Keajaiban dari artificial intelligence (kecerdasan buatan) atau yang kerap disingkat AI adalah penggunaan kata atau perintah yang tepat untuk menghasilkan bantuan dari basis data AI yang sesuai dengan permintaan.
“Pertama-tama, apa itu AI? Ini adalah istilah yang luas dan mengacu pada kemampuan mesin untuk meniru kecerdasan manusia. Ini mencakup hal-hal seperti belajar, seperti penalaran, seperti masalah penyelesaian,” kata Samit Malkani Head of Brand, Social & Events Marketing Google Southeast Asia pada presentasinya dalam acara Google AI Day, Jumat (19/7).
Samit menjelaskan bahwa AI adalah istilah luas yang merujuk pada kemampuan mesin untuk meniru kecerdasan manusia, termasuk belajar, bernalar, dan memecahkan masalah. Ia menambahkan juga bahwa jenis AI yang sedang tren saat ini, yaitu generative AI (GenAI). Generative AI adalah tipe AI yang mampu menciptakan konten digital original. Dengan kata lain, AI ini bisa menghasilkan teks, gambar, atau bahkan video baru berdasarkan instruksi yang diberikan.
“AI generatif adalah salah satu dari banyak jenis AI. Dan ini adalah jenis AI yang berfokus pada pembuatan konten, seperti teks, gambar, musik,” kata dia memaparkan.
Samit menekankan potensi AI yang luar biasa. AI dapat membantu dokter mendeteksi penyakit lebih dini, memungkinkan orang mengakses informasi dalam bahasa mereka sendiri, dan membuka peluang untuk meningkatkan kehidupan miliaran orang.
“AI saat ini adalah salah satu teknologi paling mendalam yang sedang dikerjakan umat manusia. Baik membantu dokter mendeteksi penyakit lebih awal atau orang mengakses informasi dalam bahasa mereka sendiri, AI membuka peluang baru meningkatkan taraf hidup miliaran orang dan itulah potensi yang dimilikinya,” ungkap Samit.
Sebagai contoh menarik, Samit menyebutkan bahwa minat pencarian terhadap GenAI di Indonesia berada di titik tertinggi pada bulan lalu, bahkan melebihi pencarian nama Taylor Swift.
“Fakta menariknya, minat penelusuran terhadap AI generatif berada pada titik tertinggi sepanjang masa di Indonesia pada bulan lalu. Secara global, penelusuran untuk AI generatif lebih tinggi daripada penelusuran untuk Taylor Swift, percayakah Anda? Bahkan aku terkejut,” ujar Samit.
Selaras dengan apa yang dikatakan oleh pakar informasi Ismail Fahmi kepada ANTARA pada Selasa (16/7).
AI juga dapat membantu dalam tugas-tugas yang memakan waktu, seperti menulis surat.
"Bayangkan AI yang dapat membantu kita membuat surat standar dengan cepat dan mudah, kita hanya perlu memilih template, mengisi data, dan AI akan mengurus sisanya,” kata Ismail.
Saat ini AI menuju kecerdasan umum. Ismail menjelaskan bahwa tren AI saat ini bergerak menuju Artificial General Intelligence (AGI), dimana AI dapat digunakan untuk berbagai macam tugas.
"AI di masa depan akan mampu menjawab pertanyaan, mendesain, menulis, dan bahkan menghasilkan konten multimedia," kata Ismail.
Dalam upaya menyingkap keajaiban AI, ANTARA juga mewawancarai Apni Jaya Putra, seorang spesialis media dalam bidang AI.
“Ini kan mesin belajar. Prinsipnya gini lah. Mesin-mesin AI itu tidak diajari oleh algoritma yang mudah. Dia diajari oleh algoritma yang complicated (rumit). Jadi kalau berhadapan dengan AI, jangan kasih yang cemen,” kata Apni kepada ANTARA pada Rabu (10/7).
Apni memberikan contoh dalam menghadapi AI, salah satunya Chat GPT, yang dibangun oleh Open AI, perusahaan riset nirlaba yang bergerak dalam bidang teknologi AI. Jika memberikan perintah terhadap Chat GPT, Apni mengatakan untuk memberikan pertanyaan yang tidak mudah.
“Kalau kamu berhadapan dengan Chat GPT, jangan kasih pertanyaan yang mudah. Itu cukup pakai Google aja. Makin sulit dia akan menjawab lebih mudah,” ucapnya.
Jadi, ketika menggunakan AI, Apni menyarankan untuk menggunakan perintah yang lebih sulit karena AI dirancang oleh algoritma yang rumit. Contohnya dalam profesi Human Resource (HR), Apni mengatakan bahwa AI bisa saja belajar menjadi seorang Human Resource (HR), asal diberikan data terlebih dahulu.
“Nah balik ke HR tadi iya, jadi Anda memasukkan data pribadi, dia akan belajar dari Anda. Sebenarnya dia belajar dari database Anda, gitu kan, ada algoritmanya sudah disusun. Nah itu contoh-contoh betapa AI itu sangat implementatif pada beberapa bidang yang ditentukan,” katanya.
Dari contoh tersebut, Apni mengatakan AI dapat memberikan akselerasi dan efisiensi di dalam pekerjaan.
“Apa sih output AI yang kita hadapi? Satu kan akselerasi ya, percepatan dia. Meng-accelerate semua pekerjaan. Yang kedua adalah efisiensi ya. Jadi, itu output AI dia bisa mengecepat, dia bisa mengefisiensikan seluruh pekerjaan,” kata dia.
Akselerasi dan efisiensi pekerjaan, kata Apni, dapat dilihat dari TV One AI yang sudah dikelola oleh tim kecil berjumlah empat orang, berbeda dengan media konvensional dahulu. Tak hanya itu, Apni juga menerangkan mengenai proses persiapan TV One AI dimulai dari enam bulan hingga satu tahun untuk dapat menyelesaikan persiapan yang dibutuhkan.
“Hampir 90 persen pekerjaan yang dilakukan oleh media mainstream dulu yang jumlahnya ratusan. Kami mengelolanya hanya dengan empat orang. Sekarang kami punya portal AI. Portal pertama AI di Indonesia. Saya harus menyebutkan itu. Karena nggak ada lagi sampai hari ini portal dengan basis AI di Indonesia. Itu kurang lebih kita membuatnya dari sisi R&D aja enam bulan. Uji-cobanya kita lakukan sampai proven test-nya selesai,” kata Apni.
Apni juga berupaya untuk mendorong Dewan Pers dalam menyusun kode etik mengenai perkembangan AI yang semakin pesat di berbagai bidang yang menggunakan AI.
“Makanya waktu kemarin diskusi di Dewan Pers saya mendorong segera bentuk AI-nya itu dalam bentuk dalam bentuk aturan-aturan etik. Karena itu saya sarankan organisasi-organisasi profesi yang menggunakan AI itu harus membuat pedoman etik penggunaan AI agar dia terkontrol,” kata dia.
Dalam menghadapi perkembangan AI yang memiliki keajaiban dalam akselerasi dan efisiensi di berbagai bidang, kata Apni, yaitu dengan mengembangkan kemampuan yang berkaitan dengan AI sehingga dapat bertahan di masa yang akan datang.
“Mungkin Anda yang hidup dengan AI atau Anda yang memiliki kemampuan AI akan bertahan di masa yang akan datang. Jadi jangan khawatir, jadi AI tidak akan menggantikan pekerjaan Anda, tapi Anda yang memiliki kemampuan, mungkin akan mengganti pekerjaan orang lain. Di dunia kompetisi itu, kemampuan-kemampuan itu harus lebih,” kata Apni.
Munculnya kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) ke permukaan menjadi perbincangan, salah satunya mengenai manfaat yang diberikan kepada manusia. Sebagai upaya menilik manfaat yang dihasilkan AI, ANTARA mewawancarai Ir. Onno Widodo Purbo, M.Eng., Ph.D., seorang pakar teknologi informasi.
Mengenai manfaat AI yang terlihat sedang naik daun saat ini, Onno mengatakan bahwa AI harus memiliki basis data yang banyak guna mengeluarkan manfaat yang banyak juga. Jika tidak, maka AI akan kewalahan dalam mengelola perintah yang diberikan.
“Kalau kita punya dokumen-dokumen, terus dia ditanyain, tolong bikinin surat terima kasih, dia punya contohnya banyak, dia bisa ngasih contoh. Jadi dia gampang banget kalau punya histori. Kalau nggak ada contohnya, dia akan susah,” kata Onno kepada ANTARA pada Selasa (16/7).
Jadi menurut Onno, kunci dari besarnya manfaat yang diberikan AI adalah basis data yang mereka miliki harus besar dan banyak.
“AI itu berarti kuncinya ada di data mereka harus ada data dan besar dan banyak ya,” tambahnya.
Kemudian ketika AI sudah memiliki basis data yang baik, AI dapat membantu efisiensi serta produktivitas manusia. Onno memberikan contoh dari perusahaan Grab dan GoTo, yang bergerak di bidang teknologi dan transportasi, menggunakan AI untuk menyusun data yang telah dipilih pengguna sehingga memberikan pelayanan terbaik.
“Contohnya Grab, Gojek itu kita kan bisa pesan nih, terus bisa pesan makanan. Seringkali dia kasih penawaran ke kita. Pertanyaannya, penawaran makanan sama iklan yang dikasih kita, semua orang sama atau beda? Itu kuncinya. Jadi penawaran iklan atau makanan yang lewat GoFood atau GrabFood, tiap orang pasti beda,” kata dia.
Onno menambahkan bahwa hal ini disebut dengan user experience yang berarti pengalaman pengguna dan biasanya digunakan dalam pemahaman teknologi informasi.
“Kalau ngomong sama orang-orang platform, orang platform bilangnya user experience,” tambahnya.
Data-data yang menjadi pengalaman pengguna, diambil AI setiap waktu. Onno mengatakan perusahaan teknologi seperti Google, mengambil serta menyusun data-data dari pengguna setiap menitnya dan data ini tercatat dilakukan sejak tahun 2009 lalu.
“Nah yang keren dari itu semua adalah, supaya bisa tahu, si Google sebetulnya mencatat semua handphone. Tiap jam, tiap menit barangkali, handphone lapor ke Google. Dan itu dicatat dari tahun 2009. tiap menit barangkali, handphone lapor ke Google,” ucap dia.
Melalui penjelasan Onno, ia mengatakan AI memiliki dua kemampuan yaitu memfasilitasi pengguna serta prediksi mengenai beberapa hal yang akan datang sesuai data yang dimiliki.
“Kita bisa tau jadi sebetulnya AI ada dua kemampuan, satu melakukan fasilitasi, satu lagi melakukan dukun, forecasting kalau bahasa kerennya, prediksi atau forecasting,” katanya.
Keberadaan AI secara signifikan telah mendorong produksi gawai belakangan ini. Bahkan bidang kesehatan juga telah menerima bantuan fasilitas dari AI. Peralatan seperti X-ray telah difasilitasi oleh AI karena menurut Onno, jika mengandalkan tenaga medis secara penuh masih bisa terjadi kesalahan.
“Kalau signifikan ya, kayak kita mau produksi TV, komputer, radio, handphone, gadget, segala macam, itu AI di belakangnya robot semua, itu jelas. Bahkan sekarang kesehatan juga di belakangnya mulai pakai AI itu jadi misalnya kita X-ray, nanti ada mesin AI juga bisa ngasih saran kayaknya ini sakit ini bisa, udah mulai kayak gitu ya jadi dokternya dibantu, soalnya kalau semua mengandalkan dokter, kadang-kadang dokter bisa miss,” ujarnya.
Adanya AI yang memfasilitasi berbagai peralatan, juga menolong manusia sehingga dapat berfokus kepada pekerjaan yang lebih strategis. Tindakan ini dapat dilihat, kata Onno, melalui banyaknya pabrik mobil menggunakan robot.
“Contoh sederhana aja, mereka udah mulai pakai robot di belakang robot itu ya. Jadi kalau kita lihat pabrik-pabrik mobil banyaknya robot nih,” kata dia.
Contoh lainnya dapat dilihat melalui proyek luar angkasa yang memerlukan AI untuk dioperasikan. Jika menggunakan gawai seperti remot kontrol, maka akan memakan waktu yang lebih lama. Onno juga mengatakan AI telah memberi manusia peluang untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih genting, seperti memadamkan gedung terbakar sampai menyelamatkan korban.
“Kalau kan ada robot yang rover (membajak) di Mars itu jalan sendiri kan. Itu dari bumi, kalau ngomong ke Mars itu butuh waktu berapa menit tuh, sinyal sampai. Nggak mungkin remote control dari bumi kan, berarti dia harus ada komputernya. Bayangin lagi kalau misalnya kita harus menolong orang di gedung-gedung yang lagi kebakaran atau segala macam sebagian dilakukan oleh robot pakai AI seperti itu,” ucapnya.
Dengan produksi yang telah difasilitasi oleh AI, tantangan juga bermunculan. Onno mengatakan tantangan yang perlu dihadapi dalam perkembangan AI perlu diperhatikan oleh masyarakat yang masih belum memiliki pendidikan mumpuni. Sebab, opsi pekerjaan yang dapat dikerjakan hanya pekerjaan-pekerjaan tertentu.
“Nah ini tantangan buat manusianya. Kalau manusianya pendidikannya rendah dia hanya bisa ngerjain kerjaan-kerjaan yang rutin,” ujar Onno.
Ia kemudian melanjutkan mengenai manfaat AI yang dapat memberikan hasil presisi akan dapat mengikis keberadaan sumber daya manusia yang ada dengan mesin atau AI.
“Ya itu. Jadi pada saat AI masuk, semua yang lebih rutin, berbahaya, presisi, segala macam diambil dari komputer. Jadi akhirnya lebih presisi. Nah jadi AI ya membuat lebih efisien, penghasilan lebih bagus, cuman konsekuensi yang paling beratnya di manusianya, kalau manusianya cuman ngandelin ilmunya yang terbatas, dia akan dibabat sama AI,” kata dia.
Perkembangan teknologi terus membawa berbagai kemudahan dalam kehidupan sehari-hari, tak terkecuali bagi penyanyi papan atas Indonesia, Raisa. Dalam acara Google AI Day, Raisa berbagi pengalaman bagaimana kecerdasan buatan (AI) telah menjadi bagian penting dari rutinitasnya yang padat.
"Sebenernya nomor satu pastinya support system, udah gitu sekarang tuh banyak banget yang bisa ngebantu aku. Salah satunya Gemini, tapi ini bukan sekedar iklan ya," ungkap Raisa ketika ditanya tentang manajemen waktu di tengah kesibukannya.
Ia mengatakan bahwa selain dukungan dari tim, ada satu alat yang sangat membantunya dalam manajemen waktu, yaitu Gemini, sebuah bot percakapan berbasis kecerdasan buatan yang dikembangkan oleh Google.
"Aku kan langsung ngulik banget kan Gemini, ya aku sekarang candu loh. Konsepnya sudah candu banget," ujarnya.
Kecerdasan buatan yang awalnya bernama Bard ini telah membantu Raisa dalam berbagai aspek kehidupannya, bahkan untuk hal-hal kecil seperti menentukan menu masakan.
"Aku foto kulkas aku yang agak sepi, terus bilang ke Gemini, 'aku pengen masak, masak apa ya? Pake bahan-bahan yang ada,' dan nanti dia ngasih saran,” ujar Raisa.
Tak hanya itu, AI juga membantu penyanyi berumur 34 tahun ini dalam mencari inspirasi dan ide-ide baru.
"Aku sering tektokan sama Gemini untuk cari misalkan ide nama produk atau enggak ide buat kampanye terbaru buat Raine Beauty," kata Raisa. AI membantu Raisa untuk mendapatkan ide-ide yang lebih segar dan sesuai dengan tren terkini.
"Sekarang Raine Beauty lagi mau meluncurkan produk baru. Jadi aku ngobrol kira-kira apa ya kegiatan bareng KOL yang bisa engagement yang tinggi, terus yang bisa appealing ke Gen Z, terus yang nggak pasaran, dan lain-lain,” tambahnya.
Raisa juga mencontohkan bagaimana AI membantu dalam hal-hal praktis seperti menentukan menu makanan. Bahkan untuk urusan makanan di luar rumah, Raisa mengandalkan Gemini.
"Aku lagi di daerah sini, makannya apa yang enak? Aku pengennya yang goreng-goreng, tapi makanan Indonesia," tuturnya. Gemini membantu menemukan tempat makan dengan rating (peringkat) tinggi tanpa harus merasa bingung.
Bagi Raisa, AI bukan hanya alat bantu, tetapi juga sahabat dan mainan yang menyenangkan. "Bener-bener sekarang itu lagi jadi sahabatku sekaligus mainanku nomor satu sih," katanya.
Dia juga merasa AI sangat membantu dalam hal-hal yang biasanya menyita banyak waktu, membuat pekerjaan menjadi lebih cepat dan efisien.
"Misalnya, pikirin menu makanan buat rumah selama seminggu, atau rekomendasi makanan di daerah yang aku nggak kenal saat syuting," tambahnya.
Raisa mengakui bahwa generasinya perlu belajar untuk beradaptasi dengan teknologi seperti AI. "AI itu bukan, maksudnya aku ga seteknologi itu ya, tidak kayak Gen Z mungkin, jadinya aku harus belajar juga tapi ternyata ini segampang itu," ujarnya.
AI telah membuktikan diri sebagai alat yang sangat berguna dan membuat proses yang biasanya memakan waktu menjadi lebih cepat dan efisien.
Ketika ditanya apakah penggunaan AI dapat mempengaruhi produktivitas, Raisa justru merasa sebaliknya. "Menurutku, justru sebaliknya. Kita menggunakan AI untuk membantu kita mempersingkat waktu, sehingga kita bisa punya lebih banyak waktu untuk hobi atau hal-hal yang benar-benar kita minati," jelasnya.
Dengan AI, Raisa dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lebih efektif, sehingga memiliki lebih banyak waktu untuk keluarga dan hobinya.
Dalam karir musiknya, Raisa juga menggunakan AI untuk berbagai keperluan. "Mungkin yang bisa aku lakukan adalah mikirin ide konten buat seminggu ke depan yang berkaitan dengan musik, atau enggak, aku baru launching single kira-kira konten apa aja ya yang bisa dapet engagement tinggi," ungkapnya.
Namun, Raisa menegaskan bahwa AI tidak akan digunakan untuk hal-hal yang sangat personal seperti menulis lirik lagu. "Lagu itu pasti ada rasanya, jadi enggak bolehlah dipergunakan untuk itu."
Dengan penggunaan AI, Raisa merasa lebih siap menghadapi kesibukan sehari-harinya. Teknologi ini tidak hanya membantu dalam urusan praktis, tetapi juga membuka peluang untuk kreativitas dan inovasi dalam berbagai bidang, termasuk karier dan bisnisnya.
Davyn Sudirdjo, seorang anak muda Indonesia, telah membuktikan bahwa teknologi kecerdasan buatan (AI) dapat menjadi solusi untuk masalah pendidikan di Indonesia. Terinspirasi dari pengalamannya sebagai relawan pengajar desa terpencil, di Nusa Tenggara Timur, Davyn mendirikan MASA Research, sebuah perusahaan yang fokus pada pengembangan solusi AI untuk berbagai sektor, termasuk pendidikan.
Inspirasi pertamanya muncul ketika ia berusia 12 tahun. Ayahnya mengirim Davyn dalam perjalanan misi gereja ke sebuah dusun di Nusa Tenggara Timur sebagai guru sukarelawan.
Davyn menyadari betapa sulitnya akses pendidikan berkualitas bagi anak-anak di daerah tersebut. Pengalaman itu membangkitkan mimpinya untuk memberdayakan para petani yang merupakan orang tua dari anak-anak tersebut.
“Sudah jelas dari anak yang tumbuh besar di kota, saya tidak bisa benar-benar tinggal di sana. Dan saya tidak begitu menikmati pengalaman itu, tetapi jika dipikir-pikir kembali, saya pikir itu adalah salah satu pengalaman paling berharga yang pernah saya alami dalam hidup saya,” ujar Davyn dalam paparan peluncuran produk baru dari perusahaannya, Sentra, Sabtu (20/7).
Pada tahun 2015 hingga 2018, ia terus mengunjungi desa tersebut setiap minggunya untuk mengajar. Di saat yang sama, ia mulai mempelajari ilmu komputer di sekolah dan di luar sekolah.
Minatnya pada AI membuahkan hasil nyata di usia 16 tahun ketika Davyn merilis E-tani, sebuah platform B2B (bisnis ke bisnis) yang bertujuan untuk memberdayakan para petani.
Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA), Davyn melanjutkan pendidikannya ke Stanford University, mengambil jurusan ekonomi untuk S1 dan melanjutkan S2 di bidang AI.
Pada tahun 2022, saat saudaranya, Jason Sudirdjo yang menjalankan perusahaan bimbingan belajar daring datang padanya untuk mencocokkan AI dengan layanan bimbingan, Davyn mulai mengembangkan ide AI untuk TOEFL.
"Dari sinilah awal mula terbentuknya MASA Research dan produk Sentra," jelas.
Tahun 2023, MASA Research hadir sebagai perusahaan kecerdasan buatan berbasis AI dengan fokus utama pada pertambangan, manufaktur, pendidikan, media, dan operasi bisnis. Mereka mengembangkan berbagai teknologi AI seperti pemrosesan bahasa alami, analitik prediktif, dan visi komputer.
Sentra sendiri adalah produk terbaru dari MASA Research yang fokus pada latihan tes TOEFL dengan harga yang terjangkau bagi pelanggannya.
Aplikasi Sentra hadir dengan beberapa fitur utama, termasuk persiapan tes, persiapan universitas, dan penguasaan bahasa Inggris. Fitur persiapan tes meliputi simulasi ujian TOEFL dan IELTS yang dihasilkan dari tes-tes sebelumnya untuk melatih algoritma AI Sentra. Ada juga praktik yang dipersonalisasi, di mana setiap siswa mendapatkan materi pembelajaran yang sesuai dengan kekuatan dan kelemahan mereka berdasarkan hasil tes yang diambil.
"Kami juga dapat memprediksi nilai TOEFL dan IELTS siswa dalam tes sebenarnya, dan memberikan target potensi mereka jika mereka menggunakan platform kami. Kami melacak waktu yang dihabiskan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan, serta memberikan umpan balik langsung jika mereka mengubah jawaban dari salah ke benar,” tambah laki-laki berumur 24 tahun ini.
Selain itu, Sentra juga menawarkan RoboTutor 24/7, semacam guru virtual yang dapat berinteraksi melalui audio atau teks, memberikan kuliah pribadi dan menjawab pertanyaan siswa. Dalam fitur persiapan universitas, Sentra membantu siswa memilih sekolah yang tepat berdasarkan profil mereka, mengedit esai dengan menyesuaikan profil siswa, dan menyediakan simulasi wawancara untuk membantu siswa mempersiapkan diri.
"Fitur lainnya termasuk RoboConsultant yang memberikan saran tentang ekstrakurikuler apa yang harus diambil, serta strategi masuk universitas yang dipersonalisasi. Kami juga menawarkan kemampuan untuk mengidentifikasi dan menilai pengucapan bahasa Inggris siswa secara otomatis dan biaya yang sangat rendah,” ujar Davyn.
Sentra berkomitmen untuk memberdayakan sistem pendidikan internasional dan menyediakan alat serta dukungan untuk para pelajar.
"Kami percaya bahwa dengan tujuan kami untuk mendemokratisasi sistem pendidikan di Indonesia, semua orang dapat memiliki akses pendidikan yang setara dengan bantuan teknologi AI," kata Davyn.
Ke depan, Sentra berencana untuk memperluas ke mata pelajaran lain seperti matematika dan sains, serta memperkenalkan fitur gamifikasi untuk menjangkau pasar yang lebih muda.
"Kami ingin memastikan bahwa semua anak di Indonesia memiliki akses pendidikan yang sama dan dapat bersaing di tingkat global," tutur Davyn.
Davyn ingin meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan membuat pendidikan lebih inklusif dan mudah diakses oleh seluruh masyarakat.
"Indonesia memiliki 12.000 pulau dan sulit untuk menempatkan guru di setiap pulau. Kami percaya bahwa dengan teknologi, kita dapat menjembatani kesenjangan ini dan menyediakan pendidikan yang dapat diakses oleh semua orang," kata Davyn.
Sedangkan, misi dari Sentra adalah mengintegrasikan AI untuk mempersonalisasi pendidikan yang terjangkau dan imersif.
"Kami yakin bahwa meskipun ada kurikulum yang ditetapkan, setiap orang memiliki titik awal yang berbeda. Dengan AI, kita bisa memberi orang pelajaran yang seharusnya mereka pelajari berdasarkan kekuatan dan kelemahan mereka," jelas Davyn.
Davyn juga mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapinya dalam mengembangkan Sentra. Salah satu tantangan utama adalah menciptakan sistem AI yang terjangkau namun tetap aman dalam menyimpan data pengguna.
Selain itu, tantangan lainnya adalah menyajikan teknologi AI yang kompleks dengan cara yang mudah dipahami oleh pengguna.
"Awalnya, kami kesulitan membuat AI yang terjangkau dan aman. Namun, setelah beberapa kali mencoba dan bermitra dengan perusahaan lain, kami berhasil mengatasi tantangan tersebut,” ujar Davyn.
Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah bagaimana membuat AI yang ramah dengan pengguna atau biasa disebut user-friendly.
"Saya memiliki latar belakang di bidang AI, jadi bagi saya, konsep-konsep yang kompleks itu mudah dipahami. Namun, tidak semua orang begitu," ungkap Davyn.
Untuk mengatasi hal ini, Davyn bekerja sama dengan tim yang memiliki latar belakang pendidikan.
"Dengan bantuan tim, kami berhasil menciptakan pengalaman pengguna yang intuitif dan mudah dipahami," tambahnya.
Visi Davyn adalah menjadikan pendidikan berkualitas mudah diakses oleh semua orang Indonesia, tanpa memandang latar belakang.
"Kami ingin Sentra bisa digunakan oleh siswa di seluruh Indonesia, tidak hanya di kota besar. Kami juga ingin Sentra dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara keseluruhan," kata Davyn. Untuk mencapai tujuan tersebut, Davyn dan timnya telah menetapkan beberapa target.
"Dalam jangka pendek, kami menargetkan setidaknya seribu pengguna baru setiap bulannya," ungkap Davyn. Ia juga akan terus mengembangkan Sentra dengan menambahkan fitur-fitur baru yang lebih relevan dengan kebutuhan siswa.
Tidak hanya itu, Davyn juga berbagi tentang tantangan dalam mengembangkan model AI yang efisien.
"Melatih model AI membutuhkan data yang sangat banyak dan berkualitas. Proses pengumpulan dan pengolahan data ini sangat memakan waktu dan sumber daya,” kata Davyn.
Namun, Davyn optimis bahwa dengan terus belajar dan berinovasi, ia dan timnya dapat mengatasi semua tantangan tersebut.
"Saya percaya bahwa AI memiliki potensi yang sangat besar untuk mengubah dunia pendidikan," ujarnya.
Terakhir, Davyn berpesan kepada generasi muda Indonesia untuk jangan takut bermimpi besar dan mengejar passion.
"Saya berharap generasi muda Indonesia dapat terus berinovasi dan menciptakan solusi untuk masalah-masalah yang ada di negara kita. Dengan kerja sama dan semangat yang tinggi, kita bisa mewujudkan Indonesia yang lebih baik,” kata Davyn.
Masuknya kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) ke dalam masyarakat menimbulkan banyak pertanyaan. Salah satunya adalah mengenai petaka yang dapat ditimbulkan dari hadirnya AI. Dalam menggali pertanyaan tersebut, ANTARA mewawancarai Ismail Fahmi, pendiri dari Drone Emprit, alat pengawasan media berbasis AI.
Ismail menyampaikan anggapan tentang petaka dari terlibatnya AI dalam kehidupan masyarakat. Ia mengatakan bahwa hal ini merupakan hal yang lumrah, seperti halnya perkembangan zaman yang seharusnya terjadi.
“Nah ini yang jadi pertanyaan, selama di era AI ini ngapain kita kan? Karena AI itu satu transformasi baru juga kan, satu bentuk revolusi itu mungkin evolusi dalam peradaban manusia juga ini di era AI ini nantinya semua akan belajar AI seperti hanya kita belajar mesin ketik gitu,” kata Ismail.
Ismail mengatakan keterlibatan AI merupakan peristiwa biasa, suatu konsekuensi yang terjadi akibat perkembangan manusia.
“Saya lihat ini satu konsekuensi biasa aja bukan ancaman memang ini suatu perkembangan manusia kita harus kuasai,” ucapnya.
Selain itu, Ismail juga menanggapi isu yang beredar terkait regulasi etik dari penggunaan AI. Ia menjelaskan berkembangnya AI sama seperti perkembangan teknologi lain, yang bisa saja disalahgunakan untuk kejahatan. Namun, di lain sisi akan ada pihak yang juga menggunakan AI untuk kebaikan manusia.
“Jadi nantinya akan ada orang-orang yang dia akan fokus pengembangan AI untuk humanity. Ada AI untuk yang kemudian tidak bertanggung jawab. Ada orang yang jahat, ada orang yang baik. Saya kira halnya sama saja. Saya lihat ini suatu konsekuensi biasa saja karena ada yang seperti itu gitu jadi kayak gak usah dilebih-lebihkan,” kata dia.
Ismail memberikan contoh yang terjadi ketika AI digunakan untuk hal yang buruk oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab, yaitu dengan memanipulasi informasi di media sosial. Media sosial yang melihat konten dengan engagement (keterlibatan) atau interaksi tinggi akan terus dilestarikan. Hasilnya dapat berakibat kepada polarisasi yang terjadi di masyarakat.
“Engagement tinggi itu biasanya yang kontroversial. Dan jadinya apa? Manusia termanipulasi. Konten-kontennya sifatnya engagement tinggi itulah yang yang ternyata kontroversial itu yang banyak mereka konsumsi. Jadinya terjadi lebih banyak polarisasi,” ujar Ismail.
Menurutnya hal itu tak dapat dihindari. Jadi AI digunakan untuk terus membuat interaksi di media sosial tetap tinggi, tetapi konten dengan interaksi tinggi cenderung berisikan hal-hal kontroversial sehingga sulit untuk dicegah.
“Kadang itu konsekuensi yang nggak bisa dihindari. Itu yang sekarang terjadi. AI digunakan untuk membuat supaya engagement-nya tinggi, tapi ternyata yang engagement-nya adalah yang sepenuhnya kontroversial,” kata dia.
Pihak yang diuntungkan dari fungsi AI ini adalah mereka yang memiliki media sosial tersebut, kata Ismail, seperti Facebook.
“Penggunaan AI itu sudah terjadi itu sekarang, yang kalau dicek lagi nanti, tahun lalu kalau tidak salah Facebook sudah dituduh, mereka mendapatkan manfaat yang paling besar dari adanya hoaks, misinformation, propaganda, kontroversi, perpecahan publik gitu di konten-konten di Facebook. Yang untung siapa? Facebook,” ujarnya.
Saat AI mengambil informasi dari berbagai media sosial atau media lain, informasi tersebut akan tersimpan di basis data milik AI. Terkait penyimpanan basis data AI, Ir. Onno Widodo Purbo, M.Eng., Ph.D., mengkonfirmasi perilaku AI tersebut. Contoh data yang diambil AI berupa data-data pribadi seperti surat elektronik, nomor telepon, alamat sampai tanggal lahir. Nantinya data ini akan digunakan sebagai strategi penjualan.
“Contoh paling sederhana data-data pribadi kita tidak sengaja keambil, seperti e-mail, nomor telepon, alamat, ulang tahun bahkan posting-posting, barang kesukaan, tujuan wisata kesukaan, dan lain-lain. Bisa-bisa dipakai untuk marketing, jualan apalah yang sering dilakukan,” kata Onno kepada ANTARA pada Selasa (16/7).
Onno menjelaskan bahwa diperlukan regulasi dari pemerintah untuk perusahaan dan pihak pengguna AI dapat berlaku etis.
“Alternatif lain, pemerintah yang membuat peraturan agar AI yang dibuat platform-platform berlaku etis cuma memang tidak gampang implementasinya mengaudit semua data yang adanya internal di perusahaan,” ucapnya.
Dalam melindungi diri dari bahaya AI yang mengumpulkan data pribadi, Onno memberikan beberapa langkah sebagai upaya untuk mengamankan data serta privasi.
“Pertama, posting jangan sembarangan, pikir dulu sebelum posting dan berkegiatan. Kedua, minimalkan posting yang bersifat pribadi, pendapat dan lain-lain. Kemudian, berpribadi ganda, pakai nama, alamat dan lain-lain. Samaran supaya tidak ter-profiling ke pribadi sebenarnya. Terakhir, jangan beri izin apps (aplikasi) di telepon genggam yang minta akses ke alamat, status, lokasi, kecuali benar-benar perlu," ujar Onno.
Perkembangan pesat kecerdasan buatan (AI) memicu kekhawatiran tentang potensi ketergantungan manusia pada teknologi ini.
“Kreativitas manusia ini ya manusia kreatif kalau datangnya dari AI itu cenderungnya kalau saya pikir kok jadi malah makin tumbuh manusia itu kreativitasnya karena dia merasakan kemudahan yang sangat ya, mungkin kreatifitasnya beda,” kata Ismail Fahmi, pakar informasi dan pendiri Drone Emprit ketika mengungkapkan perspektifnya tentang peran AI di masa depan, khususnya terkait kreativitas manusia dalam wawancara dengan ANTARA pada Selasa (16/7).
Sebagai contoh, ia menyampaikan bahwa AI mengubah cara manusia bekerja di berbagai bidang, termasuk arsitektur.
"Dulu, arsitek harus menggambar dengan presisi tinggi, namun sekarang AI seperti Autocad dan tools (alat) lainnya telah mengotomatisasi banyak tugas,” kata Ismail.
Ia juga mencontohkan bagaimana AI dapat membantu mengembangkan imajinasi dalam pembelajaran.
"Bayangkan anak-anak belajar tentang jantung melalui augmented reality, mereka dapat melihat jantung berdetak dalam tiga dimensi, yang jauh lebih menarik daripada gambar statis,” tuturnya.
Ismail juga menekankan peran AI dalam menyediakan informasi. "AI dapat membantu kita menemukan dan mengolah informasi dengan lebih cepat," ungkapnya. "Hal ini dapat memicu kreativitas dengan membuka peluang untuk ide-ide baru."
Dalam pembuatan presentasi, AI juga dapat berperan penting. "AI dapat membantu kita merancang presentasi yang menarik dan informatif," jelas Ismail.
"AI dapat menyarankan data dan sumber daya yang relevan, serta membantu kita menyusun slide yang efektif,” tambahnya.
Namun, dengan mudahnya AI dalam mengambil dan mengelola informasi, muncul anggapan terkait AI akan menggeser kreativitas manusia. Menanggapi hal tersebut, Ismail mengatakan AI memang dapat menggambar. Akan tetapi, hal dilakukan hanya berdasarkan data yang telah dimasukkan.
“Gini ya, kalau dibilang AI kreatif itu sebetulnya enggak ya. Dia tuh punya datanya besar sekali. Dan dari data itu dia bisa, saking besarnya data, maka dia bisa membuat berbagai macam kombinasi gabungan-gabungan,” ujar Ismail.
Ia melanjutkan bahwa AI tidak dapat menggambar layaknya manusia yang berimajinasi dan hal itulah yang membedakan AI dengan manusia.
“Tapi kreatifnya benar-benar berdasarkan data inputnya ini. Benar-benar berdasarkan input. Bedanya ya manusia dia bisa berimajinasi. Imajinasi itu sesuatu yang belum ada, itu dalam pikiran dia akhirnya bisa ada. Itu bedanya manusia dan AI,” katanya.
Bagi Ismail, yang perlu dikhawatirkan adalah orang-orang yang tidak bisa menggunakan AI. Ia mengatakan hadirnya AI juga berdampak kepada pekerjaan manusia layaknya perkembangan teknologi yang pernah terjadi. Dahulu orang-orang bekerja menggunakan mesin tik, kemudian kehadiran perangkat lunak seperti Microsoft Word mendorong orang-orang untuk beradaptasi. Ismail mengatakan mereka yang tidak dapat mengikuti hal ini dapat digeser oleh orang-orang yang belajar mengenai AI.
“Kayak gitu zaman dulu itu jangan berjaya yang nggak bisa Microsoft Word akan ketinggalan karena begitu banyak persyaratan harus bisa ngetik di Microsoft Word. Siapa yang menguasai AI, penggunaan AI, dia itu akan kemudian mengambil pekerjaan orang-orang yang tidak menggunakan AI itu,” ucapnya.
Pendiri alat untuk menyangkal dan melacak sumber yang membagikan berita hoaks yang bernama Drone Emprit ini meyakini bahwa AI justru dapat memicu pertumbuhan kreativitas manusia.
"Kemudahan yang dihadirkan AI memungkinkan manusia untuk fokus pada pekerjaan yang lebih kreatif, manusia akan memiliki lebih banyak waktu dan energi untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan mengembangkan bakat mereka," tuturnya.
Meskipun AI mengambil alih tugas-tugas tertentu, Ismail meyakini bahwa hal ini tidak berarti membunuh kreativitas. "Kreativitas manusia tidak terpaku pada teknik menggambar," tegasnya. "Kreativitas terletak pada imajinasi dan kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru."
Ismail menyimpulkan bahwa AI dan manusia harus saling melengkapi, bukan berkompetisi.
"AI dapat membantu manusia mencapai potensinya, tetapi manusia tetap yang memegang kendali atas kreativitasnya,” tambah Ismail.
AI bukan pengganti, tapi alat bantu manusia. Ia mencontohkan bagaimana teknologi seperti mesin ketik, Microsoft Word, dan media sosial telah membantu manusia dalam berkarya dan berkomunikasi.
"AI pun sama, AI adalah alat yang membantu manusia, bukan menggantikannya,” ujarnya.
Namun di sisi lain, Ismail menekankan bahwa ketergantungan berlebihan pada AI dapat membawa risiko. Bagi Ismail, terlalu mengandalkan AI bisa membuat manusia menjadi malas dan kehilangan kemampuannya.
"Kreativitas manusia tidak akan berkembang jika kita hanya mengandalkan AI untuk menyelesaikan semua pekerjaan,” kata Ismail.
Ia mengingatkan bahwa penggunaan AI yang tidak cerdas dapat berakibat fatal. Sebagai manusia, kata Ismail, kita harus menggunakan AI dengan bijak, karena jika tidak, kita bisa tergantikan oleh AI itu sendiri.
Menurut Ismail, kunci sukses menggunakan AI yakni terhadap penekanan pentingnya edukasi dan pelatihan dalam menggunakan AI secara efektif.
"Kita harus memahami cara kerja AI dan potensinya, dengan begitu, kita dapat memanfaatkan AI untuk meningkatkan produktivitas dan kreativitas,” katanya.
Selanjutnya, ia turut mengingatkan bahwa negara Indonesia harus segera beradaptasi dengan teknologi AI. "Negara lain sudah menggunakan AI untuk meningkatkan produktivitas," jelasnya. "Jika kita tidak segera mengadopsi AI, kita akan tertinggal."
Pakar informasi lulusan dari salah satu universitas di Belanda tersebut juga membagikan tips menggunakan AI.
Pertama, pilih alat yang tepat. Ada banyak jenis AI yang tersedia, pilihlah yang sesuai dengan kebutuhan Anda.
Kedua, pelajari cara menggunakan AI. Luangkan waktu untuk mempelajari cara kerja AI dan potensinya.
Terakhir, gunakan AI secara bertanggung jawab. AI adalah alat yang ampuh, gunakanlah dengan bijak dan etis.
Ismail berharap dengan adanya AI dapat menjadi alat yang digunakan dengan bertanggung jawab serta masyarakat mampu beradaptasi dengan AI di keseharian agar tidak tertinggal oleh mereka yang telah terbiasa dengan AI.
“AI itu kan akan menjadi satu tools ya harapan saya itu juga manusia bisa menggunakan alat ini dengan bertanggung jawab. Dari harapan saya ini bisa benar-benar meningkatkan masyarakat kita untuk menggunakan AI dan misalnya sehari-harinya yang pas gitu. Karena kalau enggak mereka akan dilibas oleh mereka yang sudah siap menggunakan AI,” kata dia.