Gagasan awal pembangunan jalur kereta api nyatanya bukan diperuntukkan sebagai angkutan massal sebagaimana yang berlaku hari ini. Mulanya, kereta api dihadirkan untuk menunjang kegiatan eksploitasi pemerintah kolonial Hindia Belanda di Nusantara.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda sangat bergantung pada hasil bumi Nusantara, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun mengisi kas negara yang kala itu digunakan untuk mendanai perang. Namun begitu, jauhnya jarak tempuh menuju gudang penyimpanan maupun pelabuhan tidak jarang membuat hasil bumi yang diangkut cepat membusuk, sehingga mengurangi keuntungan yang didapat.
Oleh sebab itu, Raja Willem III memerintahkan para gubernur jenderal mencari cara guna mempermudah sekaligus mempercepat distribusi sumber daya alam dalam jumlah yang lebih banyak dari pedalaman Nusantara.
Atas dasar penelitian yang dilakukan oleh T.J.Stilcjes sebagai Menteri Urusan Jajahan, Raja Willem III pun menyetujui pembangunan rel kereta api dengan melewati jalur Ungaran-Salatiga. Jalur tersebut disetujui sebab Kota Semarang merupakan kota administrasi sekaligus pusat perdagangan pada masa itu, dengan komoditas utama berupa gula.
Ada banyak wilayah-wilayah pedalaman di Kota Semarang yang menjadi tempat produksi gula, sehingga perlu untuk mempermudah jaringan penghubung ke Pelabuhan Semarang yang merupakan gerbang ekspor-impor internasional.
Maka pada tanggal 17 Juni 1864, maskapai kereta api swasta Belanda NISM menerima mandat untuk memulai pencangkulan pertama pembangunan tersebut. Jalur yang harus dibangun oleh NISM kurang lebih sepanjang 25 kilometer yang dimulai dari Desa Kemijen menuju Desa Tanggung, dengan perkiraan lebar sepur 1435 milimeter.
Rute ini mulai aktif beroperasi setelah diresmikan oleh Gubernur Jenderal Ludolph Anne Jan Wilt Baron Sloet van de Beele pada tahun 1867. Kereta tujuan Semarang-Tanggung tersebut beroperasi dua kali dalam sehari, pagi hari untuk jadwal keberangkatan dan sore hari untuk jadwal kepulangan dengan waktu tempuh selama 1 jam.
Kereta berangkat pada pukul 07.00 pagi dari Stasiun Semarang dan akan tiba di Stasiun Tanggung pada pukul 08.00 pagi. Selanjutnya kereta akan kembali pulang pada sore hari. Kereta berangkat pada pukul 16.00 dari Stasiun Tanggung dan akan tiba pada pukul 17.00 di Stasiun Semarang.
Selama tahun pertama beroperasi, NISM memberlakukan harga tiket yang bervariasi sesuai dengan kelas yang dipesan, mulai dari 0,45 gulden, 1,5 gulden, hingga 3 gulden. Karena sejak semula pembangunannya dimaksudkan untuk memudahkan kegiatan ekspor maupun impor pemerintah kolonial Hindia Belanda, kereta api ini sehari-hari mengangkut hasil bumi, hewan ternak, pedati, hingga gerobak beserta manusia.
Semasa kolonialisme Jepang, kereta api beserta jalurnya lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan perang ketimbang aktivitas ekonomi. Bahkan, Jepang tidak jarang membongkar rel dan lokomotif untuk dibawa ke negara jajahan lainnya demi mendukung strategi perang Negeri Matahari Terbit tersebut.
Bagian penting lain dalam sejarah perkeretapian di Nusantara ialah lokomotif. Keberadaannya sekaligus pula menjadi ciri perkembangan teknologi transportasi dalam negeri dari masa ke masa.
Lokomotif uap beroperasi di Indonesia sejak rute pertama hingga seputaran tahun 1990-an ketika Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) belum berganti nama menjadi Perumka. Sebagaimana namanya, lokomotif uap menggunakan tenaga mesin uap untuk menarik rangkaian gerbong kereta. Bahan bakarnya menggunakan batu bara, kayu, atau minyak untuk menghasilkan uap dalam ketel uap.
Untuk menggerakkan roda kereta api, uap air dari ketel uap akan dialirkan ke ruang piston. Aliran uap ini lantas menggerakan piston yang secara mekanis telah terhubung dengan roda penggeraknya.
Dalam perjalanannya, sepur Nusantara menggunakan beberapa lokomotif uap yang menyesuaikan dengan kebutuhan sekaligus medan lintasan. Lokomotif uap terbesar di Indonesia ialah seri DD ALCO yang dipesan maskapai SS pada tahun 1916.
Hingga hari ini, beberapa lokomotif uap masih masih layak beroperasi untuk kebutuhan tertentu, seperti lokomotif uap seri B25 yang digunakan untuk menarik kereta wisata di Museum Ambarawa.
Adapun lokomotif diesel ialah lokomotif yang saat ini digunakan secara aktif. Bahan bakarnya tentu menggunakan minyak solar.
Di Indonesia, lokomotif diesel telah digunakan pertama kali pada September 1953, namun penggunaannya baru efisien setelah memasuki awal tahun 2000. Lokomotif diesel pertama tersebut berseri CC200 dengan nomor model AICO-GE UM 106T buatan pabrik General Elctric
Lantas dalam perjalanannya, Kereta Api Indonesia melakukan inovasi, sehingga menghadirkan kereta rel diesel dengan motor diesel terpasang di bawah setiap kabin gerbong. Kereta Rel Diesel Indonesia (KRDI) ini secara khusus diproduksi oleh INKA sejak tahun 2007 hingga 2014.
Daya yang dihasilkan dari hasil pembakaran diesel lebih banyak karena tidak hanya berasal dari motor diesel pada unit lokomotif saja. Bukan hanya itu, motor-motor diesel pada tiap kabin gerbong ini dipastikan minim getaran maupun kebisingan, sehingga tidak mengganggu kenyamanan penumpang.
Selain bertenaga uap dan diesel, lokomotif kereta api juga ada yang bertenaga listrik. Kereta ini digerakkan dengan menggunakan listrik yang disalurkan dari kabel transmisi di atas jalur kereta.
Indonesia menggunakan lokomotif listrik untuk pertama kalinya pada April tahun 1925. Saat itu, lokomotif listrik seri ESS3202 beroperasi dengan rute Tanjung Priok menuju Jatinegara. Lokomotif ini juga dikenal dengan nama lokomotif Bon-bon karena bentuknya yang kotak dan berwarna biru terang menyerupai coklat Bonbon.
Namun begitu, lokomotif listrik kini tidak lagi digunakan untuk kereta api jarak jauh dikarenakan prasarana elektrifikasi yang belum memadai. Lokomotif listrik hanya digunakan pada kereta api dengan jangkauan rute terbatas atau yang dikenal dengan nama commutterline. Kereta commuterline ini hanya melayani penumpang dalam rute Jabodetabek atau Yogayakarta-Solo.
Kereta api hari ini telah mengalami banyak kemajuan sejak pembangunan rel yang pertama. Perjalanannya dari masa ke masa sedikit banyak diabadikan oleh beberapa stasiun yang kini beralih menjadi museum.
Museum Kereta Api Indonesia atau yang lebih dikenal dengan nama Museum Ambarawa dahulu merupakan stasiun kereta api yang aktif mengantarkan penumpang maupun berbagai hasil bumi di Pulau Jawa. Stasiun yang diberi nama Stasiun Willem I ini resmi beroperasi sejak tahun 1873 dengan layanan rute Kedungjati-Ambarawa.
Sayangnya, layanan rute tersebut terpaksa ditutup karena tidak mampu bersaing dengan moda transportasi jalan raya ketika memasuki tahun 1970. Karenanya Soepardjo Rustam Gubernur Jawa Tengah kala itu mengusulkan agar Stasiun Willem I dialihfungsikan menjadi museum kereta api.
Maka setelah melewati proses peremajaan, Rustam meresmikan alih fungsi Stasiun Willem I menjadi Museum Kereta Api Ambarawa pada tahun 1976.
Dengan hadirnya Museum Kereta Api Ambarawa, khalayak dapat melihat langsung jejak perjalanan kereta api di Indonesia. Sedikitnya, ada 26 lokomotif uap, 4 lokomotif diesel, 5 kereta, dan 6 gerbong dari berbagai daerah yang hingga kini masih terawat dengan baik dan terbuka bagi pengunjung. Bukan hanya itu, Museum Kereta Api Ambarawa juga menawarkan pengalaman berwisata dengan menaiki kereta api berlokomotif uap maupun diesel vintage.
Kereta api wisata ini melayani relasi Ambarawa-Tuntang. Sedang untuk relasi Ambarawa-Jambu_bedono, Museum Kereta Api Ambarawa secara khusus menawarkan wisata kereta api dengan lokomotif uap bergigi sebab relnya menjadi satu-satunya rel bergigi yang masih aktif di Indonesia.
Ada pula Museum Sawahlunto yang mengabadikan perjalanan kereta api di wilayah Sumatera Barat. Dahulu, museum ini adalah Stasiun Sawahlunto yang aktif melayani penumpang dari berbagai kalangan sejak dibukanya tambang batu bara Ombilin hingga tahun 2000.
Namun, hasil tambang yang terus berkurang setelah tahun tersebut akhirnya membuat stasiun ini mati suri di tahun 2003. Maka pada tahun 2005, Jusuf Kalla yang tengah menjabat sebagai wapres akhirnya meresmikan stasiun tersebut menjadi sebuah museum setelah dilakukan pemugaran dengan tidak mengubah fasad aslinya.
Salah satu koleksi Museum Sawahlunto ialah lokomotif uap bergigi E1060 yang memiliki sebutan “Mak Itam”. Lokomotif ini tidak hanya menjadi bagian dari perkembangan transportasi kereta api di Indonesia, namun juga saksi dari kejayaan tambang batu bara di Sumatera Barat.
Pasalnya, lokomotif ini mampu menarik 40 gerbong dengan kapasitas 130 ton dalam sekali perjalanan dengan medan rute yang menanjak. “Mak Itam” rutin menarik para wisatawan yang berkunjung ke Museum Sawahlunto hingga tahun 2012. Tugas terakhirnya ialah membawa ratusan peserta balap sepeda dari 23 negara pada Tour de Singkarak di awal Juni tahun 2012 silam.
Seolah tidak lekang dimakan zaman, peminat kereta api terus bertambah hingga hari ini. Tidak seperti pada beberapa dekade sebelumnya, kereta api kini bukan lagi hanya milik kelas masyarakat tertentu. Kereta api telah menjelma angkutan primadona antar kota.
Beragamnya pilihan harga dan layanan yang ditawarkan menjadi beberapa alasan mengapa kereta api semakin diminati oleh masyarakat dari berbagai kalangan baik atas maupun bawah, apalagi pada hari-hari tertentu.
Menyoal harga, Kereta Api Indonesia kini menawarkan beberapa harga tiket, mulai dari 30 ribu hingga 1 juta. Beragam harga tersebut menjadikan kereta api sebagai sarana transportasi yang ekonomis karena dapat menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna.
Perbedaan mendasar dari harga tiket di atas tentunya terlihat melalui gerbong-gerbong pilihan yang disediakan. Meski sama-sama memiliki fasilitas pendingin udara, colokan listrik, serta toilet, kelas-kelas gerbong nyatanya terbagi atas kelas ekonomi, kelas bisnis, dan kelas eksekutif.
Kelas ekonomi menjadi kelas kereta dengan harga tiket paling murah. Salah satu ciri khas kelas ini ialah formasi tempat duduk 3-3 atau saling berhadapan dengan jumlah kursi paling banyak dibandingkan kelas lain. Selain itu, durasi perjalanan kereta kelas ekonomi cenderung lebih lama karena berhenti di banyak stasiun.
Adapun kelas bisnis memiliki harga tiket yang lebih mahal dari kelas ekonomi. Oleh karena itu, para penumpang kelas bisnis mendapatkan gerbong dengan formasi tempat duduk 2-2 yang tidak saling berhadapan. Kelas bisnis juga menawarkan ruang kaki penumpang yang lebih lebar meski sandaran kursi tetap tidak dapat diatur. Umumnya, satu gerbong kelas bisnis hanya dapat memuat 64 penumpang.
Selain kedua kelas di atas, ada juga kelas eksekutif yang menjadi tipe kelas dengan harga tertinggi. Sesuai dengan harganya, kelas ini menawarkan kenyamanan lebih, seperti ruang kaki penumpang yang lebih lebar dari kelas bisnis serta mendapatkan selimut bila jadwal perjalanan malam. Satu gerbong juga hanya membawa sekitar 50 orang penumpang.
Beberapa kereta, seperti Argo Bromo Anggrek, Argo Taksaka, dan Argo Lawu juga menawarkan kelas priority serta luxury. Satu gerbongnya hanya membawa 28 penumpang, dengan formasi tempat duduk tidak ubahnya dengan kursi pesawat kelas bisnis. Layanan pada kelas ini meliputi TV 12 inch layar sentuh beserta earphone juga fasilitas makanan berat, minuman, dan camilan selama perjalanan.
Tidak berhenti sampai di situ, kereta api hari ini juga menawarkan layanan lain selain sebagai angkutan penumpang. Untuk kegiatan pariwasata misalnya, tersedia kereta api wisata yang bisa dipesan khusus dari jauh hari. Ada pula kereta api logistik yang melayani pengiriman barang untuk menunjang aktivitas sehari-hari.
Sejalan dengan tumbuhnya minat masyarakat terhadap kereta api, ada peningkatan yang senantiasa diupayakan Kereta Api Indonesia dari waktu ke waktu. Transformasi digital menjadi salah satu perbaikan paling signfikan yang kian mendekatkan layanan kereta api kepada masyarakat.
Keputusan tersebut bukan wacana semata. Kereta Api Indonesia mulai berbenah dengan lebih dulu mengubah budaya organisasi dan kultur kerjanya agar berorientasi pada digitalisasi. Hal ini untuk memastikan digitalisasi membuahkan hasil dan tidak gagal sehingga berdampak positif pada stabilitas organisasi.
Alhasil, infrastruktur untuk sistem digital mulai dibangun. Layanan jual beli tiket kereta api menjadi aspek pertama yang didigitalisasi oleh Kereta Api Indonesia.
Sebagaimana dapat diingat, carut marut proses pembelian tiket kereta api sebelum tahun 2009 seolah telah menjadi rahasia umum. Bukan hanya merepotkan, harga tiket kereta api kala itu juga terbilang mahal sebab pelayanan yang didapat penumpang masih kurang memadai sehingga tidak sebanding dengan harga yang ditawarkan
Maraknya aktivitas percaloan di tiap stasiun menjadi sebab utama mahalnya harga tiket kereta api. Persoalan lainnya ialah nyatanya cukup sulit menghilangkan aktivitas percaloan tersebut.
Langkah paling strategis dan efektif untuk menghentikan budaya percaloan tersebut dengan menggantinya dengan budaya baru. Oleh karena itu, Kereta Api Indonesia mengenalkan budaya digital ke dalam pelayanan kereta api di Tanah Air.
Kereta Api Indonesia membuat aplikasi resmi yang memungkinkan masyarakat untuk memantau jadwal kereta terbaru sekaligus melakukan pembelian tiket. Bukan hanya itu, Kereta Api Indonesia juga melakukan kerjasama dengan aplikasi-aplikasi perjalanan untuk menambah saluran pemesanan tiket.
Bahkan, Kereta Api Indonesia juga bekerja sama dengan gerai-gerai minimarket sehingga mereka yang tidak memiliki ponsel cerdas atau tidak mengerti menggunakan aplikasi tetap dapat membeli tiket kereta secara langsung.
Selain digitalisasi dalam layanan jual beli tiket, Kereta Api Indonesia juga melakukan digitalisasi pada sistem operasi kereta guna mengawasi tingkat ketepatan waktu kereta tiba dan berhenti di tiap stasiun. Dengan begitu, tiket kereta yang telah dibeli oleh masyarakat dapat berangkat dan tiba dengan tepat waktu.
Lantas, Kereta Api Indonesia memasang GPS pada setiap lokomotif untuk mengetahui lokasi terkini serta melakukan komunikasi antar pihak yang berada di ruang kontrol operasi. Digitalisasi pada sistem operasi kereta ini berhasil yang terlihat melalui sedikitnya antrian dan tumpukan penumpang di stasiun.
Karena jadwal kereta api menjadi tepat dan akurat, para penumpang tidak perlu mengantisipasi untuk tiba lebih awal di stasiun keberangkatan hingga memaksa berangkat lebih awal guna menghindari keterlambatan tiba di stasiun tujuan. Mereka juga tidak perlu berdesak-desakan memasuki gerbong kereta di stasiun keberangkatan sebab lama waktu untuk naik turun penumpang telah diatur dengan tegas.
Transformasi organisasi menjadi langkah ekstrim yang diambil oleh Kereta Api Indonesia demi menjawab kebutuhan masyarakat akan layanan transportasi publik sekaligus pula mengubah wajah sepur menjadi lebih baik.
Ketika dipercaya menjadi Direktur Utama di tahun 2009, mimpi Ignasius Jonan sederhana. Ia ingin layanan perkeretaapian di Indonesia mengalami perbaikan, yang tidak hanya membawa manfaat bagi para penggunanya, namun juga bagi kesejahteraan setiap pegawai Kereta Api Indonesia.
Bermodalkan kemauan dan keberanian, Jonan memastikan betul semangat transformasi tidak hanya berakhir sebagai jargon belaka, melainkan menjadi mimpi sekaligus sistem organisasi baru yang diimplementasikan dari atas hingga ke bawah.
Ia berprinsip, “Setiap orang yang bekerja di kereta api harus punya mimpi untuk memperbaiki kereta api dan punya mimpi untuk berkarya, berkarir juga”.
Dalam wawancara dengan Antara, Jonan juga mengatakan bahwa hal yang paling esensi ialah apakah seorang pemimpin sungguh-sungguh memahami apa yang dibutuhkan untuk berubah menjadi lebih baik. Karena itu, sederet pelatihan dan kursus pun diberikan kepada para pegawai Kereta Api Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri bagi mereka yang berprestasi.
Ketegasan dan kerja keras Jonan dalam melakukan transformasi organisasi berbuah manis. Dari sekedar menawarkan layanan angkutan umum yang terkesan kumuh, Kereta Api Indonesia lantas berganti wajah menjadi potret transportasi umum yang nyaman dan modern.
Kepuasan dan kenyamanan para pelanggan telah menjadi prioritas bersama setiap pegawai Kereta Api Indonesia. Perbaikan layanan sekaligus infrastruktur senantiasa diupayakan hingga hari ini.
Salah satu perbaikan ini dapat dilihat melalui kondisi fasilitas toilet di stasiun maupun di dalam gerbong kereta. Sejak tahun 2009, Kereta Api Indonesia memastikan betul setiap toilet senantiasa dalam keadaan bersih dan layak pakai untuk para pengguna maupun pegawai.
Jonan percaya, “Toilet yang bersih, layak, dan nyaman ialah salah satu simbol peradaban modern yang sudah tentu akan turut pula mengubah wajah perkeretapian di Indonesia”. Terbukti, hampir tidak lagi terdengar aduan keluh kesah para pengguna kereapi berkenaan dengan toilet yang kotor apalagi tidak dapat digunakan.
Masih dari area stasiun, perbaikan juga tampak jelas dengan absennya para pedagang asongan ataupun warung-warung kecil yang sebelumnya biasa memadati hingga bagian ruang tunggu stasiun. Larangan berjualan di area stasiun hingga di dalam gerbong diberlakukan dengan tegas dengan melibatkan aparat keamanan Polri dan TNI.
Adapun perbaikan lain terlihat dengan adanya penggunaan mesin pendingin ruangan di seluruh kelas gerbong kereta api jarak jauh maupun kereta listrik jarak dekat. Sejalan dengan perbaikan infrastruktur tersebut, Kereta Api Indonesia juga memberlakukan dengan ketat aturan larangan merokok, baik di dalam gerbong, toilet gerbong, sambungan gerbong, hingga stasiun.
Penumpang yang kedapatan merokok selama dalam perjalanan akan diturunkan di stasiun terdekat. Adapun seluruh pegawai Kereta Api Indonesia tanpa terkecuali juga akan mendapatkan sanksi tegas berupa pemberhentian dari masa tugas bila melakukan pelanggaran yang sama.
Tidak berhenti sampai di situ. Aspek lain yang mengalami perbaikan dan tidak kalah pentingnya ialah lahan parkir. Transformasi organisasi yang digaungkan Jonan juga berhasil menyulap lahan parkir stasiun yang sebelumnya lekat dengan aktivitas juru parkir liar menjadi lahan parkir resmi yang bebas dari pungli.
Sampai hari ini, Kereta Api Indonesia melalui anak perusahaannya mengelola langsung lahan parkir di setiap stasiun. Oleh sebab itu, setiap kendaraan akan menerima karcis parkir resmi ketika memasuki area parkir stasiun dan membayar kepada petugas sesuai tarif yang tertera ketika meninggalkan stasiun.
Perkembangan kereta api di Tanah Air tidak hanya membawa pengaruh terhadap tempat-tempat yang menjadi persinggahannya, namun juga masyarakat yang hidup dekat berdampingan dengan kereta api.
Adalah Oka, salah seorang masinis Kereta Api Indonesia yang telah 9 tahun duduk setia di belakang kemudi sepur. Ia memilih menjadi masinis bukan tanpa alasan. Sedari kecil, Oka telah akrab dengan hilir mudik kereta api. Rumahnya tidak begitu jauh dari stasiun.
Selain itu, kereta api juga telah menjadi angkutan umum andalannya sejak kecil. Baik pergi ke sekolah maupun mengunjungi tempat-tempat kesukaannya semasa kecil, Sejak itulah, Oka begitu kagum akan profesi masinis.
Ia bukan hanya kagum, namun juga bangga pada profesinya itu. Oka ingat betul pernah ada penumpang yang mengucapkan terima kasih secara langsung dengan tulus, bahkan memberikannya bingkisan makanan karena sudah mengantarkan mereka dengan selamat dan tepat waktu di tempat tujuan pada saat hari raya Idul Fitri.
“Terima kasih pak masinis, terima kasih ya sudah antar kami dengan selamat”.
Dibalik lancarnya perjalanan kereta api, ada para petugas yang harus mengawasi betul waktu keberangkatan dan keselamatan jalur tiap-tiap kereta. Tugas mereka bukan hanya memastikan tidak terlambatnya perjalanan kereta, namun juga menghindari tabrakan antar kereta ketika saling melintas.
Bagi Riza, menjadi seorang petugas pengatur perjalanan kereta api adalah bagian dari cita-cita hidupnya yang ingin bermanfaat bagi banyak orang. Profesi ini telah dilakoninya kurang lebih selama lima tahun sejak tahun 2017.
Menurut Riza, bukan hal yang mudah mengatur perjalanan kereta api setiap harinya, apalagi untuk stasiun besar yang memiliki riwayat lebih dari 700 perjalanan setiap harinya. Lebih dari ketepatan waktu berangkat, Riza tetap harus mengutamakan keselamatan perjalanan para penumpang kereta api meski kondisi lapangan yang dihadapi menyulitkan, seperti saat musim hujan, tengah terjadi tawuran di perlintasan rel atau pemadaman listrik lokal.
Lain halnya dengan Feri Efendi, seorang petugas penjaga perlintasan rel kereta api yang tidak kenal lelah berjaga di balik palang perlintasan rel. Panas matahari dan dinginnya hujan tidak membuat dedikasi Feri surut ketika mengawasi para pengendara kendaraan pribadi yang tidak jarang ingin menerobos palang perlintasan rel.
Feri bangga akan profesinya tersebut yang tidak hanya memberikan berkah rezeki bagi keluarganya, namun juga membawa keselamatan bagi perjalanan penumpang kereta api maupun pengendara kendaraan pribadi yang melintasi rel.
Stasiun ini merupakan stasiun pertama sekaligus tertua di Indonesia. Pembangunannya diinisiasi pada tahun 1864 dan diresmikan beroperasi oleh Gubernur Jenderal Ludolph Anne Jan Wilt Baron Sloet van de Beele pada tahun 1867. Rute awalnya ialah Tanggung-Kemijen sejauh 25 kilometer untuk melengkapi jalur darat penunjang ekspor komoditas gula, kopi, dan nira dari Indonesia ke Eropa. Pada bagian depan bangunan stasiun terpancang monumen roda dan sayap bertuliskan “Di Bumi Inilah Kita Bermula”. Tahun 2010, Stasiun Tanggung ditetapkan menjadi cagar budaya sehingga hanya melayani persilangan dan persusulan antarkereta api, yakni KA Joglosemarkerto tujuan Solo dengan KA Brawijaya tujuan Jakarta yang melintas langsung.
Stasiun yang lebih dikenal dengan nama BEOS ini dibangun pada tahun 1870. Nama BEOS merupakan kependekan dari maskapai yang membangun stasiun tersebut, yakni Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij. Perusahaan ini melayani jalur kereta api dari Batavia menuju Karawang sepanjang 63 kilometer. Lantas pada tahun 1926, Pemerintah Hindia Belanda mengambil alih stasiun tersebut dan menutupnya sementara waktu untuk direnovasi menjadi bangunan yang kini ada. Stasiun ini kembali beroperasi pada 19 Agustus 1929 setelah diresmikan secara besar-besaran oleh Gubernur Jendral jhr. A.C.D. de Graeff. Bangunan baru Stasiun Jakarta Kota tersebut menjadi penanda masuknya era modern kereta api di Pulau Jawa.
Jalur kereta api Surabaya-Madiun selesai dibangun oleh maskapai Staatsspoorwegen (SS) pada 1 Juli 1882, sekaligus menandai beroperasinya Stasiun Madiun. Selanjutnya pada tahun 1884, Maskapai SS membangun bengkel kereta api yang berlokasi di utara Stasiun Madiun. Mulanya, bengkel ini khusus menangani lokomotif uap hingga tahun 1950. Lantas pada tahun 1962, namanya berganti menjadi Balai Karya dan beralih lagi menjadi Balai Yasa. Pada awal 1964, Balai Yasa mulai mengerjakan pembuatan lokomotif uap. Balai Yasa Madiun kemudian diserahkan kepada Pemerintah Indonesia pada tahun 1981 dan berganti nama menjadi PT Industri Kereta Api (INKA) yang merupakan perusahaan pembuat gerbong dan kereta penumpang hingga kini.
Tambang batu bara di Ombilin menginisiasi pembangunan jalur kereta api rute Pelabuhan Teluk Bayur-Sawahlunto yang dilakukan oleh maskapai Sumatra Staats Spoorwegen (SSS). Dari Muara Kalaban, pembangunan dilanjutkan ke arah utara melewati sebuah terowongan dan jembatan yang melintasi Sungai Lunto sepanjang 30 meter. Akhirnya pada 1 Januari 1894, jalur ini resmi dibuka bersamaan dengan peresmian Stasiun Sawahlunto. Namun memasuki akhir tahun 2000, produksi batu bara kian berkurang yang berdampak pada semakin sepinya aktivitas di Stasiun Sawahlunto. Maka pada 17 Desember 2005, Jusuf Kalla meresmikan Stasiun Sawahlunto menjadi museum, dengan Lokomotif Uap “Mak Itam” sebagai salah satu koleksinya.
Stasiun Cibatu selesai dibangun pada tahun 1889, sejalan dengan diresmikannya jalur kereta api yang menghubungkan Stasiun Cicalengka dengan Cilacap oleh maskapai Staatsspoorwegen (SS). Pada era kolonial Belanda, Stasiun Cibatu menjadi stasiun primadona karena menjadi tempat pemberhentian wisatawan Eropa yang hendak berlibur ke daerah Garut. Pada rentang tahun 1935-1940, tak kurang dari selusin taksi dan limousine milik hotel-hotel mewah di Garut terparkir setiap harinya di Stasiun Cibatu. Sejumlah tokoh dunia bahkan tercatat pernah singgah di stasiun ini, misalnya saja Charlie Chaplin, aktor dan aktris Jerman Renate Muller dan Hans Albers, Raja Chulalongkorn Thailand, hingga Perdana Menteri Perancis Georges Clemenceau.
