Berawal dari keresahan, seorang dosen Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP) Universitas Padjajaran (Unpad), Dwi Purnomo mengembangkan ekosistem bisnis kepada mahasiswa dengan berbasis ekonomi yang bermanfaat kepada masyarakat.
Dia menyebut saat ini para mahasiswa, khususnya bidang pertanian sangat jarang ada yang mau bersinggungan langsung kepada masyarakat pedesaan. Padahal menurutnya bidang pertanian itu erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat desa.
"Jadi percuma saja ilmunya kalau tidak digunakan kepada masyarakat desa, makanya saya coba kembangkan ekosistem wirausaha untuk mahasiswa yang dapat mengangkat ekonomi warga desa," kata Dwi di Jalan Raya Jatinangor, Sumedang, Rabu.
Ekosistem bisnis itu ia kembangkan dalam bentuk wadah komunitas yang bernama The Local Enablers. Dengan adanya ekosistem bisnis mahasiswa, maka kurikulum perkuliahan pun ia yakini akan mendukung.
"Perjalanannya itu cukup sulit, karena mengubah kurikulum itu tidak mudah. Akan lebih mudah jika kita bangun ekosistemnya dulu," kata dia.
Pengetahuan bisnis tersebut, kata dia, sudah mulai berlaku di beberapa mata kuliah umum di Unpad. Untuk itu, ia selalu mendorong kurikulum itu agar para mahasiswanya untuk bisa berwirausaha dengan tanggung jawab sosial.
Saat ini, kata dia, ada sekitar 140 bisnis yang dikembangkan oleh mahasiswa yang tergabung dalam The Local Enablers (TLE). Berbagai bisnis tersebut menurutnya dikembangkan dengan model-model yang baru seiring era digitalisasi.
Dia menyebut komunitas tersebut merangkul para mahasiswa yang ingin mempelajari cara berwirausaha tanpa dipungut biaya sedikit pun. Selain itu komunitas tersebut, kata dia, juga sudah menggelar sejumlah workshop bisnis kepada masyarakat.
Menurut Dwi, ekosistem yang ia bentuk adalah salah satu cara untuk mendukung pemerintah dalam menjalankan visi dan misinya. Beberapa usaha yang berdampak terhadap peningkatan ekonomi sosial, menurutnya adalah hal yang perlu dikembangkan.
"Jadi kita disini itu berperan sebagai yang menjabarkan visi dan misi pemerintah. Terkadang pemerintah sendiri bingung menjabarkan visi dan misinya di bidang ekonomi kreatif," kata Dwi.
Dia pun telah menggandeng pemerintah daerah untuk mengembangkan ekosistem bisnis kreatif di masyarakat. Salah satunya adalah mendorong pemerintah agar membuat working space di tiap kecamatan.
"Jadi ruang publik itu harus bisa dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi warga," katanya. Sementara itu, sebagai Formulator TLE, Ina Sawitri menyebut sudah ada usaha-usaha TLE yang cukup unik. DIa mencontohkan ada usaha yang bernama Ngaput Indonesia yang dibuat oleh seorang mahasiswa bernama Aziz Muslim. Aziz, kata dia, mengembangkan UKM konveksi dengan metode yang unik karena melibatkan langsung para masyarakat. Ngaput Indonesia tersebut memberdayakan masyarakat dari hulu hingga ke hilir.
"Jadi Aziz ini mengajarkan langsung masyarakat cara menjahit. Dia juga memberikan langsung mesin jahitnya untuk masyarakat di pedesaan," kata dia. Sementara peran Aziz ini, kata dia, adalah seorang yang mencari peluang pemesanan produk-produk konveksi di kota. Setelah mendapat pesanan, dia menyebut Aziz langsung menugaskan produksinya ke masyarakat desa yang sudah menjadi parnet bisnisnya.
"Seperti beberapa waktu lalu, Aziz dapet pesanan seribu produk sarung. Selain dia mengajarkan keahlian menjait, ia juga mengajarkan masyarakat caranya membuat kemasan yang baik," kata dia.
Selain wirausaha dalam bentuk produk pakaian dan makanan, Ina menyebut para mahasiswa juga memiliki wirausaha yang bergerak dalam bidang jasa. Ada sejumlah mahasiswa yang memiliki usaha di bidang penyedia acara (Event Organizer).
"Banyak usaha yang bisa dikembangkan, tinggal bagaimana kita melihat peluang yang ada," kata Ina. Di tempat berkumpul TLE di Jatinangor pun terdapat sejumlah fasilitas yang dapat mendukung ekosistem wirausaha. Ruang yang bisa diberdayakan gratis itu, kata Ina, menyediakan alat-alat seperti dapur umum ruang kerja dan berbagai hal lainnya.
"Jadi yang mau ikut tinggal datang saja kesini, kita terbuka untuk siapapun," katanya. Kehadiran TLE di tengah lingkungan mahasiswa menurutnya sangat berdampak positif. Sebagai salah satu mentor di TLE, ia akan terus membimbing mahasiswa dalam waktu hingga 2-3 tahun agar wirausahanya berkembang. "Bisnis itu gak bisa berkembang satu bulan atau dua bulan, biasanya bisnis baru mulai berkembang itu tiga tahunan," katanya.
Melalui komunitas ekosistem bisnis ini, menurutnya apapun bidangnya bisa dijadikan lahan bisnis yang baik. Seorang wirausahawan yang baik, kata dia, harus memiliki tekad yang tinggi serta pandai mencari peluang.
"Kita selalu mendorong mahasiswa ataupun pemuda yang datang kesini hingga bisa berbisnis, memang setiap orang kan karakternya berbeda, tapi itu menjadi tantangan bagi kita," kata Ina yang juga merupakan alumnus Unpad.
Dengan hadirnya TLE, Dwi yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan FTIP telah medapat penghargaan Anugerah Inovasi di Bidang Pendidikan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Penghargaan tersebut diberikan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat apel Peringatan HUT Ke-74 Provinsi Jawa Barat di Lapangan Gasibu, Kota Bandung, Senin (19/8).