Mengabdikan diri untuk anak dengan HIV/Aids menjadi komitmen seorang Puger Mulyono. Pria asal Kota Solo ini mulai akrab dengan anak-anak tersebut semenjak bergabung di Yayasan Sosial Mitra Alam.
Ia mengatakan sudah bergabung di yayasan tersebut sejak tahun 2006. Selanjutnya, tepatnya pada tahun 2013 ia bersama beberapa temannya secara mandiri mendirikan Yayasan Lentera.
Yayasan Lentera merupakan rumah bagi anak-anak penderita HIV/Aids yang selama ini tersisihkan dari lingkungan tempat mereka tinggal. Berawal pada tahun 2012, ia memperoleh informasi ada seorang bayi di RSUD dr Moewardi Surakarta yang positif menderita penyakit tersebut.
"Karena kasihan dan tidak ada yang mau merawat, akhirnya saya merawat anak itu. Saya bawa pulang dan merawatnya seperti anak sendiri," katanya.
Kejadian serupa kembali terjadi pada tahun 2013. Oleh karena itu, ia bersama beberapa teman berinisiatif mendirikan Yayasan Lentera ini. Sampai sekarang, sudah ada sekitar 57 anak yang dirawat oleh yayasan tersebut.
Anak-anak ini tidak hanya diambil oleh Puger dari lingkungan mereka tinggal tetapi juga ada yang dirujuk oleh Dinas Sosial dari beberapa Pemda. Paling jauh, ada satu anak dari Papua yang menjadi penghuni yayasan tersebut.
Menurut dia, hanya beberapa anak yang dijenguk oleh keluarganya, namun sebagian besar tidak lagi bertemu dengan keluarga.
"Ada yang neneknya masih sering ke sini, kalau orang tua mereka kan sudah meninggal karena Aids. Jadi mereka ini sudah yatim piatu," katanya.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang parkir ini mengatakan banyak kejadian menyentuh saat menjemput anak-anak tersebut dari lingkungan mereka tinggal. Ia mengatakan anak-anak ini bukan hanya disingkirkan oleh para tetangga tetapi juga keluarga sendiri.
"Ada yang tidak boleh masuk rumah dan disuruh tinggal di kandang ayam, ada yang barang-barangnya dibakar sama warga, bahkan ada yang tidak berani keluar rumah karena setiap dia keluar rumah langsung dilempari warga," katanya.
Sedangkan untuk tantangan terberat yang dihadapi adalah ketika anak-anak ini berada pada masa paliatif, di mana mereka membutuhkan perawatan intensif dari pendampingnya.
"Ketika paliatif 100 persen aktivitasnya bergantung pada orang lain, mulai dari minum obat sampai buang air besar dan kecil," katanya.
Ia mengatakan kejadian yang paling menyedihkan adalah ketika anak-anak ini tidak bisa bertahan dan akhirnya menyerah pada penyakitnya.
Selama ini, bagi keluarga yang masih peduli maka jenazah anak dikembalikan ke keluarganya untuk selanjutnya dimakamkan oleh keluarga, sedangkan jika keluarga tidak mau atau asal-usulnya tidak jelas maka ia dan para pengurus Yayasan Lentera yang melaksanakan upacara pemakaman.
"Sejak tahun 2014 sampai sekarang sudah 12 anak yang meninggal," katanya.
Sementara itu, saat ini anak yang menjadi penghuni termuda berusia lima bulan, sedangkan yang paling dewasa berusia 15 tahun. Ia pun mengaku senang karena memperoleh dukungan penuh dari keluarga karena aksi kemanusiaannya ini.
"Bahkan istri dan anak saya tidak jarang ikut membantu merawat anak-anak ini. Mereka ikut memandikan dan mengajak anak-anak bermain," katanya.
Mengenai biaya operasional Yayasan Lentera, ia lebih banyak mengandalkan uluran tangan dari donatur. Selain itu, ada juga bantuan dari Kementerian Sosial.
"Kalau Pemerintah Kota Surakarta sudah membantu kami memberikan tempat ini," katanya.
Sebagaimana diketahui, Yayasan Lentera berada di Kompleks Taman Makam Pahlawan Kusuma Bakti, Jurug, Surakarta.
Disinggung mengenai keinginannya ke depan, Puger berharap bisa berdiri yayasan-yayasan lain serupa dengan Lentera sehingga anak-anak dengan HIV/Aids yang selama ini termarginalkan menjadi terlindungi dan memiliki kehidupan yang lebih baik.