 80,7 persen.
Kepercayaan yang tinggi akan lembaga negara juga didukung melalui besarnya kebebasan pemilih muda untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah dengan angka 54,3 persen dan kebebasan pemilih muda untuk berpendapat di muka umum sebesar 71,1 persen.
Dapat disimpulkan bahwa pemilih muda masih mempercayai negara dan sistem demokrasinya yang dianut dibuktikan dengan besaran-besaran di atas dan suara 62 persen yang merasa puas terhadap sistem demokrasi.
Selanjutnya, CSIS menilik lebih dalam mengenai persepsi kepemimpinan nasional yang dibutuhkan masyarakat Indonesia. Pertanyaan yang diajukan seputar karakter pemimpin, isu-isu strategis yang menjadi perhatian pemilih muda dan kompetensi presiden yang cocok di tahun 2024.
Menurut pemilih muda, karakter pemimpin yang cocok berdasarkan tiga teratas adalah jujur/tidak korupsi sebanyak 34,8 persen, merakyat dan sederhana sebesar 15,9 persen dan ketegasan/berwibawa dengan angka 12,4 persen.
Jika mengenai isu strategis yang menjadi atensi terbesar dari pemilih muda, terdapat tiga isu teratas yang mendapat tempat tersebut di mata pemilih muda yaitu, kesejahteraan masyarakat mencapai 44,4 persen, sementara itu isu lapangan kerja dengan angka 21,3 persen dan pemberantasan korupsi yang berjumlah 15,9 persen.
Kemudian tiga kompetensi presiden yang penting dimiliki dari sudut pandang pemilih muda, pertama kemampuan membuat perubahan yakni 28,7 persen, mampu memimpin di saat krisis sebanyak 21,0 persen serta sanggup membuat kebijakan yang inovatif sebesar 14,8 persen.
Berdasarkan data-data sebelumnya pemilih muda membutuhkan pemimpin yang jujur, mampu mensejahterakan masyarakat dan membuat perubahan.
Lantas bagaimana pemilih muda melihat tiga calon presiden saat ini?
CSIS menampilkan 14 nama tokoh Indonesia dan menanyakan apakah para pemilih muda mengenal dan menyukai nama-nama tersebut. Hasil dari data tersebut disusun berdasarkan tingkat popularitas pemilih muda mengenal tokoh-tokoh.
Prabowo Subianto muncul di peringkat teratas dengan besaran 96,9 persen mengenal dan 81,1 persennya mengaku suka terhadap Prabowo. Di bawah dari nama bakal calon presiden nomor urut 2 tersebut, terdapat Anies Baswedan dengan 91,0 persen mengenal dan 85,6 persennya mengaku suka terhadap Anies.
Setelah melihat dua nama tersebut di peringkat teratas, bakal calon presiden nomor urut 1, Ganjar Pranowo, muncul di peringkat ke-5 dengan 72,7 persen mengenal dan 89,9 persennya mengaku suka terhadap Ganjar.
Nama-nama lain yang hadir dari 14 nama tersebut adalah Erick Thohir dengan peringkat ke-7, Agus Harimurti Yudhoyono setelah Erick di peringkat ke-8 dan disusul oleh Muhaimin Iskandar atau yang lebih dikenal dengan nama Cak Imin di peringkat ke-11.
Tingkat popularitas justru berbeda jauh dengan tingkat elektabilitas. CSIS memberikan 3 nama bakal calon presiden saat ini dan menemukan bahwa Ganjar Pranowo menempati posisi pertama dengan 33,3 persen, disusul oleh Anies Baswedan 27,5 persen dan Prabowo Subianto di posisi ke-3 dengan 25,7 persen.
Selain mengukur hal-hal tersebut, CSIS juga mengukur kemantapan pilihan dari pemilih muda. Hasilnya mengungkapkan jika mereka masih dapat mengubah pilihan calon presiden atau calon legislatif. Sebanyak 51,0 persen mengaku masih mungkin berubah di pilihan calon presiden dan 58,1 persen mengaku masih mungkin berubah di pilihan calon legislatif.
Seluruh analisis data dari CSIS ini menyimpulkan dua hal. Pertama, mendekati tahun pesta demokrasi, pandangan pemimpin tahun 2024 terkait isu-isu seperti kesehatan lingkungan, ketenagakerjaan, demokrasi, dan pemberantasan korupsi akan berdampak pada dukungan atau pilihan yang diberikan oleh anak muda. Selanjutnya, kriteria yang diinginkan oleh pemilih muda untuk pemimpin dalam Pemilu 2024 adalah sosok yang bersih dan anti-korupsi, inovatif, serta memiliki kemampuan kepemimpinan yang mumpuni, terutama dalam menghadapi situasi krisis.
PEMILIH DALAM PEMILU 2024
Pemilih muda dari generasi milenial dan Z berjumlah lebih dari 56 persen dari total pemilih dalam Pemilu 2024. Komisi Pemilihan Umum pun berupaya merangkul pemilih muda agar menggunakan hak pilihnya.
Pre-boomer
(Kelahiran ≤1945)
(1,74%)
Baby boomer
(1946-1964)
(13,73%)
Gen X
(1965-1980)
(28,07%)
Milenial
(1981-1996)
(33,60%)
Gen Z
(1997-2012)
(22,85%)
IMBAUAN UNTUK PEMILIH MUDA
Cari informasi tentang visi, misi dan program peserta pemilu sebelum menentukan pilihan.
Utamakan gagasan dan ketajaman program kerja peserta pemilu daripada hanya gimik.
Dukung kampanye damai dan tidak mudah terprovokasi informasi yang terindikasi memecah belah.
Salurkan suara pada saat pemungutan 14 Februari 2024.
UPAYA KPU MERANGKUL PEMILIH MUDA
Bekerja sama dengan media sosial untuk sosialisasi informasi kepemiluan.
Menggelar KPU Goes to Campus, School dan Pesantren di berbagai provinsi.
Menggelar Kirab Pemilu 2024 dengan kegiatan menarik untuk generasi muda.
Merekrut Relawan Demokrasi di tingkat kabupaten untuk sosialisasi ke masyarakat.
Anak muda selain sebagai pemilih dan memang posisinya sangat signifikan jumlahnya, juga memiliki kekritisan dan daya mencari informasi yang lengkap sehingga menjadi harapan tersendiri.”
- August Mellaz (Anggota KPU RI)
Peran penting pemilih muda untuk membentuk lanskap politik baru di Indonesia
Suara anak muda dalam lanskap politik mendatang akan mencapai lebih dari 50 persen. Jika tidak digarap dengan baik, maka potensinya akan hilang.
Baca selengkapnyaPeran penting pemilih muda untuk membentuk lanskap politik baru di Indonesia
Suara anak muda dalam lanskap politik mendatang akan mencapai lebih dari 50 persen. Jika tidak digarap dengan baik, maka potensinya akan hilang.
Hal ini diungkap oleh Mouliza K. D. Sweinstani, peneliti politik Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) kepada ANTARA pada Jumat (12/1).
“Tadi datanya itu 58,6 persen itu adalah pemilih muda. Itu kan banyak banget. Dan inilah kemudian lebih dari setengah pemilih itu adalah anak-anak muda, dan ini bisa menjadi weakness (kelemahan), tapi juga bisa jadi strength (kekuatan),” katanya tentang potensi suara anak muda menjelang kontestasi politik 2024.
Untuk memanfaatkan suara pemilih muda ini, Mouliza mengatakan politisi perlu menyadari bahwa pemilih muda saat ini memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan generasi-generasi sebelumnya.
“Mereka sangat rasional, dan ini juga bisa menjadi tantangan ketika rasionalitas mereka ini tidak diperhatikan dengan baik, maka mereka bisa saja justru tidak, sama sekali tidak menjatuhkan pilihan,” katanya.
Media sosial menjadi salah satu jalan terbaik untuk politisi menangkap suara muda. Peran media sosial sangat besar dalam pesta demokrasi yang akan datang.
“Ya, kalau peran suara anak-anak muda di media sosial saat ini itu memang sangat ini ya, masif sekali,” ucap Mouliza.
Tetapi menurutnya, media sosial tidak serta-merta meningkatkan keterpilihan atau elektabilitas dari politisi. Bagi Mouliza, ada tahap-tahap penting yang harus dilalui sebelum akhirnya anak muda menyumbangkan suaranya.
“Karena lagi-lagi kalau misalnya kita ngomongin tentang keterpilihan, itu kan kita ada, yang pertama adalah popularitas, akseptabilitas, kemudian elektabilitas,” katanya.
Mouliza memberi contoh ketika debat calon presiden (capres) berlangsung pada 22 Desember 2023, media sosial Twitter atau yang sekarang dikenal dengan nama X, berkembang sentimen negatif mengenai pasangan calon (paslon) nomor urut 2. Meskipun menuai sentimen negatif, hal tersebut tidak dapat dijadikan patokan keterpilihan suara muda.
“Pada saat debat ketiga berlangsung, itu sentimen di Twitter, sentimen negatif itu memang paling banyak ke pasangan 02. Tapi apakah kemudian kita bisa menyimpulkan bahwa, oh oke di Twitter itu 02 sentimennya negatif, berarti 02 nanti suaranya akan rendah pada saat pemilu, itu kita nggak bisa menyimpulkan seperti itu,” ucap Mouliza.
Jadi, keterpilihan memerlukan proses yang panjang dari sekadar popularitas yang dicapai maupun akseptabilitas masyarakat.
Di sisi lain, Mouliza mengatakan bahwa anak muda masih dapat menggunakan media sosial untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.
“Tapi kalau kita bilang bahwa partisipasi di media sosial itu at some point (pada satu ketika), somehow (entah bagaimana) bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah, itu iya. Karena dengan adanya viralisme, kemudian pasti pemerintah itu akhirnya akan, tergerak ya, karena pemerintah juga butuh brand image (citra merek) ya, butuh citranya supaya tetap baik di depan masyarakat,” katanya.
Kemudian ia memberikan salah satu peristiwa yang menggerakan pemerintah yaitu mengenai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Jika anak muda dan publik tidak mempopulerkan hal tersebut melalui media sosial, maka mungkin saja tidak ada masalah Mahkamah Konstitusi (MK) yang diusut oleh MKMK.
Menurut Mouliza, dengan adanya media sosial mampu berpengaruh terhadap pergerakan pemerintah. Kalau dapat dikatakan, upaya ini hanya dimiliki oleh generasi muda saat ini yaitu generasi milenial dan generasi Z. Mereka lahir di era yang sudah terdigitalisasi dan canggih. Selain itu, anak muda yang ada saat ini sudah hidup dengan stabilitas politik sehingga hal itulah yang membentuk perspektif serta partisipasi politik yang berbeda dibandingkan generasi-generasi sebelumnya.
“Karena memang mereka, kalau misalnya kita lihat dari background-nya (latar belakang) gitu, mereka adalah generasi-generasi yang lahir dengan situasi politik pada saat itu sudah lebih stabil. Nah, inilah kemudian yang shaping bagaimana kemudian perspektif mereka terhadap politik. Termasuk shaping (membentuk) partisipasi politik mereka,” ucap Mouliza.
Ia menerangkan anak-anak muda saat ini lebih menyukai partisipasi politik secara non-formal seperti membuat siniar, merekam konten di media sosial TikTok, membahas calon legislatif (caleg) dan lainnya. Hal ini berbeda jauh dari upaya partisipasi politik yang dilakukan generasi-generasi sebelumnya.
“Kalau dulu memang kita berpartisipasi politik itu ikut demo, atau misalnya kita ikut diskusi terbuka yang diselenggarakan oleh pejabat publik,” kata Mouliza.
Ungkapan Mouliza membuktikan bahwa anak-anak muda tidak apolitis tetapi sebaliknya, mereka telah mengubah cara mereka berpartisipasi dalam politik, mengadopsi bentuk yang lebih baru.
Menjelang pesta demokrasi yang semakin dekat, Mouliza mengajak semua anak muda untuk mengawal perjalanan pemerintahan dengan cermat.
“Maka itu jadi tanggung jawab teman-teman muda dan seluruh masyarakat Indonesia itu untuk tetap mengontrol pemerintah, overseeing (mengawasi) pemerintah, itu sangat penting,” pesan Mouliza kepada anak-anak muda dan seluruh masyarakat Indonesia untuk menyambut pesta demokrasi yang akan datang.
Menakar karakter politik milenial dan gen Z
Generasi muda masih bisa melakukan perubahan pada masa depan bangsa ini dengan mengisi peran-peran strategis, demikian kata Prof. Dr. Hamdi Moeloek, M.Si, kepada ANTARA pada Senin (18/12).
Baca selengkapnyaMenakar karakter politik milenial dan gen Z
Generasi muda masih bisa melakukan perubahan pada masa depan bangsa ini dengan mengisi peran-peran strategis, demikian kata Prof. Dr. Hamdi Moeloek, M.Si, kepada ANTARA pada Senin (18/12).
“Tapi saya mungkin yakin suatu waktu perubahan itu biasanya memang didorong juga oleh anak-anak muda, sih. Banyak tempat kan begitu. Perubahan itu selalu lebih mungkin datang dari jumlah anak-anak muda yang tercerahkan banyak,” ucap Hamdi.
Ahli psikologi politik dari Universitas Indonesia tersebut menyampaikan bahwa jika anak-anak muda mengisi tempat-tempat strategis lalu bekerja sama untuk menciptakan perubahan, hal ini punya kemungkinan untuk tercapai walaupun dengan kemungkinan yang sangat kecil.
“Mereka mungkin bersinergi mencari cara-cara yang mungkin kalau, walaupun peluangnya selubang jarum, tapi berusaha dia masuk ke situ sekecil apapun probabilitasnya, kesempatannya dan mereka gigih, gitu, mungkin bisa,” ucap Hamdi.
Kemudian dari pandangan Hamdi, anak-anak muda juga merasakan bahwa menyuarakan isu politik tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupannya, maka dari itu mereka memilih untuk melakukan kegiatan lain ketimbang menyumbangkan suaranya.
“Ini ada calon yang bagus lah buat saya lah. Ini terlalu banyak janji-janji.” ujar Hamdi saat menjelaskan sikap anak-anak milenial dan gen Z dalam melihat politisi.
Guru Besar Universitas Indonesia itu juga menerangkan bahwa anak-anak muda juga sudah sangat mahir dalam menggunakan alat-alat digital. Mereka, kata Hamdi, sudah menjadi digital native atau layaknya berbahasa anak-anak dengan alat-alat digital seperti menggunakan bahasa ibu. Hal inilah yang menjadi bentrokan dari sisi anak muda dengan politisi serta kesempatan bagi politisi untuk menyelaraskan diri dengan anak-anak muda.
“Mereka kan sekarang memang rata-rata, memang generasi digital native (lahir dengan dunia digital), ya. Lahir tuh sudah ada internet. Yang disebut dengan digital native. Nah, tinggal sekarang bagaimana politisi bisa menangkap hal itu. Ya, mereka harus adaptasi kepada dunia-dunia,” ucap Hamdi.
Politisi saat ini, menurut Hamdi, tidak lagi dapat menggunakan cara-cara lama untuk menggaet suara anak-anak muda. Kalau menilik dari cara-cara yang lama, ia mengatakan politisi harus dekat-dekat dengan penguasa dan beretorika.
“Kalau dulu generasi saya mau masuk politik kan, anda dekat-dekat lah dengan kekuasaan misalnya. Anda kongkalingkong lah dengan ormas-ormas. Terus agak menjilat-menjilat kira-kira gitu lah. Minta cari muka. Retorikanya besar-besar gitu loh. Mereka bilang old politic (politik tua), politik orang tua,” kata Hamdi.
Menurutnya, politik anak muda berbeda jauh. Anak-anak muda tidak lagi terpesona dengan retorika politisi seperti berapi-api dalam berpidato dan lainnya. Bagi anak-anak muda saat ini, yang terpenting adalah rekam jejak politisi.
“Kalau mereka nggak melihat rekam-rekam jejak yang nyata, dalam keseharian, dalam bentuk-bentuk yang konkret. Prestasi kamu apa? Apa yang sudah kamu kerjakan?” ucapnya.
Jadi, lanjut Hamdi, anak-anak muda saat ini lebih mementingkan hal yang konkret ketimbang retorika yang dibawakan oleh politisi.
Di sisi lain, Hamdi mengatakan bahwa anak-anak muda lebih memperhatikan isu-isu sosial. Mereka juga kurang begitu minat akan isu atau topik seperti kebijakan ekonomi, hilirisasi dan lain sejenisnya karena dinilai cukup berat.
“Kalau maksudnya, mereka sekarang care (peduli) dengan isu lingkungan. Iya. Kalau itu dianggap isu politik ya. Karena berkait dengan kebijakan, emisi karbon, gitu. Bahkan gender, mereka concern (perhatian) gitu loh,” katanya.
Selain isu yang dinilai berat, salah satu alasan yang memicu kurang minatnya anak-anak muda akan politik adalah gerontokrasi yang berarti pemerintah atau badan pemerintahan yang dikendalikan oleh orang-orang tua.
“Lihat aja komposisi anggota DPR dan orang yang dicalonkan ulang, itu biasanya yang udah 2-3 kali menjabat di incumbent (petahana) gitu di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu, tahun kemarin dia udah anggota juga. Kan umurnya udah tua itu pasti. Udah 40-50 tahun calonnya lagi gitu loh,” ujar Hamdi.
Berbeda dengan yang ada di dunia saat ini, kata Hamdi, justru banyak anak-anak muda yang masuk ke dalam dunia politik. Layaknya Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, lalu ada juga anggota-anggota parlemen lain yang merupakan anak-anak muda.
Kemudian, ia menerangkan bahwa sistem parlemen di Indonesia membuka peluang besar bagi orang-orang yang sudah menjadi calon legislatif (caleg) dapat kembali menjadi caleg lagi bahkan sampai tiga kali menjabat.
“Coba Anda lihat ya, kan. Komposisi caleg DPR itu, hampir 70 persen orang dicalonkan lagi yang sudah pernah dua atau tiga kali. DPR tuh gak ada batasan loh,” katanya.
Strategi menaklukkan hati para pemilih muda
Pemilu 2024 diprediksi menjadi yang paling krusial dalam sejarah Indonesia. Tidak hanya menentukan arah kepemimpinan lima tahun ke depan, tetapi juga menjadi momen bersejarah sebagai pemilu pertama dengan mayoritas pemilih berasal dari kalangan muda.
Baca selengkapnyaStrategi menaklukkan hati para pemilih muda
Pemilu 2024 diprediksi menjadi yang paling krusial dalam sejarah Indonesia. Tidak hanya menentukan arah kepemimpinan lima tahun ke depan, tetapi juga menjadi momen bersejarah sebagai pemilu pertama dengan mayoritas pemilih berasal dari kalangan muda.
Generasi muda, yang sebagian besar mendominasi pemilih pada pemilu kali ini, memiliki karakter yang mahir pada teknologi digital. Keahlian mereka tidak hanya terbatas pada pengoperasian perangkat digital, tetapi juga mencakup kemampuan kritis dalam menilai rekam jejak politisi. Bagi mereka, substansi dan hal-hal konkret menjadi fokus utama.
Lantas, muncul berbagai cara dari ketiga pasangan calon (paslon) nomor urut 1 sampai 3 untuk menggaet pemilih muda.
Paslon nomor urut 2 Prabowo dan Gibran misalnya, menonjolkan gimik gemoy (kata plesetan yang berasal dari kata “gemas”) yang beredar di media sosial TikTok dan Twitter sebagai usaha untuk menarik suara anak muda. Usaha ini dikonfirmasi oleh Zebi Magnolia Fawwaz, calon legislatif (caleg) PSI yang juga terlibat dalam mengangkat gimik gemoy paslon nomor urut 2.
“Sekarang aja udah ada banyak survei ini yang keluar, terkait presiden, capres dan lain-lain, orang-orang itu masih 1 persen doang yang baca program sama visi-misi gitu. Tapi mereka \kebanyakan lihatnya dari likability (rasa suka). Dari situ kita dapet nih, oh suka nih sama Pak Prabowo. Dari situ mereka pengen menggali lebih dalam, pak Prabowo ngapain sih, nanti kalau misalnya mau jadi presiden gitu,” kata Zebi.
Jadi menurut Zebi, gimik tersebut digunakan sebagai pancingan bagi anak-anak muda untuk akhirnya dapat mendalami paslon nomor urut 2 secara visi, misi hingga program.
Selain itu, paslon lain juga melakukan banyak hal yang menarik perhatian anak-anak muda, seperti Anies Baswedan dengan siaran langsung di media TikTok kemudian Ganjar Pranowo dengan meme penguin di media Twitter.
Melihat dari banyaknya usaha yang dilakukan paslon nomor urut 1 sampai 3, ANTARA mewawancarai Prof. Dr. Firman Noor, MA peneliti dari Pusat Riset Politik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mendalami pandangan pakar politik dalam menggaet suara muda.
“Pada zaman orde baru, ada namanya pak Harmoko. Pak Harmoko itu buat koran namanya Pos Kota. Pos Kota itu buat saya, sampah. Maksud saya sampah itu, intinya memang beda sama Kompas lah,” kata Firman kepada ANTARA pada Kamis (04/01) lalu menceritakan tentang sejarah koran Pos Kota sebagai salah satu contoh menggaet suara masyarakat kala itu.
Pak Harmoko, lanjut Firman, kemudian ditanyakan oleh wartawan mengapa membuat koran yang tidak bermutu. Harmoko menjawab sebagaimana koran Pos Kota direpresentasikan, sedemikian juga tingkat pendidikan di masyarakat saat itu.
“Jadi, kalau kamu ingin mendapatkan sesuatu yang mudah diterima oleh mereka, bikin koran seperti itu. Intinya adalah seorang politisi itu harus bicara dengan konsistensi dan media yang sesuai dengan zamannya,” ucap Firman tentang pesan dari kisah pak Harmoko.
Firman kemudian mengungkapkan bahwa selain relevansi dalam berkomunikasi dengan anak-anak muda. Politisi juga perlu memahami bahwa mereka menyukai tokoh-tokoh yang menginspirasi layaknya pahlawan.
“Ya, ada survei yang mengatakan bahwa mereka menyukai figur yang berani dan beri kepastian. Mereka juga sudah punya kesadaran kalau dunia ini kompleks dan kalau mereka temukan sosok-sosok yang memberikan kenyamanan dan juga pendidikan yang buat mereka banyak belajar, mereka suka tuh,” ungkap Firman.
Jadi, anak-anak muda menginginkan sosok yang mampu mendidik namun juga memberikan kenyamanan di sisi lain. Selanjutnya, selain upaya untuk menggaet suara pemilih muda, memasuki tahun yang baru dan berjalan empat tahun melewati pandemi COVID-19, politisi juga akan menghadapi ragam tantangan lainnya.
Menanggapi hal tersebut, Firman mengatakan bahwa menghadapi tantangan adalah tugas para politisi.
“Ya, politisi itu kan memang harus menjawab tantangan ya. Dan pasti tantangan setiap zaman berbeda-beda gitu ya. Dan pasti akan lebih kompleks karena kebutuhan masyarakat juga lebih kompleks ya,” ujarnya.
Misalnya dahulu orang-orang bepergian hanya berjalan kaki, saat ini banyak pilihan yang bisa dipilih oleh masyarakat. Artinya, kata Firman, tantangan politisi akan lebih kompleks dari sebelumnya dan perlu pertimbangan panjang sebelum akhirnya dapat direalisasikan dalam jangka-jangka tertentu.
Firman memberikan saran kepada para politisi untuk mereka dapat belajar berkomunikasi dengan anak-anak muda. Ia mengumpamakan hal ini seperti radio, kalau tidak didapat frekuensinya, maka akan percuma.
“Coba belajar berfrekuensi yang sama dengan mereka. Anak-anak muda maunya yang ringan-ringan ya, walaupun sebenarnya mengurus negara ini nggak ringan. Artinya mungkin sebagai entry point (titik masuk) untuk menarik perhatian dulu tapi tetap at the end of the day (pada akhirnya), coba ajak untuk berpikir bagaimana mengurus bangsa ini,” pesan Firman kepada semua politisi dalam upaya menggaet suara muda pada Februari mendatang.
Pemilih muda dan media sosial
Pemilih muda tercatat data Centre for Strategic and International Studies (CSIS) kian antusias dalam mengikuti dan berpartisipasi dalam isu politik. Hal itu ditunjukkan melalui angka partisipasi pemilih muda pada tahun 2019 meningkat sebesar 5,4 persen menjadi 91,3 persen berbeda dari lima tahun sebelumnya yang berjumlah 85,9 persen.
Baca selengkapnyaPemilih muda dan media sosial
Pemilih muda tercatat data Centre for Strategic and International Studies (CSIS) kian antusias dalam mengikuti dan berpartisipasi dalam isu politik. Hal itu ditunjukkan melalui angka partisipasi pemilih muda pada tahun 2019 meningkat sebesar 5,4 persen menjadi 91,3 persen berbeda dari lima tahun sebelumnya yang berjumlah 85,9 persen.
Menurut CSIS, pemilih muda dan media sosial memiliki peran penting dalam membentuk lanskap politik di tahun pesta demokrasi yang akan datang.
Mouliza Donna Sweinstani, M.IP, peneliti pusat riset politik Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), juga mengkonfirmasi bahwa partisipasi politik anak-anak muda di tahun 2024 akan meningkat karena jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang juga meningkat.
“Akan ada kemungkinan bahwa di tahun 2024 itu, tren partisipasinya naik juga karena ini ya, kalau misalnya kita lihat jumlah DPT nya kan itu juga naik ya. Itu pasti akan berpengaruh juga,” ucap Mouliza.
Kemudian CSIS juga menyebutkan pemilih muda saat ini lebih memilih media sosial dibandingkan media lainnya dibuktikan dengan angka 59,0 persen memilih media sosial dibandingkan televisi sebesar 32,0 persen dan berita daring sebanyak 6,3 persen.
Data ini diperkuat dengan hadirnya beragam tokoh muda yang berkegiatan di media sosial. Ada yang maju menjadi caleg, ada juga yang hadir memulai literasi politik bergaya anak-anak muda di media sosial. Salah satunya adalah Abigail Limuria.
Namanya kerap muncul belakangan ini. Ia pernah menjadi panelis dalam acara Ideafest bersama bakal calon presiden (bacapres) Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, yang diselenggarakan Volix Media bekerja sama dengan platform media lainnya seperti Liputan6, Pemimpin.id dan Bijak Memilih pada September tahun lalu.
Bukan hanya itu, Abigail juga hadir dalam acara DEMOKR[E]ASI oleh Narasi pada 8 Januari 2024, sebagai salah satu tokoh anak muda yang berdialog dengan bacapres Ganjar Pranowo.
Ketertarikan Abigail dalam isu politik tidak hanya terlihat dalam hadirnya di berbagai acara jelang politik tahun 2024. Abigail telah memulai ketertarikannya dalam isu politik sejak kuliah.
“Mulai aware (menyadari) sama isu politik dan sosialnya ketika lulus kuliah dan pulang ke Indonesia. Terexpose (terpapar) sama banyak kejadian seperti Reformasi Dikorupsi 2019, kenalan sama banyak orang-orang yang bergerak di bidang politik dan isu sosial dan akhirnya pelan-pelan mulai sadar dan akhirnya ikutan aktif dalam memperjuangkan political literacy (literasi politik),” kata Abigail kepada ANTARA pada Rabu (22/11), ketika membagikan kisahnya saat awal terjun ke dalam isu politik.
Pada tahun 2020, Abigail dan beberapa teman lainnya akhirnya menginisiasi What Is Up Indonesia, sebuah platform digital berbasis situs daring yang menghadirkan literasi politik dalam teks dan informasi bergaya anak muda lainnya, seperti meme.
Selain What Is Up Indonesia, Abigail juga menginisiasi platform digital lain bernama Bijak Memilih yang memberikan literasi politik bagi para pemilih, bekerja sama dengan platform digital bergerak dalam isu kebijakan publik, yaitu Think Policy.
Keputusannya dalam menekuni bidang literasi politik ia lakukan karena menyadari bahwa negara Indonesia sebagai negara demokrasi namun banyak teman-temannya yang belum memiliki informasi yang mumpuni tentang sosial politik.
“Karena sadar bahwa di negara demokrasi, dimana pemimpin dan banyak keputusan krusial ditentukan oleh mayoritas, artinya kesuksesan kita bertumpu pada mayoritas yang bisa memilih berlandas informasi yang berkualitas dan pemahaman yang akurat,” katanya.
Menurutnya, kehadiran media sosial sama dengan berperan sangat tinggi dalam membentuk opini dan pandangan politik pemilih muda. Namun yang berkuasa tidak mudah untuk menyensor kebenaran karena luasnya informasi tersebut. Di sisi lain, anak-anak muda justru berpotensi mengalami misinformasi karena menyukai konten singkat.
“Sosial media membiasakan orang-orang dalam mengkonsumsi informasi yang bite-sized (seukuran gigitan) cuma baca headline (judul), tweet (cuitan), video tiktok, sehingga kadang kurang nuanced (bernuansa) dan terelaborasi. ini memudahkan banyak pihak dalam framing (pembingkaian) sebuah isu, dan bahkan menyebar misinformasi,” ucap Abigail.
Untuk mencegah misinformasi tersebut, ia akhirnya bersuara melalui What Is Up Indonesia dan Bijak Memilih. Media sosial seperti Instagram dari What Is Up Indonesia diisi dengan informasi tentang partai-partai tertentu, menampilkan informasi bagaimana mencegah hoaks melalui meme hingga konseling gratis untuk menanyakan mengenai berbagai keresahan politik.
Bahkan ia sendiri hobi menulis esai yang berkaitan dengan isu sosial politik dan mengirimnya di media What Is Up Indonesia. Kemudian sama seperti What Is Up Indonesia, Bijak Memilih juga diisi dengan ragam isu mengenai politik saat ini khususnya pandangan dari tiap calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) terhadap berbagai isu di Indonesia.
Dari sudut pandangnya, kehadiran anak muda sangat penting, terlebih lagi karena anak muda adalah pemilih mayoritas yang akan menentukan arah kampanye para calon pemimpin negara dan partai politik.
“Sebagai pemilih mayoritas, tentu apa pun yang secara masif di-demand (diminta) oleh pemilih muda akan mempengaruhi cara berpolitik dan berkampanye para kandidat dan partai politik. Karena mereka pasti akan melakukan kampanye yang laku,” ujarnya.
Di sisi lain, pemilik merek kecantikan laki-laki Gamalmen, yang akrab disebut dengan Bro Gamal menyuarakan aspirasi politiknya sedikit berbeda dengan Abigail yaitu dengan maju sebagai calon legislatif (caleg) DRPD DKI Jakarta daerah pemilihan (Dapil) 7.
Bro Gamal atau yang bernama lengkap Fariz Egia Gamal lahir dan besar di daerah Jakarta Timur. Tidak hanya daerah Jakarta Timur, Gamal juga kerap bepergian ke wilayah-wilayah Jakarta lain karena kuliah dan kegiatan lainnya. Saat besar di Jakarta, kepemimpinan yang paling ia rasakan adalah era Joko Widodo dan Ahok.
Kemudian Gamal menceritakan bagaimana ia akhirnya yakin untuk melangkah sebagai wakil rakyat Jakarta. Ia pernah ingin pergi berkuliah dan ketika ingin keluar dari perumahan mengendarai mobil, ia kesulitan untuk keluar karena banyaknya mobil yang parkir liar. Alhasil isu mengenai perhubungan di Jakarta pun yang menjadi keresahan utamanya.
Ditambah, Gamal mendapati karirnya sudah berkembang besar sebagai konten kreator dan pemilik merek kecantikan laki-laki, ia merasa sudah memiliki sumber elektoral yang cukup besar untuk memulai karir politiknya.
“Awalnya saya ada TikTok, ada sumber elektoral. Saya juga rasa ngerti Jakarta kemudian saya cari isu, soal parkir liar tentang masalah perhubungan,” ujar Gamal kepada ANTARA pada Rabu (06/12) ketika menjelaskan alasannya naik sebagai wakil rakyat.
Kemudian Gamal menyebutkan jika kehadiran media sosial berpengaruh terhadap pembentukan opini dan pandangan dari pemilih muda karena mereka menjadikan media sosial sebagai sumber informasi utama.
“Berpengaruh. Ya, karena media sosial jadi sumber informasi utama. Kalau di zaman saya dulu juga gak pernah disamperin caleg dan banyak juga orang kaya saya,” ucapnya.
Jadi menurut Gamal, media sosial adalah sumber utama bagi anak-anak muda untuk memperoleh informasi mengenai aktivitas politik yang sedang dilakukan calon kepala daerah maupun calon legislatif tersebut.
Itulah yang juga dilakukannya menuju caleg DKI Jakarta Dapil 7. Ia menjelaskan bahwa kampanye yang ia lakukan hanya dilakukan secara daring dan tidak fisik seperti caleg atau calon kepala daerah lainnya.
“Saya kampanye juga hanya online (daring) aja mas. Bikin konten, jawab pertanyaan, ya gitu-gitu aja,” kata Gamal.
Saat ini, Gamal kerap membawakan keresahannya ke dalam konten seperti isu mengenai parkir liar, lalu pandangannya terhadap ketiga calon capres dan cawapres serta isu-isu politik lainnya. Melalui kegiatan berkonten, ia mengakui bahwa konten itu ditujukan salah satunya untuk mengedukasi masyarakat tentang isu-isu yang sedang terjadi.
Selaras dengan Gamal, Zebi Magnolia Fawwaz atau yang akrab disapa Zebi adalah mantan personil grup musik JKT48 yang juga akan terjun sebagai calon legislatif, bedanya Zebi akan turun sebagai calon legislatif DPRD di Dapil 2 DKI Jakarta.
Jika dibandingkan banyak calon legislatif lainnya, Zebi terhitung sebagai golongan muda dengan usia 23 tahun terjun ke dalam dunia politik. Meski terbilang muda, Zebi cukup aktif terjun ke masyarakat sebagai relawan sosial di organisasi non-pemerintah (NGO) dalam bidang pendidikan dan fasilitas publik.
Ia mengajar anak-anak mengenai isu lingkungan di daerah Kampung Nelayan, Cilincing, bahkan juga mengajarkan beberapa anak yang masih kesulitan untuk menulis dan membaca di gerakan Wide Awake.
Dedikasinya terhadap isu sosial tidak berhenti di bidang pendidikan. Melalui organisasi Bergerak Serentak, Zebi dan tim bekerja sama dengan yayasan milik, Erick Thohir, menteri Badan Usaha Milik Negara dan ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesa (PSSI), untuk membenahi fasilitas publik yang rusak melalui pendanaan organisasi secara independen.
“Menurutku politik itu penting. Aku melihatnya tren anak muda sekarang itu apatis politik ya. Sebenarnya bukan apatis politik, tapi takut dilihat aneh gitu,” ucap Zebi kepada ANTARA pada Kamis (14/12) ketika menjelaskan alasannya terjun ke dalam dunia politik.
Dari pandangan Zebi, anak-anak muda merasa tidak ada yang berubah jika membicarakan atau ikut terjun dalam dunia politik. Menanggapi hal itu, Zebi mengatakan bahwa perubahan harus dimulai dari hal sekecil mungkin.
“Makanya aku dari SMA (sekolah menengah atas) aku sempet, dulu ya sering lah ngepost-ngepost di story Instagram gitu ya tentang opiniku tentang suatu hal,” katanya.
Zebi gemar menyuarakan opininya melalui media sosial sejak SMA dan menurutnya hal itu adalah perubahan kecil yang ia coba lakukan. Pilihannya untuk maju sebagai caleg di Dapil 2 DKI Jakarta juga jadi salah satu alasan perubahan yang ingin ia buat.
“Karena banyak persentuhan erat sih sama-sama masalah-masalahnya selama ini aku khawatirin kayak masalah pendidikan. Kan itu bisa ngasih dampaknya tuh gede banget gitu,” ucap Zebi.
Baginya, dampak sekecil apapun adalah perubahan yang berarti. Kemudian, Zebi menanggapi mengenai perilaku anak-anak muda saat ini dengan media sosial yang serba singkat. Salah satu pernyataan Zebi selaras dengan Abigail dengan banyaknya anak muda yang gemar dengan konten singkat yang dapat menimbulkan misinformasi.
“Ini by (melalui) riset ya, ternyata itu memang attention span (rentang perhatian) anak muda sekarang ya cuman delapan detik, terus juga sukanya, bukannya aku merendahkan generasi kita gitu, tapi kita lebih terbiasa dengan hal yang instan, karena kita memang lahir di dunia yang udah banyak akses informasi,” ungkapnya.
Rentang perhatian yang singkat ini juga berkaitan dengan cara anak-anak muda memandang politisi. Anak-anak muda, kata Zebi, saat ini melihat politisi cenderung dari rasa suka atau likeability ketimbang visi-misi atau program yang diajukan.
“Sekarang aja udah ada banyak survei ini yang keluar, terkait presiden, capres dan lain-lain, orang-orang itu masih satu persen doang yang baca program sama visi-misi gitu. Tapi mereka kebanyakan lihatnya dari likability (rasa suka),” kata Zebi.
Sebagai anak muda dan calon legislatif pada Februari 2024, Zebi mengajak anak-anak muda untuk menggunakan hak suara demi mengubah masa depan dan menjadikan Indonesia emas.
“Jadi, anak muda itu bukan masa depan, tapi anak muda itu masa kini. Masa kini karena kalau misalnya kita nggak bergerak sekarang, kita nggak ke TPS (tempat pemungutan suara) nanti pas tanggal 14 Februari, kita bakal kelewatan kesempatan untuk mengubah masa depan kita. Karena ini adalah salah satunya kesempatan Indonesia bisa jadi negara emas,” ucap Zebi kepada anak-anak muda untuk turut berpartisipasi dalam pesta demokrasi Februari 2024.
Prof. Dr. Firman Noor, MA, peneliti dari Pusat Riset Politik, Badan Riset dan Inovasi Nasional turut menyampaikan bahwa media sosial sudah menjadi bagian hidup dari generasi anak-anak muda sekarang.
“Itu sudah menjadi wahana keseharian mereka ya yang saya kira belum bisa dicarikan alternatifnya gitu sejauh ini,” ucap Firman kepada ANTARA pada Kamis (4/1) perihal kuatnya keterikatan media sosial dengan generasi muda saat ini.
Pernyataan Firman sejalan dengan salah satu seleb dan caleg, Fariz Egia Gamal, bahwa anak-anak muda dengan media sosial tidak dapat dipisahkan. Selain itu, pernyataannya mengkonfirmasi data CSIS bahwa sebesar 81 persen anak-anak muda pernah menyampaikan pendapat melalui media sosial.
Kemudian menanggapi hal tersebut, Firman mengatakan calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, mencoba melakukan hal baru dalam berkampanye politik terhadap anak-anak muda.
“Ada satu eksperimentasi belakangan ini yang dilakukan oleh Anies Baswedan yang mendapat sambutan lumayan ya menggunakan live TikTok. Itu artinya di sini ada satu upaya yang cukup baik untuk memahami generasi muda,” ucapnya.
Menurut Firman, melalui kegemaran anak-anak muda menggunakan media sosial dapat dimanfaatkan sebagai entry point (titik masuk) anak-anak muda untuk tertarik ke dalam dunia politik. Meskipun dapat menjadi titik masuk anak muda ke dalam dunia politik, politisi juga perlu mengelaborasi lebih lanjut jika ingin membawa topik yang lebih dalam ke anak-anak muda.
“Tidak semua tentu saja isu-isu yang memang krusial dan dalam itu ia bisa dielaborasi dan waktu singkat tapi setidaknya yang singkat itu mampu menarik perhatian dulu,” kata Firman.
Bukan hanya Anies Baswedan yang terjun dalam media sosial untuk menggaet suara anak muda, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2 mempopulerkan dan menyematkan gimik “gemoy” yang ada di media sosial sebagai bahan kampanye terhadap anak-anak muda.
Menyikapi hal itu, Firman berpendapat bahwa gimik seperti itu mungkin lebih dapat diterima oleh anak-anak muda di tahun 70-an yang mungkin masih tertarik tetapi tidak dengan anak-anak muda sekarang.
“Kalau tahun 70-an di era saya rata-rata masih SMP, SMA ya gemoy-gemoy itu mungkin masih atraktif tapi sekarang kan udah banyak yang sarjana gitu kan,” ujarnya.
Masih mengenai kampanye di media sosial, Anies Baswedan selaku calon presiden nomor urut 1 tidak hanya berkampanye dengan melakukan siaran langsung di TikTok, ia juga terjun dan mencoba hal baru dalam berkampanye kepada anak-anak muda seperti menggarap acara “Desak Anies”, yang diisi dengan dialog antara Anies Baswedan dengan anak-anak muda.
Di mata Firman, ini sebuah langkah yang berbeda dibanding dari politisi lain sebelumnya.
“Dari tahun 2000 kita kan pilpres sudah 5 kali ya 2004, 2009, 2014, 2019 itu kan karakteristiknya memang old fashion (gaya lama) politik semua gitu ya. Nah sekarang ada satu masyarakat baru dalam berkampanye untuk langsung terjun berdialog dan itu memang belum umum,” ucap Firman.
Ia menyebutkan jika negara Indonesia tetap melanjutkan kegiatan-kegiatan yang demikian dapat mendorong negara ke arah yang lebih maju terlebih dari sisi keilmuan.
Sebagai pesan kepada para politisi yang ingin relevan dengan anak-anak muda, Firman menyarankan untuk mempelajari frekuensi dari anak-anak muda. Ia bilang, mereka harus belajar dari pakar hingga melibatkan banyak anak muda dalam pergerakan politik mereka.
“Coba belajar berfrekuensi yang sama dengan mereka. Datangkan sendiri anak muda, sering bergaul dengan anak muda, gunakan bahasa-bahasa itu tetapi tetap punya prinsip,” katanya tentang saran kepada politisi.
Refleksi sejarah politik saat pemuda berpolitik dan menentukan arah bangsa
Pada tahun 1946, satu tahun setelah kemerdekaan, India memiliki kemungkinan untuk mengalami kelaparan akibat pasokan gandum dan beras dari Eropa tidak datang. Sutan Sjahrir yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Indonesia, menginisiasi kebijakan yang dikenal dengan India Rice.
Baca selengkapnyaRefleksi sejarah politik saat pemuda berpolitik dan menentukan arah bangsa
“Ayah saya sering bilang, ‘they’re all great diplomat’ (mereka semua adalah diplomat yang hebat). Kalau bisa dibilang pak Sutan Sjahrir, even a better diplomat (bahkan diplomat yang lebih baik). Kemampuan aktif mendengarnya bagus dan ia semangat bekerja dengan negara-negara lain, contoh kebijakan India Rice (nasi India).”
Setidaknya, itulah yang disampaikan oleh Pandu Sjahrir, cucu dari Sutan Sjahrir, salah satu pahlawan nasional dan tokoh muda masa perjuangan kemerdekaan membagikan perjuangan kakeknya sebagai tokoh muda di masa lalu.
Pada tahun 1946, satu tahun setelah kemerdekaan, India memiliki kemungkinan untuk mengalami kelaparan akibat pasokan gandum dan beras dari Eropa tidak datang. Sutan Sjahrir yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Indonesia, menginisiasi kebijakan yang dikenal dengan India Rice.
“Kebijakan India Rice, ada diplomasi beras mengirim 500.000 ton beras ke India, untuk menghimpun dukungan publik internasional selain membantu India,” kata Pandu kepada ANTARA pada Jumat (2/2) lalu tentang kebijakan mendiang kakeknya.
Selain kebijakan India Rice, Sutan Sjahrir juga berjasa dalam memproklamasikan kemerdekaan. Kilas balik pada 15 Agustus 1945, Jepang menyatakan menyerah kepada Sekutu. Berita itu tadinya berusaha ditutup-tutupi oleh pihak Jepang, namun akhirnya diketahui oleh Sutan melalui siaran stasiun radio luar negeri.
Ketika mengetahui berita tersebut, ia langsung menghubungi para pemuda lainnya yang ingin merdeka tanpa campur tangan penjajah. Ia juga menghubungi Mohammad Hatta, namun reaksinya tak seperti yang dikira oleh Sutan.
Mohammad Hatta sempat tidak mempercayai berita mengenai kekalahan Jepang dan ingin menunggu kepastian berita tersebut.
Karena hal itu, akhirnya Sutan dan para pemuda lain bergerak untuk mendorong kemerdekaan secepatnya dan menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok untuk membujuk mereka agar memproklamasikan kemerdekaan secepatnya.
Akhirnya, kedua belah pihak setuju untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Peran Sutan Sjahrir dalam memperjuangkan kemerdekaan serta membangun fondasi bangsa itulah yang membuat Pandu Sjahrir merasa bangga.
“Jadi ya, bangga juga lah. Jujur tahu background (latar belakang) seperti itu,” ucapnya.
Dengan besarnya peran anak-anak muda pada masa kemerdekaan, anak-anak muda dikatakan akan memiliki peran besar menjelang tahun politik 2024. Tentang hal ini, Pandu juga memberikan pandangannya akan anak-anak muda saat ini. Menurutnya, anak-anak muda tetap berperan penting termasuk dalam membawa suatu negara menjadi negara maju.
“Tentu tentang peran anak muda menjadi sangat penting. Karena melihat memang anak-anak muda yang bisa membawa negara nanti maju. At the end (pada akhirnya) kan yang bakal menjadi lokomotif growth (perkembangan) itu adalah anak-anak muda kita,” katanya.
Melihat suasana politik saat ini juga Pandu merasa lebih senang karena politik saat ini tergerak oleh substansi ketimbang pada tahun 2019 yang menurutnya lebih banyak melihat pada personal.
“Jujur aku happy (senang) dengan politik Indonesia sekarang. Dulu relationshipnya (hubungannya) tuh sangat soal ini orang baik, ini orang tidak baik. Jadi very personal (sangat personal). Saya rasa sekarang udah mulai 50 persen substance (substansi) dan yang ngedrive (mendorong) substance (substansi) itu banyakan anak-anak muda ngomong,” kata Pandu.
Pandu menambahkan anak-anak muda saat ini bukan hanya fokus terhadap substansi, anak-anak muda saat ini sudah jadi lebih kritis. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak-anak muda kepada politisi yang akan mencalonkan dirinya.
“Jadi ya menariknya anak-anak muda makin kritis kita mau melihat apa sih, what can you do for me (apa yang kamu bisa lakukan untuk saya), what service can you do for me and why can you make Indonesia (pelayanan apa yang bisa kamu berikan buat saya dan mengapa kamu bisa membuat Indonesia) menjadi lebih baik lagi. Jadi, it's a good thing (itu hal yang baik) menurut saya,” ujarnya.
Melihat anak-anak muda, Pandu juga membahas tentang masa depan anak-anak muda di bidang pekerjaan yang sangat berbeda dibanding dari generasi-generasi sebelumnya seperti content creator atau pembuat konten bahkan sebagai pemain e-sport (olahraga elektronik) yang menggunakan permainan daring sebagai bidang kompetisi.
“Menurut saya bakal banyak ekonomi-ekonomi baru, di mana akan berkembang dengan sangat pesat,” ucap Pandu.
Ia juga membahas perkembangan artificial intelligence (AI) yang dapat mengubah banyak hal pada masa yang akan datang. Pandu mengaku telah mempelajari AI selama delapan bulan terakhir.
“Aku nih have been the last six months, eight months (selama enam, delapan bulan terakhir) tuh banyak belajar soal AI. Bagaimana nanti AI bisa mengubah, satu dari urusan education (pendidikan), kedua dari urusan kesehatan, ketiga dari urusan produktivitas manusia,” katanya.
Meskipun membawa keuntungan, berbagai teknologi maju tersebut juga membawa tantangan lainnya. Seperti AI yang kalau tidak dimaksimalkan, Indonesia bisa kalah maju dari negara lain.
“Misalnya kita tidak bisa maximize (memaksimalkan) penggunaan AI, produktivitas kita kalah dengan yang lain,” ucap Pandu.
Kemudian, jika tidak dimanfaatkan dengan baik, bonus demografi yang dimiliki Indonesia bisa menjadi liabilitas atau beban pada masa mendatang. Semua ini, kata Pandu, bergantung kepada produktivitas yang dimiliki negara.
“Yang namanya bonus demografi yang ada sekarang bisa menjadi liability (beban) kalau mereka gak produktif. Karena it's all about productivity (produktivitas). Untuk ekonomi bisa maju,” kata dia.
Oleh karena itu, Pandu mengajak seluruh anak-anak muda dan masyarakat untuk bersatu menghadapi semua tantangan tersebut.
“Yuk kita bersatu yuk, biar kita ngadepin masalah ini bersama-sama,” ucap Pandu.
Tak lupa, ia juga mengajak semua anak-anak muda untuk hadir dan memberikan suara mereka pada pesta demokrasi mendatang, karena menurutnya hal itu adalah salah satu cara untuk menyuarakan isi hati anak-anak muda.
“Ini tinggal 14 hari lagi pesta demokrasi, please come out and vote (mohon keluar dan berikan suaramu). Whatever your choice is (apapun pilihan kamu), please come out and vote (mohon keluar dan berikan suaramu). Karena itu cara anda untuk bisa express your belief (mengekspresikan kepercayaan kamu),” kata Pandu mengajak anak-anak muda untuk memberikan suaranya pada tanggal 14 Februari mendatang.
Upaya pemerintah selenggarakan Pemilu 2024 berkualitas
Dalam upaya mewujudkan demokrasi yang berkualitas, pemerintah telah mengambil langkah-langkah strategis untuk menyelenggarakan Pemilu 2024. Tantangan dan transformasi yang dihadapi menjadi sorotan utama, dengan harapan memberikan pesta demokrasi yang adil, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Baca selengkapnyaUpaya pemerintah selenggarakan Pemilu 2024 berkualitas
Dalam upaya mewujudkan demokrasi yang berkualitas, pemerintah telah mengambil langkah-langkah strategis untuk menyelenggarakan Pemilu 2024. Tantangan dan transformasi yang dihadapi menjadi sorotan utama, dengan harapan memberikan pesta demokrasi yang adil, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Presiden Joko Widodo pun menilai Pemilu 2024 lebih kompleks, karena dilaksanakan juga pemilu serentak, pemilihan presiden (pilpres), pemilihan legislatif di provinsi, kabupaten hingga kota.
“Tidak bisa dibayangkan betapa sangat kompleks Pemilu kita ini, sangat kompleks sekali,” ucap Presiden Joko Widodo melansir dari kominfo.go.id tentang Rapat Konsolidasi Nasional 2023 untuk kesiapan pemilu 2024 yang diselenggarakan di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (30/12).
Sebagai kepala negara, Joko Widodo mengimbau semua jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) supaya dapat menyelenggarakan pemilu sebaik-baiknya.
“Kita harus pastikan tata kelolanya baik, kesiapan petugas juga harus baik, ketersediaan logistik juga harus baik, distribusi logistiknya juga harus baik dan kesiapan sistem dan teknologinya juga harus baik. Jangan sampai ada yang tercecer satupun, semuanya harus baik dan tidak boleh ada yang salah termasuk aspek teknisnya,” tegasnya.
Imbauan tersebut sejalan dengan tindakan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang bekerja sama meluncurkan buku saku Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memudahkan Bawaslu yang bekerja di daerah-daerah dalam hal melaporkan konten-konten yang melanggar perundang-undangan khususnya tentang pemilu.
“Buku saku memuat informasi penting mengenai timeline (alur waktu) pemilu, landasan hukum dalam mengawasi konten menjelang pemilu, arahan mengenai apa saja konten yang dikategorikan sebagai konten negatif, alur penanganan jika ditemukan konten negatif,” ujar Semuel A. Pangerapan kepada media pada Selasa (28/11) melalui konferensi pers yang diselenggarakan Kemkominfo bersama Polri dan Bawaslu.
Konferensi pers tersebut dibuka oleh sambutan dari Menteri Komunikasi dan Informasi, Budi Arie Setiadi, serta dihadiri Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel A. Pangerapan, tentang kehadiran hoaks di bulan November yang menjamur menyongsong pesta demokrasi yang akan datang.
Pihak Polri, diwakili oleh Kombes Pol Dani Kustoni dan Bawaslu yang diwakili oleh Lolly Suhenti ikut serta menghadiri konferensi pers yang bertemakan “Sinergi Kemkominfo, Bawaslu dan Polri Dalam Pengawasan Pemilu di Ruang Digital”.
“Hari ini masa kampanye 2024 resmi dimulai. Namun, sepanjang bulan November 2023 saja sudah beredar 39 isu hoaks terkait pemilu” ujar Budi.
Hal ini, lanjut Budi, memerlukan perhatian bersama, mengingat munculnya konten negatif, hoaks, dan ujaran kebencian yang dapat mengancam persatuan bangsa Indonesia karena perbedaan pilihan.
“Pesan ini juga disusun untuk berbagai isu terkait pemilu, peningkatan partisipasi, anti perpecahan atau polarisasi dan bagaimana anti hoaks untuk menjaga ruang digital kita tetap damai,” tambahnya.
Di sisi lain, berkembangnya teknologi informasi menghasilkan beragam informasi yang dapat menjadi pilihan masyarakat. Tetapi keterbatasan masyarakat dalam mengakses beragam pilihan tersebut dapat mengakibatkan konsumsi informasi lebih berat pada satu pilihan atau satu kategori saja.
Hal inilah yang disebut sebagai attention economy atau ekonomi berdasarkan atensi oleh Nezar Patria, Wakil Menteri Kementerian Komunikasi dan Informasi, dalam acara Policy Dialogue: Unifying Perspectives Navigating Polarization in Digital Era di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat pada Selasa (30/1).
“Attention economy mendorong pengumpulan data secara besar-besaran, termasuk data pribadi. Hal itu memungkinkan platform memperoleh kekuatan signifikan dalam dinamika perekonomian nasional dan global,” katanya.
Ekonomi berdasarkan atensi berdampak besar terhadap distribusi informasi kepada masyarakat. Salah satunya adalah memicu proses identifikasi dan alienasi akses masyarakat terhadap suatu informasi.
“Suplai informasi yang konsisten juga memperkuat keyakinan yang sudah terbentuk sebelumnya dan ada dampak lain yaitu melemahnya proses musyawarah dalam perbedaan pandangan, karena kebanyakan suplai informasi hanya sesuai dengan preferensi pengguna,” kata Nezar.
Maka dari itu, Nezar menyampaikan kepada para pengelola platform digital untuk memoderasi konten menuju arah proses mediasi konflik yang lebih konstruktif supaya dapat meredakan konflik yang disebabkan polarisasi di media sosial.
Melanjutkan dari penyampaian Menkominfo, Budi Arie Setiadi, ia percaya bahwa kolaborasi antar lembaga Bawaslu, Polri dan Kominfo menjadi kunci menciptakan pemilu damai 2024.
Kemudian dalam sambutannya ia menerangkan mengenai kerja sama yang dilakukan antar lembaga agar dapat menghadirkan pemilu damai di tahun 2024. Tidak lupa, konferensi pers tersebut dibarengi dengan peluncuran desk pengawasan pemilu yang dioperasikan Direktorat Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika, Bawaslu dan Polri sebagai bentuk pencegahan dan antisipasi terhadap konten negatif di internet menjelang pemilu.
“Saya mengapresiasi Polri dan Bawaslu dalam menjalin kerja sama pengawasan penyelenggaran pemilu terutama di ruang digital. Mengawal pemilu 2024 agar tetap damai adalah kewajiban kita semua sebagai warga bangsa. Untuk itu kami mohon partisipasi masyarakat semua,” ucapnya.
Lebih lanjut Semuel selaku Dirjen Aplikasi Informatika menegaskan konten-konten apa saja yang dapat dikategorikan sebagai konten negatif terkait kampanye yaitu, fitnah/pencemaran nama baik, ujaran kebencian, suku, agama, ras, antargolongan (SARA), hoaks, terorisme/sadisme, pelanggaran keamanan informasi, konten negatif yang direkomendasikan instansi pengawas sektor, konten yang meresahkan masyarakat, konten yang melanggar nilai sosial dan budaya serta pelanggaran terhadap netralitas aparatur sipil negara (ASN).
Kemudian ia juga menjelaskan lebih dalam bagaimana alur pengaduan konten pemilu di tahun 2024 mendatang.
“Jadi alurnya itu, rekan-rekan dari Bawaslu di kota, kabupaten hingga provinsi meneruskan temuan ke Bawaslu pusat dan disampaikan ke kami dan langsung melakukan tindakan. Kalau dia menyatakan media berita, tetapi tidak terdaftar di dewan pers maka akan dilakukan pemblokiran. Kalau berkaitan dengan dewan pers, maka kami berkonsultasi dengan dewan pers,” ucap Semuel.
Semuel menekankan pentingnya penurunan konten di media sosial sesuai dengan peraturan yang berlaku. Proses ini menjadi langkah strategis untuk menjaga kualitas dan kesesuaian konten dengan norma-norma yang berlaku.
Dalam buku saku Pemilu itu disediakan berbagai kanal untuk pengaduan. Kepada pihak Bawaslu, pengguna dapat melaporkan aduan melalui situs jarimuawasipemilu.bawaslu.go.id atau menggunakan surel (surat elektronik) ayolapor@bawaslu.go.id.
Pengguna juga dapat mengadukan masalah kepada Kominfo melalui situs aduankonten.id, instansi.aduankonten.id, lalu dapat mengecek fakta mengenai berita tersebut hoaks atau tidak di cekhoaks.aduankonten.id serta menghubungi melalui surel aduankonten@mail.kominfo.go.id.
Buku saku tersebut juga menghadirkan kanal aduan lainnya, seperti aduanasn.go.id atau lapor.go.id, jika menemukan ASN yang ditengarai netralitasnya serta bisa juga menghubungi layanan.kominfo.go.id.
Upaya pemerintah cegah hoax dan misinformasi
Menjelang pemilihan umum (pemilu) tahun 2024, ancaman konten negatif hadir yang bergerak dalam berbagai isu, seperti isu hoaks, ujaran kebencian karena perbedaan pilihan dan lainnya telah mengancam persatuan.
Baca selengkapnyaUpaya pemerintah cegah hoax dan misinformasi
Menjelang pemilihan umum (pemilu) tahun 2024, ancaman konten negatif hadir yang bergerak dalam berbagai isu, seperti isu hoaks, ujaran kebencian karena perbedaan pilihan dan lainnya telah mengancam persatuan.
Hal ini disampaikan Budi Arie Setiadi, Menteri Komunikasi dan Informasi, di konferensi pers yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) bertemakan “Sinergi Kemkominfo, Bawaslu dan Polri Dalam Pengawasan Pemilu di Ruang Digital” Selasa (28/11) lalu dihadiri oleh Kemkominfo, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Sejak 17 Juli sampai 26 November, Kemkominfo sudah menemukan 95 isu hoaks di 335 konten. Sudah berhasil takedown (menurunkan) 290 konten, sedangkan 65 konten lainnya sedang diproses,” kata Budi.
Mundur lima hari sebelum acara konferensi pers tersebut, Bawaslu yang diwakili oleh Ronald Monoach, salah satu anggota Bawaslu divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat, menghadiri acara yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Meta dengan tema “Bijak Bersuara” pada Kamis (23/11) lalu.
“Meta akan meluncurkan portal khusus pelaporan untuk Bawaslu jadi ada tim khusus yang bahkan dilatih Meta, saat proses berjalan ada disinformasi atau konten yang tidak benar setelah diverifikasi akan sampaikan ke Meta, artinya proses lebih cepat,” ujar Ronald.
Ia melanjutkan bahwa Meta sudah berkontribusi dalam mencegah meluasnya isu dan konten negatif menjelang hadirnya pesta demokrasi di bulan Februari mendatang.
Melalui kolaborasi dengan Meta, Bawaslu berperan sebagai edukator dan pengawas dalam hal menyebarkan informasi dan nilai-nilai di lapangan dan berhubungan langsung dengan masyarakat.
Ronald menerangkan bahwa masyarakat didorong untuk membantu menghadirkan suasana pemilu yang aman menggunakan pelaporan secara konvensional maupun digital terhadap Bawaslu.
“Yang digital ada aplikasi ‘Jarimu Awasi Pemilu’ jadi semua bisa bergabung di situ, bisa belajar literasi kepemiluan, ada juga ‘Sigap Lapor’, ada ruang diskusi yang bisa edukasi literasi kepemiluan,” ucapnya.
Kemudian kerja sama dengan Meta untuk mengedukasi masyarakat terkait pengawasan pemilu dilakukan dengan cara yang lebih inovatif serta relevan untuk anak muda yaitu melalui fitur channel (saluran) di aplikasi Whatsapp.
Bawaslu juga tidak melupakan masyarakat yang tidak akrab dengan media sosial dan internet. Maka dari itu, Bawaslu membangun Kampung Pengawasan Partisipatif terbuka bagi masyarakat umum di sekitar untuk berbagi serta berdiskusi terkait informasi kepemiluan.
Dengan adanya Kampung Pengawasan Partisipatif, diharapkan dapat menjaring semua masyarakat secara konvensional ke segala usia.
“Tidak hanya 16 tahun ke atas pemilih pemula, kita sampai ke anak sekolah, jadi pencegahannya bukan jangka pendek untuk menciptakan generasi muda yang punya etika, norma, value (nilai) dan profesional dewasa dalam berdemokrasi,” kata Ronald.
Selain langkah-langkah tersebut, Bawaslu melakukan branding (membangun citra) di berbagai transportasi untuk menginformasikan terkait pemilu aman serta mendorong pihak lainnya yang terlibat dalam pemilu kedepan agar melawan disinformasi di media sosial.
Terakhir, ia memberi saran kepada masyarakat jika mendapat informasi tidak valid untuk segera melapor ke Bawaslu melalui aplikasi dan media sosial serta mencari informasi yang benar di situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu.
Dalam kesempatan lainnya, Menteri Komunikasi dan Informasi, Budi Arie Setiadi juga menyampaikan tentang pencegahan hoaks dan misinformasi jelang pemilu 2024 melalui situs menpan.go.id.
Ia memaparkan mengenai strategi diseminasi informasi yang terbagi menjadi tiga tahap, yaitu yang pertama pra-pemilu, saat pemilu dan pasca pemilu.
Pada tahap yang pertama, Kemenkominfo akan mengupayakan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan tidak melakukan golput. Kemudian pada tahap yang kedua, saat pemilu berlangsung Kemenkominfo akan menyebarluaskan informasi untuk menyelenggarakan pemilu yang kondusif.
Lalu pada tahap yang terakhir, ketika usai pemilu Kemenkominfo akan mengingatkan masyarakat agar terus menjaga persatuan bangsa dan negara siapapun yang memenangi pemilu.
“Pencegahan hoaks melalui short message service (SMS) dan status bar (tanda sinyal di gawai) kepada pengguna seluler, serta pembentukan kanal WhatsApp,” ujar Budi Arie.
Upaya lainnya dari Kemenkominfo disampaikan juga oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, dalam sebuah diskusi daring bertemakan “Mengantisipasi hoaks di tahun pemilu”.
"Pertama kami menyiapkan edukasi dan literasi digital kepada para pemilih pemula atau first voter agar ketika mencari informasi mereka bisa aktif mencari dari sumber yang valid dan jelas," kata Usman.
Program literasi digital kepada para pemilih pemula tersebut merupakan bagian langkah Kemenkominfo menyukseskan visi percepatan transformasi digital nasional. Langkah meliterasi digital para pemilih pemula ini menjadi penting agar arus informasi yang tidak benar bisa ditekan peredarannya di masyarakat lewat media sosial karena para pemilih pemula itu akan diajarkan metode saring sebelum sharing (membagikan).
Persiapan tersebut sudah menjadi bagian dari langkah Kemenkominfo mendorong keberhasilan visi percepatan transformasi digital nasional. Langkah ini dianggap penting karena pemilih pemula tersebut akan diajarkan metode saring sebelum sharing (membagi).
"Kita ajak masyarakat itu untuk bisa kritis dengan segala informasi di media sosial, tidak langsung menyebarkan tapi mereka kita minta periksa dulu kebenarannya," ucapnya.
Tak hanya bergerak terhadap pemilih pemula, Kemenkominfo juga bergerak untuk memberikan akses informasi yang tepat kepada kelompok-kelompok rentan seperti masyarakat di daerah terpencil, orang lanjut usia (lansia) hingga masyarakat difabel.
Usaha Kemenkominfo dilakukan melalui Kelompok Pemberdayaan Masyarakat (KIM) yang dibentuk di daerah-daerah supaya mereka mampu memberikan penyuluhan terhadap kelompok-kelompok rentan tersebut dan terhindar dari hoaks serta misinformasi.
Tokoh-tokoh agama atau tokoh masyarakat yang aktif secara lokal juga digaet Kemenkominfo agar dapat memberikan informasi tentang perbedaan berita benar dan berita hoaks. Bahkan Kemenkominfo juga mengajak elit-elit politik agar penyebaran berita hoaks dan misinformasi dapat dicegah.
PENANGANAN KONTEN HOAKS PEMILU
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Selasa (31/10), melaporkan telah menangani 381 konten hoaks seputar Pemilu, per 19 Januari-31 Oktober 2023. Kemkominfo mengimbau masyarakat agar waspada dengan konten hoaks selama masa Pemilu.
UPAYA KEMKOMINFO MENANGANI HOAKS PEMILU
Bekerja sama dengan platform media sosial untuk memutus akses konten hoaks.
Bekerja sama dengan penegak hukum dalam identifikasi dan penanganan konten hoaks.
Menggiatkan patroli siber dan merespons aduan masyarakat.
Memverifikasi dan mengklarifikasi konten hoaks kemudian menyebarkannya kepada masyarakat.
IMBAUAN UNTUK MASYARAKAT
Waspadai informasi yang beredar dan berpotensi memicu emosi.
Pastikan kebenaran informasi dengan cek asal informasi dan bandingkan dengan sumber berbeda.
Laporkan temuan informasi/konten yang berisi hoaks.
Kami merespons penyebaran hoaks terkait Pemilu yang belakangan ini meningkat penyebarannya. Kami membutuhkan kerja sama masyarakat agar dapat menangkal hoaks.”
- Budi Arie Setiadi (Menteri Komunikasi dan Informatika)
Usaha KPU perangi hoax
Isu hoaks dan misinformasi meningkat sebanyak 10 kali lipat semenjak tahun 2023. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, dalam konferensi pers bertemakan “Awas Hoaks Pemilu” pada Jumat (27/10/2023).
Baca selengkapnyaUsaha KPU perangi hoax
Isu hoaks dan misinformasi meningkat sebanyak 10 kali lipat semenjak tahun 2023. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, dalam konferensi pers bertemakan “Awas Hoaks Pemilu” pada Jumat (27/10/2023).
Masalah ini ditanggapi serius oleh pihak Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Salah satu anggota KPU, Idham Holik, menyambangi kantor berita ANTARA untuk menyampaikan beberapa hal salah satunya ialah upaya KPU memerangi hoaks dan membangun konten kreatif bagi anak-anak muda.
“Yang jelas kontennya harus kreatif. Karena kalau kontennya tidak kreatif, konvensional, atau pun garing kalau bahasa anak muda, ketertarikannya ya menurun,” kata Idham pada Senin (29/01) lalu.
Saat ini, ucap Idham, KPU Republik Indonesia (RI), KPU Provinsi, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dan KPU KIP kabupaten kota se-Indonesia sedang bekerja sama meramu berbagai konten di media sosial menjadi lebih menarik.
“Basisnya adalah kreativitas,” kata Idham.
Idham mengatakan upaya KPU dalam membuat konten yang menarik memang tidak dibarengi bersama influencer (pemberi pengaruh) seperti content creator dan lain seterusnya. Meski begitu, Idham dan pihak KPU meyakini partisipasi secara organik akan terjadi di dalam masyarakat itu sendiri.
“KPU tidak bekerjasama dengan influencer ataupun buzzer. Tapi saya yakin, mereka yang memang sekiranya mencintai Indonesia, pasti akan berpartisipasi misalnya dengan cara diseminasi informasi atau mem-forward (meneruskan) pesan-pesan kepemiluan KPU,” ucap Idham.
Menjelang datangnya pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan legislatif (pileg), konten hoaks dan misinformasi semakin berseliweran di media sosial. Idham selaku pihak KPU pun menegaskan mengenai literasi etika dan hukum dalam bersosial media.
“Kuncinya adalah literasi media sosial. Lebih spesifiknya itu adalah literasi etika dan hukum media sosial. Karena kita ketahui disinformasi ataupun hoaks itu adalah tindak pidana. Jadi, siapapun yang terlibat dalam lingkaran itu, maka itu akan terkena tindak pidana,” katanya.
Melanjutkan mengenai konten misinformasi dan hoaks, Idham menyebutkan bahwa konten tersebut pada tahun 2019 menurun menurut hasil temuan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo).
“Disitu menunjukan bahwa adanya pemahaman yang baik tentang bagaimana berkomunikasi di media sosial,” ucapnya.
Menurut Idham, dengan menurunnya angka hoaks di media sosial, menunjukan komunikasi yang semakin membaik dari para pemilih muda di media sosial. Ia juga mengatakan bahwa hal ini berbeda pada tahun 2019 ketika pemilih terpolarisasi dengan kacau.
Ia meyakini bahwa pemilih muda pada Februari mendatang adalah pemilih yang jauh lebih dewasa dari tahun-tahun sebelumnya dengan peningkatan antusiasme hingga partisipasi dalam pemilu dan pileg.
“Biasanya orang kalau makin dewasa. Antusiasmenya makin matang. Mengapa? Karena dia memiliki kesadaran bahwa pemilu ini penting. Saya meyakini partisipasi akan lebih baik baik dari sisi kualitas dan kuantitas,” katanya.
Kemudian tidak hanya mengenai kedewasaan pemilih, ia juga menyampaikan pemilu dan pileg kali ini sudah dibantu dengan canggihnya teknologi informasi yakni internet yang mempermudah informasi dan partisipasi masyarakat.
“Ya, yang jelas salah satunya adalah penggunaan teknologi informasi dalam rangka mewujudkan pemilu yang partisipatif. Masyarakat bisa berpartisipasi tanpa dibatasi ruang dan waktu,” ucap Idham.
Namun, ada juga daerah-daerah yang belum terbantu canggihnya teknologi tersebut seperti daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).
Mengenai hal ini, Idham menjelaskan bahwa pihak KPU sudah mempersiapkan badan penyelenggara khusus yaitu panitia pemungutan suara (PPS) dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara langsung.
“Tidak hanya menyelenggarakan pemungutan penghitungan suara. Tapi mereka menyampaikan informasi itu, misalnya pada saat mendistribusikan surat pemberitahuan, ‘Bapak Ibu, hari tanggal 14 Februari 2024, hari Rabu, akan diadakan penghitungan suara. Ini adalah surat pemberitahuan Anda. Silahkan Anda datang ke TPS,’” jelas Idham.
Idham juga menegaskan pentingnya pemilu dan pileg bagi masa depan bangsa dan negara terutama tentang menjalankan kebijakan yang akan dilaksanakan selama lima tahun kedepan oleh pasangan calon terpilih.
“Tidak hanya bagaimana kebijakan itu akan dirumuskan oleh mereka yang terpilih, tapi kebijakan ini dilaksanakan. Oleh karena itu, ya, berpartisipasi di pemilu ini, kita sedang mendesain masa depan bersama,” pesan Idham terhadap seluruh pemilih muda yang mendominasi suara pada Februari yang akan datang.
Anies Baswedan dari mata sang putri sulungnya
Tia membagikan kisahnya sebagai putri dari Anies Baswedan, calon presiden nomor urut 1, yang akan segera bertanding pada pesta demokrasi di pemilu 2024. Kepada ANTARA, Tia menceritakan bagaimana kedua orang tuanya membawa suasana menyenangkan dalam masa-masa belajar.
Baca selengkapnyaAnies Baswedan dari mata sang putri sulungnya
“Sebenarnya ini sih, karena Abah dan Mama itu selalu membawa suasana yang menyenangkan gitu ketika belajar,” ucap Mutiara Baswedan, putri sulung dari pasangan Anies Baswedan dan Fery Farhati Ganis.
Mutiara Annisa Baswedan atau yang akrab disapa Tia, menyambangi kantor ANTARA pada Selasa (09/01) lalu. Ia adalah putri pertama dari pasangan Anies dan Fery. Adik dari Tia adalah Mikail Azizi Baswedan, selanjutnya Kaisar Hakam Baswedan dan anak bungsunya yang bernama Ismail Hakim Baswedan.
Tia membagikan kisahnya sebagai putri dari Anies Baswedan, calon presiden nomor urut 1, yang akan segera bertanding pada pesta demokrasi di pemilu 2024. Kepada ANTARA, Tia menceritakan bagaimana kedua orang tuanya membawa suasana menyenangkan dalam masa-masa belajar.
“Misalnya dari kecil itu aku dibeliin buku terus sama Abah buku biografi, buku novel dan setiap selesai satu buku itu ntar dibeliin lagi. Kalau ada film baru di bioskop sama Abah itu dikasih tantangan baca bukunya dulu nanti diajak nonton, jadi ada reward nya (hadiah),” kata Tia.
Anies dan Fery tidak sungkan-sungkan untuk memberikan apresiasi terhadap putri sulungnya usai menyelesaikan waktu belajar. Dengan cara didik demikian, pendidikan tidak lagi jadi hal yang menyeramkan, kata Tia, justru pendidikan jadi menyenangkan.
Kemudian, Tia menceritakan bagaimana Anies membuka diri untuk berdiskusi dengan anaknya. Tidak sedikit, Tia memberikan beberapa masukan dan saran kepada ayahnya.
“Jadi Abah itu emang selalu terbuka untuk diskusi. Bukan karena aku ngomong karena sesuatu itu jadi berubah atau apa gitu, nggak. Jadi lebih yang kita diskusikan bersama,” jelas Tia.
Selaku orang tua, Anies dan Fery juga kerap mengajarkan prinsip-prinsip hidup kepada anak-anaknya, termasuk kepada Tia.
“Prinsip-prinsip yang diajarkan Abah itu ada beberapa, misalnya Abah sama Mama selalu mengajarkan kalau kita melakukan yang baik dan benar nggak cuma untuk diri kita tapi untuk orang lain jangan takut,” ucap Tia.
Selain jangan takut berbuat baik, yang diajarkan Anies dan Fery kepada anak-anaknya adalah selalu menghargai proses dan memegang teguh prinsip yang sudah diajarkan. Meskipun akan berada di tempat lain, tambah Tia, prinsip harus dipegang teguh.
“Abah sama Mama paling sering menekankan bahwa prinsip-prinsip itu harus selalu dipegang dimanapun kita berada. Kita boleh menyesuaikan lingkungan tapi kita pegang terus prinsip-prinsip,” katanya.
Tak hanya membagikan kisah kedekatannya dengan Anies, Tia sebagai salah satu tim Riset dan Substansi dari pasangan capres (calon presiden) dan cawapres (wakil presiden) nomor urut 1 dan tokoh anak muda, ia juga memberikan pandangannya tentang dinamika politik saat ini.
“Menurut aku politik saat ini di Indonesia, aku ngerasa pemilu kali ini membawa warna yang baru. Misalnya, aku bangga banget sama Abah, membawa ide-ide seperti Desak Anies dan membawa kampanye itu bukan hanya gimik. Kampanye itu menyampaikan gagasan, melihat rekam jejak,” kata Tia.
Dari pandangannya, pilpres (pemilihan presiden) saat ini sudah membawa warna-warna baru dibandingkan pilpres sebelumnya. Ia juga menerangkan jika sudah banyak orang yang sudah mencari tahu mengenai gagasan dari masing-masing pasangan capres dan cawapres. Itulah yang ingin Tia sorot lebih banyak lagi.
Kemudian memasuki masa-masa akhir jabatan Anies sebagai gubernur DKI Jakarta dan menjelang pilpres mendatang, Tia banyak menerima masukan positif dari berbagai pihak tentang kebaikan yang sudah dilakukan Anies di DKI Jakarta. Ia ingin mendorong ayahnya untuk dapat terus bermanfaat bagi banyak orang.
“Aku ngeliat harapan di mata mereka dan ketika Abah ditugaskan untuk maju di level nasional. Aku justru kayak oke, ini kesempatan Abah berbuat baik, kesempatan Abah bisa bermanfaat untuk orang banyak, bisa menjadi Abah untuk orang banyak,” ujarnya.
Selaku anak muda, Tia menyebutkan masalah ordal atau orang dalam dan kebebasan berpendapat masih menjadi masalah yang perlu dibenahi di Indonesia. Hukum, kata Tia, masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Jadi, masalah mengenai ketegasan hukum perlu diperbaiki, begitu juga fasilitas dalam memberikan pendapat terhadap negara.
“Yang perlu berubah itu menurutku hukum itu tajam ke bawah, tumpul ke atas. Banyak sekali kasus-kasus, kita perlu orang dalam untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Yang kedua, soal kebebasan berpendapat. Seharusnya orang itu bisa mengkritik pemerintah, menyampaikan pendapat dengan tenang,” ucapnya.
Kepada anak-anak muda, Tia berpesan untuk menggunakan hak suaranya, karena dari pengalamannya banyak yang memiliki pengetahuan cukup tetapi justru tidak menggunakan hak suaranya. Ia juga mengingatkan untuk mencari tahu tentang program dan rekam jejak masing-masing calon dan memilih sesuai nilai-nilai yang cocok dengan pribadi.
“Jangan lupa menggunakan hak suaranya. Karena itu sangat berguna, satu suara itu berguna banget untuk menentukan Indonesia lima tahun ke depan. Cari rekam jejak masing-masing calon, cari program-program yang paling cocok dengan teman-teman,” pesan Tia kepada anak-anak muda untuk terlibat dalam pesta demokrasi bulan Februari mendatang.
Wawancara khusus: Buah pikiran Ganjar Pranowo
Dalam wawancara eksklusif dengan ANTARA, calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, juga kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), berbagi pandangannya mengenai berbagai isu, termasuk peran penting anak muda dalam masa depan negara.
Baca selengkapnyaWawancara khusus: Buah pikiran Ganjar Pranowo
Sorotan Pemilu 2024 kini fokus pada generasi muda yang menjadi kekuatan perubahan dalam politik Indonesia.
Dalam wawancara eksklusif dengan ANTARA, calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, juga kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), berbagi pandangannya mengenai berbagai isu, termasuk peran penting anak muda dalam masa depan negara.
“Tugas kami adalah memberikan ruang yang fair (adil) pada kalian agar kalian bisa masuk di sini,” ucap dia kepada ANTARA pada Rabu (13/12/2023) ketika diwawancarai di kediamannya, Jalan Taman Patra Raya, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, Jakarta.
Terkait memberi ruang bagi anak-anak muda, ia ingin mereka untuk terlebih dahulu berproses. Seperti yang telah perjuangan yang telah ia dan calon wakil presiden Mahfud MD lakukan.
“Bagaimana kami (Ganjar-Mahfud) harus mendapatkan pekerjaan tanpa mendapatkan banyak fasilitas? Kami lakukan, kami berproses panjang, kami kasihkan contoh. Maka kamu anak muda, kamu bisa,” katanya.
Ia juga menceritakan bagaimana dirinya dan Mahfud bukan dari kalangan keluarga yang memiliki privilese.
“Hai anak muda, tadi malam saya sampaikan bapak saya ini polisi, pangkatnya tidak tinggi, yang bekerja di level kecamatan. Baru mau pensiun saja masuk di kabupaten. Pak Mahfud juga sama, bapaknya pegawai kecamatan. Maka saya katakan, kalau dalam momen yang sama, di tempat yang sama, rasa-rasanya kami ini anak-anak forkompimcam, forum koordinasi pimpinan di kecamatan levelnya,” ujarnya.
Karena datang bukan dari keluarga elite, Ganjar mengatakan ia memahami perjuangan anak-anak muda.
“Jadi kami ini sudah terbiasa bertemu dengan kondisi-kondisi keseharian yang ada di bawah. Di bawah, bukan elite. Maka kalau kemudian kita merasakan bagaimana kita berjuang untuk merasakan rasa kenyang, kami berjuang,“ ucap Ganjar.
Ganjar juga berpendapat bahwa anak-anak muda butuh diapresiasi, terutama terhadap karya-karya yang mereka hasilkan.
“Mereka butuh apresiasi, mereka butuh terlibat, mereka butuh diedukasi, mereka butuh dijadikan contoh, dan mereka kita kasihkan harapan,” kata dia.
Maka dari itu, ketika debat perdana antar capres berlangsung, Ganjar menggunakan sepatu karya anak muda. Dengan begitu ia ingin mengapresiasi hasil kerja mereka.
“Untuk menunjukkan bahwa karya anak muda ini pun ternyata layak untuk kita pamerkan, untuk kita apresiasi,” ujarnya.
Sepatu yang dipakainya adalah merek hasil anak muda asal Bandung, Jawa Barat bernama Pijak Bumi. Sepatu ini mengedepankan kesehatan lingkungan dalam produksinya dan telah mulai dikenal ke mancanegara seperti Jepang dan Italia.
Khusus yang digunakan Ganjar, sepatu tersebut memiliki tulisan “sat set” mewakili jargon khas yang sering diucapkannya.
Selain memberikan pandangan tentang anak-anak muda, mantan gubernur Jawa Tengah ini berkomitmen untuk melanjutkan Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Lanjutlah. Semua yang berkepentingan dengan rakyat dan manfaat untuk rakyat, pasti lanjut," kata Ganjar.
Jika terdapat perbedaan tentang PSN, kata Ganjar, ia akan mencoba berbicara kepada pihak-pihak terkait seperti yang pernah dilakukannya ketika menjabat menjadi gubernur Jawa Tengah soal PSN di desa Wadas, Kabupaten Purworejo.
"Ketika kemudian ada yang setuju dan tidak setuju, kami ajak bicara. Di Wadas, dua tahun kami mengajak bicara mereka, dua tahun, dan akhirnya mereka menerima, semuanya, ketuanya menerima," katanya.
Meskipun telah mencoba berbicara dengan pihak terkait, Ganjar mengaku masih ada yang tidak setuju dengan PSN di desa Wadas. Maka dari itu, ia memberikan kesempatan bagi mereka untuk menggunakan jalur hukum.
“Hari ini masih ada yang tersisa, kalau tidak salah beberapa bidang dari tiga orang. Kami kasih kesempatan; ‘kami mau ke pengadilan, boleh,’" ucap Ganjar.
Kalau terpilih sebagai presiden pada pemilihan presiden (pilpres) 2024 nanti, menurutnya para kepala daerah ikut bertanggung jawab terhadap PSN di daerah masing-masing.
"Tetapi tugas saya menyelesaikan, bukan menghindar, apalagi saya lempar. ‘Eh, PSN bukan tugasnya gubernur, itu tugasnya pak menteri PUPR, tugasnya presiden.’ Tidak, saya bertanggung jawab. Sebenarnya edukasinya adalah jangan cuci tangan, tanggung jawablah pada soal itu (PSN)," ujarnya.
Mengenai isu bahwa Presiden Joko Widodo mendukung pasangan calon (paslon) nomor urut dua, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, Ganjar berpendapat bahwa benar maka paslon nomor urut dua akan mendapat suara sebanyak 100 persen.
“Tentu dengan logika sederhana, kalau dulu Pak Jokowi lawan Pak Prabowo, dan sekarang katakan dia bergabung, maka surveinya (Prabowo) seharusnya 100 persen,” katanya.
Menurut Ganjar, perbedaan pilihan sejumlah basis pemilih Joko Widodo pada pemilihan umum (pemilu) tahun 2019 lalu ikut mempengaruhi elektabilitas dirinya.
“Iya ada (pengaruh), tetapi kan suaranya tidak 100 persen berpindah,” kata dia.
Maka dari itu, debat menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh publik yang juga akan mempengaruhi elektabilitas dirinya dan pasangan calon wakil presiden nomor urut tiga, Mahfud MD.
“Jadi kalau kemudian ada survei, terus kemudian ada kejadian-kejadian, dan itu bisa menaik dan turunkan, maka momen yang ditunggu oleh publik adalah debat. Dan debat tadi malam itu akan membuka dan merubah cara berpikir semua orang karena dia sedang menonton; oh kandidat saya seperti ini,” ujarnya.
Ganjar juga menilai bahwa selain debat capres, debat cawapres yang akan diadakan pada 22 Desember 2023 dapat menjadi momen yang mendorong elektabilitas dia dan Mahfud MD.
“Nanti akan lengkap lagi jika cawapresnya juga sudah berdebat. Itu akan menjadi tontonan yang menarik, semua akan melihat dan semua akan punya preferensi. Siapa sebenarnya di antara kami? Dan itu yang layak saya pilih,” kata Ganjar.
Kemudian, ia juga menanggapi isu tentang dirinya tidak begitu mengulik soal korupsi dalam acara debat perdana capres.
"Saya kira agak keliru kalau tadi malam (Selasa, 12/12) tidak membahas itu, kami bahas; tetapi, keterbatasan tema diambil dari pertanyaan yang diberikan menjadikan kami memang tidak terlalu leluasa untuk mengeksplorasi lebih banyak," ucapnya.
Ia mengungkapkan bahwa dalam debat perdana tersebut ada banyak tema yang harus dibahas, namun tidak dapat diangkat semua karena keterbatasan waktu.
Kemudian Ganjar menambahkan, kalau pembahasan dalam debat perdana itu khusus mengenai korupsi maka pembahasannya bisa lebih mendalam dan seru.
"Kalau debat kira-kira temanya pemberantasan korupsi, debat kami! Bang, bung, bang, bung, wah, itu pasti asyik. Kami akan keluarkan semuanya," kata dia.
Setelah perdebatan usai, Ganjar mengaku senang atas respon yang diberikan warga atas dirinya.
“Saya tiap hari lari, tiap hari jalan masuk kampung. Pada habis debat jalan pagi agak berbeda memang, yang menyapa saya lebih banyak dan kalimatnya; mantap Pak tadi malam, Pak,” ujarnya.
Bahkan, Ganjar juga membicarakan tentang respon warga kepada istrinya, Siti Atikoh.
“Lalu saya tanya istri saya, bunda sadar enggak tadi malam banyak orang yang menyapa? Oh iya, oh iya ya? Tadi ya? Sampai ngejar-ngejar minta foto terus sambil bisik-bisik; mantap Pak tadi malam, kita di bawah makin yakin gitu,” kata dia.
Selain itu, setelah debat perdana usai, ia juga menyinggung mengenai evaluasi partai politik (parpol) pengusung paslon nomor urut tiga. Ganjar menyebutkan bahwa hasilnya beragam.
"Ada yang bekerja sangat bagus, tapi ada yang perlu didorong dan dibantu," kata Ganjar.
Ia menambahkan bahwa koalisi parpol sudah merencanakan mengenai rapat terkait hasil tersebut. Selain itu, setiap parpol juga melaksanakan evaluasi kinerja di masing-masing internal.
"Partai-partai lain sama, ketika kita rapat internal sama mengevaluasi, karena partai juga punya kepentingan, partai-nya nanti mesti lolos juga kan mendapatkan hasil atau kursi yang maksimal juga. Maka kerja bareng ini yang kita evaluasi," ujarnya.
Ganjar juga mengungkapkan bahwa PDI Perjuangan telah mengadakan rapat internal untuk mencapai hasil maksimal pada tahun 2024.
"Jadi khusus yang dari PDIP kemarin sudah rapat maraton untuk menggerakkan seluruh kekuatan yang ada," kata dia.
Mari menyaksikan kembali peran krusial generasi muda dalam membentuk arah dan masa depan republik ini. Harapan dan aspirasi mereka menjadi pemandu kita dalam melangkah ke depan. Pemilu 2024 bukan hanya sekadar pesta demokrasi, melainkan panggung di mana para pemuda dan pemudi berdiri sebagai penentu takdir bangsa.
Credit
PENGARAH
Akhmad Munir, Gusti Nur Cahya Aryani, Teguh Priyanto
PRODUSER EKSEKUTIF
Sapto HP
PRODUSER
Ida Nurcahyani
CO PRODUSER
Farika Nur Khotimah
PENULIS
Farika Nur Khotimah, Jeremy Putra Budi Salenusa
EDITOR TEKS
Ida Nurcahyani
INFOGRAFIK
Nurul, Chandra, Noropujadi
EDITOR INFOGRAFIK
Rany
VIDEO
Farika Nur Khotimah, Jeremy Putra Budi Salenusa, Jihan Zahira, Khusnandar, Sanya dinda, Azhfar Muhammad, Pradana Putra Tampi, Syaiful Affandi, Chandrika Purna Dewi, Firman Eko Handi
FOTOGRAFER
Jessica Wuysang, Makna Zaezar, Muhammad Iqbal, Yulius Satria Wijaya, Oky Lukmansyah, Galih Pradipta, Basri Marzuki, Hafidz Mubarak A, Maulana Surya, M Risyal Hidayat, Anis Efizudi
FOTO
ANTARA FOTO
DATA DAN RISET
Pusat Data dan Riset Antara
WEB DEVELOPER
Y. Rinaldi