Kecerdasasan buatan (artificial intelligence/AI) mungkin bukanlah topik yang dapat menarik perhatian banyak orang, tapi pemuda bernama Lintang Sutawika memutuskan untuk menggeluti bidang tersebut.
Tidak hanya sekedar mempelajarinya ketika dia menempuh pendidikan strata 1 dan strata 2 di Universitas Indonesia, Lintang juga mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang AI, atau lebih tepatnya cabang ilmu kecerdasan buatan yang disebut sebagai machine learning atau pemelajaran mesin.
Bergelut di dunia kecerdasan buatan bukanlah cita-cita awal Lintang. Ketertarikannya pada robotlah yang membuat dia terdorong masuk ke Teknik Elektro Universitas Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Atas (SMA).
Ketika mengambil gelar sarjana itu dia kemudian mengambil bidang kekhususan ilmu kendali yang salah satu bagian domainnya adalah robotik. Lulus dari Universitas Indonesia, dia kemudian mengambil pekerjaan yang berurusan dengan robotik di Singapura, sebelum akhirnya beralih fokus ke AI.
Saat bekerja itulah dia mulai menyadari bahwa masa depan robotika yang lebih cerdas itu seharusnya tidak bergantung kepada manusia yang membangun fiturnya tapi lebih ke bagaimana robot belajar sendiri, dengan algoritma yang membantu mereka mengambil keputusan sendiri.
"Dari situ saya melihat yang bisa melakukan itu adalah machine learning dan deep learning, cabang ilmu dari AI, yang bisa kita pelajari untuk robotika bisa sampai ke tahap itu," ujar dia.
Meski banyak orang yang menganggap topik perihal AI atau machine learning sulit untuk dicerna, tapi dengan mudah Lintang menjelaskan tentang ilmu untuk merancang sistem, bisa berupa perangkat lunak ataupun robot, yang dapat membuat keputusan sendiri itu.
"AI yang sering dilihat sekarang umumnya adalah cabang yang disebut sebagai machine learning atau pemelajaran mesin, disiplin untuk membangun algoritma yang dapat mempelajari sendiri aturan-aturan yang dapat membuat keputusan," ujar dia, ketika ditemui di kantornya yang berada di Jakarta Pusat.
Kovergen AI, begitu nama perusahaan yang dibentuk oleh Lintang bersama kedua temannya, adalah perusahaan start up teknologi yang begerak di bidang kecerdasan buatan yang membantu membaca dan menyimpan data dari kertas yang disimpan ke dalam cloud.
Untuk sementara perusahaan itu menciptakan perangkat lunak yang dapat membantu perusahaan untuk mengefisiensikan waktu dengan memanfaatkan perangkat lunak dengan algoritma yang bisa membantu proses bisnis, tapi dia tidak mengesampingkan kemungkinan melakukan diversifikasi usaha.
Tapi itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat, perusahaan itu baru berumur setahun dan Lintang bersama teman-temannya sekarang masih berusaha meluaskan pasar dan memperbaiki kualitas dari produk yang ditawarkan oleh Konvergen AI.
Bersamaan dengan membangun perusahaannya, Lintang tidak pernah berhenti mengembangkan dirinya. Baru-baru ini dia dan kelima temannya berhasil memenangkan kontes teknologi Zoohackathon 2019 yang diadakan di Kota Kinabalu, Malaysia.
Perlombaan itu adalah kontes yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat untuk mencari solusi teknologi dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kejahatan perdagangan satwa ilegal.
Lintang bersama teman-temannya berhasil keluar sebagai juara dengan menciptakan prototipe perangkat lunak untuk membantu para analis membaca pola dari jalur perdagangan satwa langka dan dilindungi.
Aplikasi yang diberi nama Pangolin itu akan memotong waktu yang dihabiskan oleh analis untuk membaca berita tentang perdagangan ilegal dengan cara kerja membiarkan algoritma AI mengekstrak informasi kunci dari artikel berita.
Pangolin bekerja dengan sistem yang melakukan pengikisan data dengan mengekstrak data dari situs berita, lalu disimpan di basis data yang kemudian akan diakses oleh algoritma machine learning atau AI yang selanjutnya akan mengambil berita, dan mengembalikan informasi yang diekstrak.
Dalam percobaan awal di Kota Kinabalu, Pangolin berhasil memproses sekitar 100 artikel dalam satu jam, jauh lebih cepat dibandingkan jika analis harus membaca satu-persatu berita tentang penyelundupan dan penjualan ilegal satwa langka dan dilindungi.
Pangolin rencananya akan dipertandingkan dengan para pemenang di 15 kota lainnya yang juga mengadakan Zoohackathon 2019 seperti yang berasal dari Amerika Serikat , Austria dan China.
Indonesia kini sedang bersiap untuk memasuki Revolusi Industri 4.0. Bahkan Presiden Joko Widodo dalam periode pemerintahan keduanya mencanangkan fokus kepada pembenahan sumber daya manusia (SDM) untuk menghadapi hal tersebut.
Peta jalan dibutuhkan untuk menyiapkan SDM yang mampu bersaing di era industri yang akan berfokus kepada digital. Permasalahan kurikulum kini menjadi perhatian agar Indonesia dapat mempersiapkan generasi penerus yang mampu bersaing dengan negara-negara lain yang mungkin sudah selangkah lebih cepat melakukan persiapan.
Hal itu juga menjadi perhatian Lintang, yang menyebut untuk menghasilkan SDM yang baik untuk Revolusi Industri 4.0 maka dibutuhkan teknik pengajaran yang bukan hanya sekedar menghapal rumus, tapi juga kasus pengimplementasiannya.
"Mengajarkan kimia, fisika dan matematika itu melatih nalar, kalau misalnya kita tidak paham (pengimplementasian) bagaimana kita bisa menalar ke hal-hal lebih tinggi seperti coding atau machine learning. Saya rasa yang perlu dikejar itu adalah pengertian dan pembelanjaran secara holistik," ujar Lintang.
Lintang sendiri melihat masa depan cerah teknologi Indonesia yang akan berkembang ke arah penciptaan layanan atau produk yang berdasarkan properti intelektual atau industri berbasis hak kekayaan intelektual (HKI). Dia mengambil contoh seperti Apple dari Amerika Serikat dan Samsung dari Korea Selatan yang berhasil menciptakan teknologi yang dipantenkan.
Sejauh ini, menurut lulusan Magister Ilmu Komputer Universitas Indonesia itu, tren inovasi teknologi yang sekarang terjadi adalah “mengantarkan” sesuatu yang offline menjadi proses online seperti aplikasi transportasi daring dan teknologi itu sudah paten.
“Saya lihat ada kesempatan baru sekarang, setelah masa itu sudah establish. Ada kesempatan-kesempatan lain yaitu membuat sistem-sistem yang basisnya bukan offline ke online, tapi inovasi di sisi paten, algoritma, invensi. Hal yang tidak mudah direplikasi,” tegas dia.