Siapa sangka hanya bermodalkan Rp100.000, siapapun bisa jadi pemilik bioskop sekaligus kedai kopi.
Tak hanya itu, untuk nonton film berkelas pun tak perlu bayar mahal cukup Rp15.000 film keren garapan sineas sekelas Garin Nugroho, Eva Evansa, atau Yudi Kurniawan bisa ditonton sepuasnya. Dan jika ingin nonton ditemani segelas kopi dan camilan, cukup dengan menambah biaya Rp10.000.
Itu semua bisa didapatkan di Bioskop Rakyat Kabelan Ko-op, yang ada di Jalan Sukimulyo, Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah (Jateng) yang dikelola dalam bentuk koperasi. Dengan begitu semua anggota bisa memiliki hingga menikmati tayangan film berkualitas yang sudah dikurasi melalui berbagai festival film.
Koperasi yang dibentuk pada 1 Maret 2019 itu dirintis oleh Amrul Hakim dan beberapa teman dekatnya. Pada awalnya Kabelan Ko-op adalah ruang kolektif, tidak saja bagi mereka dalam industri kreatif, namun juga bagi masyarakat umum di Kendal. “Anggota koperasinya beragam mulai dari insan film, camat, guru, tukang bakso," kata Amrul.
Kabelan Ko-op menggunakan konsep Kedai Kopi dengan Bioskop Rakyat yang selalu berdialektika bersama para penonton. “Kami merawat prinsip kekeluargaan gotong royong dengan nilai kooperasi. Dimodali bersama, dikelola bersama, dan diawasi bersama,” katanya.
Amrul menjelaskan, kata Kabelan berasal dari bahasa daerah Kendal yang artinya Doyan. Dalam keseharian, ‘Kabelan’ diungkapkan dengan dialek yang jenaka. Sebuah kata harian yang dipakai tanpa batas dan sekat.
Kabelan Ko-op artinya Doyan Kopi. Kabelan Film artinya Doyan Film. Kabelan Kreatif artinya Doyan Kreasi.
Menurut Amrun, pada era 90-an masyarakat Jawa termasuk juga di Kendal, begitu akrab hidup dalam budaya nonton bioskop. Bahkan ketika itu ada 5 gedung pemutaran film di Kabupaten Kendal, dari Gajahmada di Kota Kendal, Bhayangkara di Kaliwungu, Sri Agung di Cepiring, hingga Pegandon dan Weleri.
"Namun hari ini, semuanya runtuh, tidak ada satupun yang tersisa. Kabelan Ko-op adalah Munajat Kami atas hilangnya Ruh Seni Budaya agar kembali kedalam Ruang Rupa Karsa dan Karya dalam sebuah Kedai Kopi dengan Program Pemutaran Film dan Ruang Ekspresi Panggung Seni," katanya.
Kepemilikan bioskop ini ditawarkan oleh teman-teman dari Kabelan Ngoopi di Kendal. Para pengelola Kabelan Ngoopi mengajak masyarakat sekitar untuk menjadi pemilik saham bioskop rakyat yang mereka kelola.
“Bagi yang berminat berinvestasi di bioskop rakyat ini, harus membeli saham di Kabelan Ngoopi seharga Rp100 ribu. Namun jika memiliki uang lebih, siapapun bisa juga menambahkan nilai investasinya,” katanya.
Semua dimulai pada 1 Maret 2019, awalnya saham di bioskop rakyat dan juga kedai kopi yang hanya dimiliki lima orang dengan modal Rp900 ribu, kemudian berkembang menjadi 11 orang, dan saat ini saham dimiliki oleh 56 orang. Para pemilik saham berasal dari berbagai kalangan termasuk petani, mahasiswa, dan pedagang di sekitar lokasi kedai.
Modal berbentuk uang tunai dipakai untuk membuka bioskop rakyat dan kedai kopi, bahkan keuntungan paling utama berasal dari kedai kopi yang juga menjual olahan lokal seperti keripik dan pisang goreng. “Semua berasal dari hasil bumi petani Kendal, mulai dari kopi sampai keripik. Keuntungan bersih kami sebulan Rp2,5 juta,” kata Amrul.
Bioskop rakyat yang dikelola sederhana ini berada di dalam sebuah ruangan yang dicat berwarna hitam, bagian atapnya juga diberikan kain berwarna hitam, lalu dipasang pula layar putih yang disorot melalui sebuah proyektor. Harga tiket menonton juga murah, yakni Rp15 ribu, namun jika ingin menikmati film sambil menyesap secangkir kopi, pengunjung bisa menambah biaya sebesar Rp10 ribu. “Cuma Rp25 ribu sudah bisa menonton film dan meminum kopi,” ujar Amrul.
Amrul menjelaskan film diputar seminggu sekali. Diantara film-film itu ada karya Garin Nugroho (Opera Rakyat), Eva Evansa (Siti) Yudi Kurniawan (Nyanyian Akar Rumput), dan Sidi Saleh (Pai Kau). Jika dirata-ratakan penonton yang datang di tiap pemutaran bioskop rakyat ini adalah 10-15 orang. Jadi sebenarnya relatif sedikit pendapatan dari tiket, hanya Rp150 ribu. Pendapatan yang agak lebih justru dari kopi dan camilan, dimana tiap orang merogoh tak kurang Rp30 -40 ribu untuk ngopi dan camilan.
Konsep unik dan kreatif ini lantas bergulir beritanya dan sampai terdengar di Pemerintah Kabupaten Kendal.
"Kami atau anak-anak sineas mendapat pekerjaan dari DPRD Kendal untuk membuat flim pendek soal sosialisasi DPRD, nilai kontraknya lumayan Rp50 juta, dan beberapa instansi lain juga minta dibuatkan film pendek. Ini berkah yang luar biasa," kata Amrul.
Konsep Bisokop Rakyat dan Kedai Kopi yang dikelola melalui koperasi Kabelan Ko op ini, pada perkembangannya mulai coba diadopsi oleh komunitas seni di daerah lain. Sebut saja di Cilacap, Solo, Bali, dan Medan, yang semua ini difasilitasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM. “Soal dinamika pengembangannya, tergantung masing-masing daerah,” tambah Amrul.