Antara Interaktif

Jawa Barat sejak lama dikenal sebagai salah satu pusat pengembangan ide kreatif di Nusantara. Produk seni dan kriya asal Jawa Barat selalu mewarnai khazanah seni dan budaya Indonesia.

Teten Masduki, Gernas BBI, dan keyakinan produk UMKM yang selalu paten

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki punya cara tersendiri untuk selalu meyakinkan orang lain bahwa produk lokal usaha mikro kecil dan menengah selalu paten dan tak kalah dengan buatan asing.
Selengkapnya

Teten Masduki, Gernas BBI, dan keyakinan produk UMKM yang selalu paten

Oleh Hanni Sofia
Teten Masduki, Gernas BBI, dan keyakinan produk UMKM yang selalu paten Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki punya cara tersendiri untuk selalu meyakinkan orang lain bahwa produk lokal usaha mikro kecil dan menengah selalu paten dan tak kalah dengan buatan asing. ANTARA/Hanni Sofia/am.

Jadi Gernas BBI ini bagian dari kampanye produk lokal. Di dalam negeri banyak produk lokal yang kualitasnya lebih bagus dan harganya lebih murah .....

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki punya cara tersendiri untuk selalu meyakinkan orang lain bahwa produk lokal usaha mikro kecil dan menengah selalu paten dan tak kalah dengan buatan asing.

Salah satunya melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) yang mana pada April 2021 pihaknya menjadi “movement manager” untuk kegiatan yang puncaknya dipusatkan di Bandung , Jawa Barat, tersebut. Acara itu mengambil tema UKM Jabar Paten Gernas BBI 2021 dan digelar pada 2-3 April 2021 di Kota Bandung.

Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu meyakini melalui Gernas BBI akan semakin banyak masyarakat yang percaya dan pada akhirnya mau membeli produk lokal yang kualitasnya tak kalah dengan produk bermerek buatan asing.

Untuk menyimak seberapa jauh keyakinannya, Antara secara khusus mewawancarai Teten Masduki. Berikut wawancara Antara dengan Teten Masduki:

Apa itu Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia? Bagaimana Gerakan ini berperan dalam upaya pemberdayaan UMKM?

Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia itu merupakan gerakan kita untuk mendorong masyarakat Indonesia lebih banyak mengonsumsi produk dalam negeri, termasuk produk UMKM, karena kita sebenarnya punya market yang sangat besar, 277 juta penduduk, dan di tengah pandemi sekarang ketika daya beli masyarakat turun kalau digerakkan untuk membeli produk dalam negeri, termasuk produk UMKM, saya kira perputaran ekonomi masih cukup baik untuk menghidupkan pelaku usaha UMKM.

Apalagi kita tahu ekonomi Indonesia digerakkan oleh konsumsi rumah tangga yang sebelum pandemi mencapai 57 persen, investasi 30 persen lebih, sisanya belanja pemerintah. Jadi pemerintah sekarang sedang menggerakkan Gernas Bangga Buatan Indonesia di sisi lain dan konsumsi masyarakat di sisi lainnya. Belanja pemerintah sedang kita dorong dengan 40 persen belanja pemerintah harus pada produk UMKM. Ini sedang kita permudah proses pengadaannya supaya efektif.

Dan ini kalau potensi market demandnya dioptimalkan saya kira walaupun daya beli masyarakat turun kita masih bisa “survive” dan bisa bertahan di tengah pandemi.

Apa yang akan dilakukan dalam Gernas BBI?

Dalam Gernas BBI April 2021, kami menjadi “movement manager”, ini ajang bagi kita untuk membuktikan. Kita akan fokus pada produk-produk artisan, artinya produk-produk yang sudah dikurasi, produk unggul tapi bukan “mass production”, produk costum, “hand made” yang memang bisa dari segi kualitas bahkan ada banyak produk yang “high end” yang bisa bersaing dengan produk luar negeri.

Ini penting untuk menghadirkan produk lokal agar bisa bersaing dengan brand asing karena sebenarnya selama ini brand kita yang bagus tapi tidak selalu mendapat kesempatan dan diberi tempat ruang usaha. Misal di mal kelas atas yang tempat premium placenya selalu dikasih ke brand luar. Padahal misal seperti kopi brand lokal sekarang ini justru jauh lebih diminati daripada brand luar. Sepatu olah raga pun sebenarnya, anak muda lebih suka buatan lokal. Bahkan sepatu buatan Bandung sudah masuk ke mall kelas atas di Tokyo, ini harus ada keberanian dari pengelola mal kita untuk menghadirkan brand-brand lokal agar tidak kalah dengan brand besar.

Begitu juga e-commerce, kita sedang bicara terus dengan mereka agar jangan hanya menjual produk asing. Kalau kita sudah ada produk dalam negeri maka kita harus berani menampilkan itu. Kami juga sedang memerangi “predatory pricing” seperti bakar uang jual produk murah, itu kan bahaya bisa membunuh UMKM. Kita sudah bicara terus dengan Kementerian Perdagangan perlu ada regulasi supaya dari aspek persaingan usaha tidak sehat, ini bisa diatasi.

Apa target yang ingin dicapai melalui keberhasilan Bangga Buatan Indonesia apa lebih ke penjualan tinggi atau branding? Atau ada target yang lain?

Target yang ingin dicapai, tentu dari sisi kuota. Pertama, semakin banyak UMKM yang “onboarding” ke ekosistem atau market digital karena digital ekonomi kita tercatat yang terbesar di Asia Tenggara. Kalau market digital kita ini nanti didominasi asing kita akan kehilangan potensi ekonomi yang luar biasa.

Dengan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia kita juga ingin melibatkan makin banyak platform digital. Sementara itu era ini merupakan era keniscayaan digitalisasi ekonomi, sehingga UMKM harus siap bertransformasi masuk ke ekosistem digital.

Kedua omzet UMKM bisa naik, di tengah pandemi COVID-19 sebagian besar pemain besar turun sehingga kalau kita menggerakkan masyarakat untuk membeli dan mengonsumsi produk-produk UMKM saya kira ini bisa mendongkrak penjualan produk-produk UMKM di samping kita ingin mendorong kesadaran masyarakat. Kesadaran konsumen kita, juga mereka harus berani mengkonsumsi produk-produk lokal. Kita ini kan ada mental-mental mindernya juga kalau tidak memakai produk luar merasa tidak “confidence”.

Jadi Gernas BBI ini bagian dari kampanye produk lokal. Di dalam negeri banyak produk lokal yang kualitasnya lebih bagus dan harganya lebih murah tapi karena brand imagenya kurang dibangun dengan baik ya terus juga ada mental minder kita yang masih kurang PD dengan produk sendiri atau produk dalam negeri, akhirnya pilih produk asing meski merogoh kocek cukup dalam.

Ini harus menjadi terobosan di saat anak-anak muda dari kalangan generasi Z mereka justru lebih pintar sebagai konsumen. Mereka memang ingin membeli sesuatu yang unik tapi tidak mau mengeluarkan uang lebih banyak misalnya mereka lebih memilih sepatu buatan Bandung, tas buatan Yogyakarta. Anak-anak muda sekarang mulai banyak memakai produk-produk itu. Produsen pun memiliki cara yang unik untuk menjualnya.

Apakah cara mereka berhasil?

Cukup berhasil karena ternyata konsumen dari segmen anak muda bukan hanya membeli produk brand besar atau produk massal. mereka mencari produk “handmade”, mencari spesial tren, saat ini adalah tren anak muda menyukai “costum product”, “hand made” yang saya kira menjadi peluang untuk memperkuat market UMKM kita. Misalnya saja untuk (sepeda) motor juga sekarang “costum” motor menurut saya tren sedang melaju ke arah sana.

Oleh karena itu kami sedang menggarap betul UMKM yang bisa mengoptimalkan bisnis ke segmen costum produk yang memang market demandnya ada.

Mengapai memilih Bandung sebagai lokasi acara puncak Gernas BBI April 2021?

Selama ini Bandung dikenal sebagai salah satu ikon tren setter produk kreatif dan kita tahu bahwa Jawa Barat juga menjadi gudangnya anak muda kreatif. Banyak sekali produk kreatif mereka misalnya di bidang fesyen seperti baju, sepatu, yang menjadi kiblat mode di Indonesia.

Untuk kuliner juga tak perlu diragukan lagi. Bahkan termasuk produk berbasis teknologi, Bandung juga menjadi gudangnya. Jadi karena itu kami pilih Bandung dengan produk-produk artisan kreatifnya.

Tapi ke depan kami juga akan terus mendorong lebih banyak “local champion” untuk lahir dan kita tampilkan. Jadi produk-produk yang sudah masuk ke level nasional bahkan internasional yang “hand made” juga.

Bagaimana mencari cara untuk mengedukasi konsumen?

Dalam rangkaian acara puncak Gernas BBI ada live shopping secara daring. Mengingat di masa pandemi, event bukan hanya digelar di mall secara fisik saja. Jadi showcase bukan hanya di mall tapi juga lewat channel online showcase dalam bentuk live shopping. Kami sebelumnya sudah uji coba untuk produk herbal, trafiknya cukup bagus dan mengejutkan karena ternyata banyak sekali peminatnya.

Smesco akan menjadi host live shopping, dan kita akan kerja sama dengan semua platform digital sekaligus. Dan kita juga akan melibatkan public figur untuk meng-influence terutama public figur yang sudah menggunakan produk buatan Indonesia sehingga live shopping ini bisa sekaligus mengedukasi konsumen. Live shopping ini bisa diakses di mana saja. Dan ke depan live shopping ini akan kontinyu setiap bulan.

Dari sisi payung hukum, bagaimana Gernas BBI ini apakah mendapatkan ruang khusus?

Jadi Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia ini merupakan representasi bahwa pemerintah secara langsung mengimplementasikan UU Cipta Kerja yang aturan pelaksanaannya sudah turun yakni PP 7/2021 yang memuat berbagai kebijakan kemudahan untuk para pelaku UMKM.

Misalnya, nanti untuk izin edar sertifikasi halal, sertifikatnya ini akan kita permudah, selain ini nanti akses 30 persen ke tempat usaha diprioritaskan kepada UMKM termasuk di area strategis meliputi mall, bandara ,rest area. Ini saya kira tahun ini sudah mulai bisa kita implementasikan.

Apa harapan terhadap Gernas BBI?

Saya berharap melalui gerakan ini ke depan akan ada satu tren konsumen baru yang mencintai produk lokal, bukan mencintai produk brand besar asing tapi produk-produk costum yang memang kualitasnya bagus dan buatan bangsa sendiri.

Apa produk UMKM yang paling menjadi favorit saat ini?

Kalau saya suka sepatu buatan lokal, saya menggunakan sehari-hari ada dua merek sepatu buatan Bandung yaitu Brodo dan Fortuna. Wah itu enggak kalah dengan produk luar harganya juga miring jadi terbelilah oleh kantong MenkopUKM. Ini enak sekali dipakai biasanya saya kalau ke lapangan pakai sepatu yang terlindung mata kaki.

Kalau Fortuna bahkan sudah masuk supermarket high end di Tokyo, sayangnya malah di mall kita tidak ada. Dan itu ternyata Georgio Armani juga pernah pesan buat di situ karena memang bagus banget kualitasnya.

Jadi sekarang saya pakai Brodo dan Fortuna bergantian, karena nyaman banget dibawa jalan-jalan dan kerja. Dibawa blusukan ke jalanan tanah juga lem kuat enggak lepas.

Ini semua harganya enggak sampai Rp2 juta. Saya senang beli produk lokal yang dibilang mahal karena berarti sudah berkelas. Ini sudah kulit dan presisinya bagus sekali. Kalau kita biasanya pakai sepatu ada saja sini sakit sini enggak nyaman tapi ini enak banget dan kuat. Mau diinjak bagaimana pun nyaman. Bahkan ini sudah lebih setahun nih dari awal saya jadi menteri masih bagus dan awet seperti barunya.

Adakah produk UMKM favorit lainnya?

Batik saya banyak, semua daerah bagus, saya suka daerah wilayah pantai karena warnanya genjreng “colorful”, kalau daerah pegunungan seperti Yogyakarta warna-warna tanah. Madura saya suka karena genjreng, Lasem karena pengaruh China juga genjreng “colorful”. Jawa Barat “colorful”, saya punya batik Cirebon, batik Pekalongan, ada juga batik Betawi juga bagus, saya dikasih oleh Gubernur BI batik Jawa Barat, merak.

Saya kalau beli batik juga enggak pernah yang harganya mahal, enggak pernah beli lebih dari harga sejuta. Takutnya nanti saya enggak bisa tidur hahaha...

 

Oleh Hanni Sofia
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Tutup
Image
Image

Memanfaatkan momentum Lebaran untuk bangkitkan UMKM Bandung

Kehadiran bulan Ramadhan hingga memasuki Lebaran bagi umat muslim tak lepas dari munculnya suasana aktivitas perbelanjaan yang tak seperti biasanya terjadi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.
Selengkapnya

Memanfaatkan momentum Lebaran untuk bangkitkan UMKM Bandung

Oleh Bagus Ahmad Rizaldi
Memanfaatkan momentum Lebaran untuk bangkitkan UMKM Bandung Pemkot Bandung menggelar pameran UMKM Hijab Fest. (ANTARA/HO-Humas Pemkot Bandung)

Kehadiran bulan Ramadhan hingga memasuki Lebaran bagi umat muslim tak lepas dari munculnya suasana aktivitas perbelanjaan yang tak seperti biasanya terjadi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.

Suasana tersebut menjadi peluang bisnis untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Termasuk ekosistem Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang juga memiliki potensi besar untuk memanfaatkan momentum tersebut.

Masa pandemi COVID-19 yang mengganggu laju pertumbuhan ekonomi ini memaksa seluruh pihak untuk mencari alternatif. Sehingga UMKM kini dipilih untuk menjadi instrumen penting dalam memulihkan situasi ekonomi Tanah Air.

Meski telah terpilih, UMKM pun perlu mencari cara untuk bisa menggeliatkan lagi ekosistem usahanya setelah ikut terpuruk juga akibat pandemi. Selain  digitalisasi, UMKM juga perlu pintar mencari peluang pada momen-momen tertentu, salah satunya pada momen bulan suci umat muslim.

Selain era teknologi yang terus berkembang, pandemi COVID-19 juga memiliki peran penting yang menyebabkan berubahnya perilaku masyarakat. Perilaku yang berubah itu salah satunya masyarakat yang kini kerap berbelanja secara daring melalui e-commerce.

Adapun momen Ramadhan hingga Lebaran ini, aktivitas perbelanjaan masyarakat diyakini tidak akan surut. Apalagi pada Ramadhan tahun 2021 ini perputaran uang diprediksi akan lebih meningkat dibandingkan dengan Ramadhan tahun 2020.

Ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mendorong UMKM bisa masuk ke ekosistem digital agar tidak kalah saing dengan produk impor yang juga tampil dominan.

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bandung Atet Handiman mengatakan digitalisasi UMKM itu memang sangat penting untuk mendorong produk lokal dapat bersaing dengan produk impor.

Proses menuju digitalisasi UMKM itu perlu disertai dengan sejumlah edukasi terhadap para pelaku UMKM. Atet mengaku terus bekerjasama dengan sejumlah e-commerce untuk mengedukasi para UMKM.

Apalagi tantangan besar UMKM untuk bisa bersaing adalah pemasaran. Selain bekerjasama untuk edukasi, para e-commerce itu diharap bisa juga memberi ruang lebih untuk para UMKM agar tidak tersisihkan dengan produk luar.

"Jadi diharapkan akan menjadi sebuah sistem yang mengonsolidasikan para UMKM, dan UMKM sendiri akan terbantu usahanya," kata Atet di Bandung, Jawa Barat, Senin.

Butuh e-commerce

Di tengah hiruk pikuk produk impor yang kerap muncul dominan di sejumlah platform e-commerce Tanah Air, Atet menyebut para UMKM butuh didigitalisasi dengan platform yang juga mendukung keberadaannya.

Salah satunya, Atet menyebut yakni platform Evermos yang peduli dengan UMKM lokal. Karena, menutnya kehadiran platform yang mendukung UMKM itu bisa menjadi solusi tantangan pemasaran yang kerap dialami UMKM.

Menurutnya platform e-commerce Evermos sendiri telah menyerap kurang lebih 300 UMKM di Bandung dengan mendapat omzet miliaran. Sehingga ia pun optimis dengan melihat adanya terobosan tersebut.

Dari "starting point" seperti itu optimis bentuk pemasaran produk UMKM itu akan lebih bervariasi dengan platformnya yang dibangun oleh Evermos.

Platform Evermos sendiri memang hanya menjual produk-produk lokal dan juga dari berbagai UMKM. Tidak hanya menjual, platform tersebut juga membantu UMKM dalam hal pengiriman, menyesuaikan harga pasar, dan membantu menyiapkan layanan pelanggan (customer service).

Selama pandemi COVID-19 ini, Atet menyebut UMKM yang mampu terus bertahan adalah UMKM yang mampu beradaptasi dengan kebutuhan pasar.

Selain beradaptasi, pertumbuhan UMKM di masa pandemi itu pun diakselerasi oleh iklim digitalisasi yang mendorong proses pemasaran.

Maka dari itu, momen Ramadhan hingga Lebaran ini perlu dimanfaatkan UMKM untuk bisa beradaptasi dengan melihat peluang baru. Karena, kata Atet, UMKM yang mampu beradaptasi justru mendapat omzet lebih tinggi dibandingkan masa-masa normal.

Contohnya UMKM yang produknya bisa mendukung dengan masa pandemi COVID-19 ini, itu justru  omzetnya naik.

Sementara itu CEO Evermos Ghufron Mustaqim mengatakan pada momen Ramadhan ini geliat belanja masyarakat memang nampak terlihat berdasarkan catatan penjualan pada platform e-commerce Evermos sejak dua pekan terakhir.

Adapun kategori produk yang penjualannya meningkat drastis yakni seperti perlengkapan ibadah dan produk-produk kuliner dari UMKM. Sedangkan kategori fesyen pun menurutnya tak kalah laris pada awal-awal Ramadan ini.

Melihat fenomena tersebut, Ghufron mengatakan para UMKM yang bergerak pada kategori tersebut memilik potensi untuk mendapat omzet besar pada bulan suci umat muslim ini.

Dengan memberdayakan UMKM melalui wadah yang ia buat, Ghufron juga mengaku ingin kedepannya menjadi rekan bisnis UMKM untuk memberi masukkan terkait peluang bisnis yang potensial seperti pada momen Ramadhan ini.

"Sehingga mereka produksinya lebih tepat dengan serapan pasar, dan mereka menghindari produk yang tidak bisa diserap dengan pasar yang baik," katanya.

Peluang bisnis

Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung juga sejauh terus berupaya untuk menghadirkan produk-produk UMKM agar bisa hadir di tengah masyarakat. Hal itu juga memang sebagian dari langkah pemulihan ekonomi nasional.

Untuk memaksimalkan peluang yang ada, Pemkot Bandung pun telah menggelar Hijab Fest yang diisi oleh produk-produk UMKM yang bergerak di sektor fesyen muslim.

Ada sebanyak 36 tenant produk lokal Kota Bandung yang mengikuti pameran Hijab Fest tersebut. Semua produknya memiliki kualitas butik, namun dengan harga yang sangat ekonomis.

Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Bandung Siti Muntamah Oded mengatakan gelaran tersebut menjadi salah satu upaya untuk menggeliatkan pemulihan ekonomi.

Dengan mengoptimalkan potensi yang ada dengan pameran itu, menurutnya kualitas produk UMKM di Bandung bisa diketahui oleh masyarakat dan tak kalah saing dengan produk luar negeri.

Warga Kota Bandung harus mengapresiasi sekaligus menggunakannya. "Ini produk lokal Kota Bandung sangat layak untuk diekspor, dan sangat layak untuk dipakai, dan tidak kalah bagus oleh produk luar,” kata Siti.

Kegiatan itu pun selaras dengan program pemerintah yang tengah mengampanyekan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Sehingga menjelang Lebaran, masyarakat bisa memilih produk lokal untuk menemani hari raya umat muslim tersebut.

Pewarta : Bagus Ahmad Rizaldi
Editor : Zaenal A.
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Tutup
Produk unggulan artisan Jabar

Produk unggulan artisan Jabar

Industri fesyen Bandung ubah strategi usaha selama pandemi

Pelaku industri fesyen di Kota Bandung, Jawa Barat, mengubah strategi usaha selama pandemi COVID-19 agar bisa menjaga kinerja bisnisnya tetap bertahan.
Selengkapnya

Industri fesyen Bandung ubah strategi usaha selama pandemi

Oleh Ajat Sudrajat
Industri fesyen Bandung ubah strategi usaha selama pandemi Ilustrasi. Pelaku industri fashion di Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar) mengubah strategi usaha selama pandemi COVID-19 agar bisa menjaga kinerja bisnisnya tetap bertahan menjalankan usahanya. (Antara/Ajat Sudrajat)

Jadi Gernas BBI ini bagian dari kampanye produk lokal. Di dalam negeri banyak produk lokal yang kualitasnya lebih bagus dan harganya lebih murah .....

Pelaku industri fesyen di Kota Bandung, Jawa Barat, mengubah strategi usaha selama pandemi COVID-19 agar bisa menjaga kinerja bisnisnya tetap bertahan.

"Tentunya pandemi COVID-19 menuntut kami, pelaku usaha di sektor industri fesyen segera beradaptasi sekaligus mengubah strategi agar bisa menjaga kinerja bisnis tetap baik," kata Pemilik merek fesyen Motzint Original Gilang Permana Kencana dalam sebuah seminar daring, Jumat.

Gilang menuturkan perusahaan yang sehat bisa menghindari pengangguran baru akibat pemutusan kerja pegawai.

Menurut dia pandemi COVID-19 yang terjadi hampir sepanjang 2020 berpengaruh signifikan terhadap bisnis yang sudah dibangun dari 2014.

"Jadi tahun lalu itu toko offline kami terpaksa tutup. Penjualan ke luar kota tidak jalan. Reseller juga sama kondisinya, tidak bisa menjual barang," kata Gilang yang menempuh pendidikan di STIE Tridharma Bandung.

Ia mengatakan hampir memutus kerja beberapa pegawainya untuk menjaga keuangan perusahaan namun niatnya itu tidak terlaksana setelah mengubah beberapa kebijakan atau strategi usaha.

Beberapa strategi usaha yang diubah selama pandemi COVID-19, kata dia, ialah jika dulu fokus mengandalkan penjualan Motzint secara offline di toko, sekarang ia menjaring pendapatan melalui daring (online).

Ia mengatakan memanfaatkan beberapa marketplace, seperti Shopee, dan lambat laun setelah menjalani proses di tengah pandemi, Motzint bisa bertahan bahkan meningkat dari sisi penjualan.

"Makanya saya coba pelajari bisnis di online, marketplace dan lain-lain. Alhamdulillah ada hasilnya, saya juga tidak merumahkan atau melakukan PHK kepada pegawai," ujar dia.

Pegawai di toko Motzint dialihkan untuk menjaga pembelian secara daring dan saat ini ada 15 orang yang bertugas di bagian ini. Mereka pun bertugas menjaga sekitar 500 reseller yang tersebar di seluruh Indonesia.

Untuk di bagian produksi, ia menambah pegawai di antaranya 40 penjahit baju, celana hingga jaket.

"Alhamdulillah dari menjelang akhir tahun kemarin, penjualan konsisten di angka 10 ribu barang terjual,” kata Gilang.

Ia mengatakan capaian ini membuatnya yakin bahwa industri fesyen masih bisa berkembang meski di tengah situasi pandemi dan ia berharap banyak pengusaha khususnya anak muda bisa memiliki optimisme serupa.

Dari pengalamannya, ada sejumlah hal yang menjadi kunci dalam beradaptasi dan beberapa di antaranya adalah menguasai ekosistem daring yang memiliki pasar lebih luas.

"Ya saya optimistis lah industri kreatif, industri fesyen tetap bisa berkembang dan pemerintah sedang mendorong pelaku UMKM berkembang dengan berbagai program termasuk bantuan modal," kata dia.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana mengatakan banyak masyarakat berinovasi melakukan kegiatan ekonomi dan secara langsung hal tersebut membuka peluang kerja.

“Banyak kegiatan ekonomi yang terbentuk. Rekrutmen tenaga kerja bisa tetap dilakukan karena ternyata usaha mereka bagus, order ada terus,” ujar Yana.

Menurut Yana pada dasarnya Pemkot Bandung memberikan apresiasi dan memberikan semangat bagi masyarakat yang tetap optimistis dan terus berinovasi di tengah pandemi.

Pewarta : Ajat Sudrajat
Editor : Zaenal A.
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Tutup
Industri fesyen Bandung ubah strategi usaha selama pandemi
Mengantar karya perajin Garut dan Pekalongan jadi busana batik modern

Mengantar karya perajin Garut dan Pekalongan jadi busana batik modern

Jenama lokal Nona Rara Batik ingin menjadi perantara antara perajin batik di berbagai daerah dan para pencinta fesyen. Jenama tersebut menyediakan rancangan batik kasual untuk digunakan sehari-hari menggunakan batik cap atau tulis yang diproduksi langsung oleh para perajin batik daerah.
Selengkapnya

Mengantar karya perajin Garut dan Pekalongan jadi busana batik modern

Oleh Bagus Ahmad Rizaldi
Mengantar karya perajin Garut dan Pekalongan jadi busana batik modern Nona Rara Batik (HO/Nona Rara Batik)

Jenama lokal Nona Rara Batik ingin menjadi perantara antara perajin batik di berbagai daerah dan para pencinta fesyen. Jenama tersebut menyediakan rancangan batik kasual untuk digunakan sehari-hari menggunakan batik cap atau tulis yang diproduksi langsung oleh para perajin batik daerah. Dengan menggunakan materi langsung dari para perajin, Nona Rara Batik berharap dapat membantu mendorong ekonomi serta meningkatkan kreativitas para perajin. 

Pendiri Nona Rara Batik, Pipiet Tri Noorastuti, mengungkapkan semua diawali dari kenangan masa kecilnya bersama sang nenek yang merupakan perajin batik. Beranjak dewasa, dia bertekad melestarikan budaya batik, memperkuat kekayaan budaya Indonesia.

Mengantar karya perajin Garut dan Pekalongan jadi busana batik modern
Nona Rara Batik (HO/Nona Rara Batik)

“Kami membangun Nona Rara Batik 9 tahun yang lalu pada November 2011 dengan misi untuk meningkatkan produksi pakaian batik," kata Pipiet dalam keterangan resmi, Jumat.

"Selain itu karena sulitnya mencari baju batik ringan yang bisa digunakan untuk kegiatan sehari-hari dan kalaupun ada pasti harganya mahal dan desainnya terkesan terlalu tua.”

Pipiet menjelaskan, Nona Rara Batik menghadirkan koleksi modis dan modern dengan konsep rancangan sederhana yang nyaman untuk digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Material batik yang digunakan diproses secara manual oleh perajin di berbagai daerah dan proses produksi dilakukan sumber daya manusia setempat.

Material batik cap yang digunakan antara lain batik cap Garut dan Pekalongan. Jenama ini menggunakan corak-corak dan pemilihan warna-warna yang cerah untuk memberikan kesan ceria dan segar untuk setiap koleksinya.

Dia berharap keberadaan jenama ini bisa turut memberikan edukasi dan menambah informasi tentang kain tradisional Indonesia kepada masyarakat.

“Kami ingin para perajin-perajin kecil di daerah itu terus tumbuh dan berkarya melestarikan batik, jadi kita juga saling bantu satu sama lain untuk terus berkembang tanpa mengancam para perajin kecil di daerah, dan pastinya membantu perekonomian juga," kata Pipiet.

Pewarta : Nanien Yuniar
Editor : Yuniardi Ferdinan
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Tutup
Desain batik Gubernur Jawa Barat

Desain batik Gubernur Jawa Barat

Fashion Jabar Berkibar

Fashion Jabar Berkibar (bagian 1)

Fashion Jabar Berkibar

Fashion Jabar Berkibar (bagian 2)

Fashion Jabar Berkibar

Fashion Jabar Berkibar (bagian 3)

Mencicipi sepiring nostalgia ala Belanda di Keuken Van ElsjeBandung

Nostalgia bisa datang dari sepiring santapan yang mengajak kita mengenang masakan dengan resep keluarga yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai sebuah kekayaan kuliner yang patut dirayakan.
Selengkapnya

Mencicipi sepiring nostalgia ala Belanda di Keuken Van ElsjeBandung

Oleh Ida Nurcahyani
Mencicipi sepiring nostalgia ala Belanda di Keuken Van ElsjeBandung Kevin Christian, chef restoran Keuken van Elsje tengah menyiapkan hidangan di dapur ANTARA/HO.

Pesona Bandung sejak dahulu kala sudah menarik banyak perhatian. Iklim yang sejuk dan lokasinya yang strategis menjadikan Bandung sempat dilirik Pemerintahan Kolonial Belanda untuk menjadi Ibu Kota Hindia Belanda, menggantikan Batavia.

Nyatanya sejak abad ke- 19 banyak warga elite Eropa tinggal di beberapa area Kota Bandung, seperti di kawasan Jalan Braga, Jalan Asia Afrika hingga kawasan Sumur Bandung termasuk Jalan Buton.

Mencicipi sepiring nostalgia ala Belanda di Keuken Van ElsjeBandung
Restoran Keuken van Elsje di Jalan Buton no 11, Bandung (ANTARA/HO)

Hal itu bisa dilihat dari peninggalan-peninggalan yang kini ada, berupa bangunan bercirikan art deco, gaya hias yang lahir setelah Perang Dunia I dan berakhir sebelum Perang Dunia II.

Salah satu rumah bernuansa kolonial adalah rumah pasangan Harry dan Elsje yang terletak di di Jalan Buton nomor 11, Bandung.

Di masa lalu, Harry adalah seorang guru les dansa sekaligus fotografer. Ia menempati rumah tersebut, yang merupakan rumah turun temurun peninggalan keluarga Harry yang dibeli pada abad ke 18.

Kini, Esther, putri mereka menyulap rumah keluarga tersebut menjadi restoran keluarga Keuken Van Elsje. Kevin Christian sang putra menjadi "master mind" di balik hidangan-hidangan nikmat khas Oma Elsje sejak didirikan restoran pada Desember 2016.

Keuken Van Elsje berlokasi di dalam Jalan Buton, tak seperti restoran keluarga lain yang gampang dijumpai, restoran rumahan ini berada agak masuk ke dalam jalanan perumahan.

Mencicipi sepiring nostalgia ala Belanda di Keuken Van ElsjeBandung
Restoran Keuken van Elsje di Jalan Buton no 11, Bandung (ANTARA/Ida Nurcahyani)

Memasuki halaman Keuken Van Elsje langsung terasa "homey". Rasanya seperti pulang ke rumah omma dan oppa sendiri.

Teras batu dengan kursi-kursi taman dan ruang tamu berjendela besar terbuka lebar menghamparkan nuansa asri dan sejuknya udara Bandung.

Di dalam ruang tamu, ada mini coffee bar dan meja kasir yang dulunya merupakan box bayi yang pernah digunakan oleh keluarga tersebut.

"Rumah ini sudah ada dari abad ke-18. Furniture-nya masih sama semua. Paling tua adalah lampu kandelar di ruang tamu itu pas rumah dibeli di abad ke-18 langsung beli lampu itu," kata Kevin kepada ANTARA beberapa waktu lalu.

Kevin, sang penerus generasi kelima hanya mengubah bagian dalam rumah yang dulunya pernah dijadikan taman indoor kini dijadikan ruang makan.

"Kalau rumah-rumah orang Belanda jaman dulu kan di dalamnya ada taman, nah ini saya tutup atapnya dijadikan tepat makan indoor."

Pernak-pernik lama milik empunya rumah terpajang manis di sana-sini mulai dari mesin jahit milik Omma Elsje, koleksi-koleksi buku berbahasa Belanda milik keluarga sampai mainan-mainan anak yang disusun dalam lemari kaca menjadi daya tarik tersendiri saat berada di restoran tersebut. Rasanya kita diajak melintasi waktu dan menerka-nerka seperti apa kehidupan kaum Indis jaman dulu di salah satu sudut Bandung Raya.

Mencicipi sepiring nostalgia ala Belanda di Keuken Van ElsjeBandung
Galantine Met Hutspot (ANTARA/Ida Nurcahyani)

Nostalgia resep dari tahun 1920-an

"Keuken van Elsje" dalam bahasa Indonesia kurang lebih bermakna dapur-nya Omma Elsje.

Meski tak menempuh pendidikan kuliner secara khusus, Kevin kecil selalu jatuh cinta dengan cita rasa masakan omma-nya.

Dia dengan tekun memperhatikan setiap langkah memasak sang omma dan mami-nya. Kini dia berupaya menghadirkan kembali masakan sang omma agar bisa dinikmati oleh orang banyak lewat restorannya.

"Kevin ini kalau dulu Omma masak selalu dipanggil, 'sini Omma masak, perhatiin', jadi dia interest sejak kecil," kata Esther, anak perempuan Elsje.

Resep-resep Oma Elsje sebelumnya pernah hadir di Restoran Elita miliknya pada tahun 1920-an. Kevin mengaku tidak mengubah sedikitpun resep-resep dari Elsje tersebut.

Salah satu menu favorit di Keuken van Elsje yang menghadirkan rasa otentik dari tahun 1920-an adalah Aligot.

Mencicipi sepiring nostalgia ala Belanda di Keuken Van ElsjeBandung
Aligot dari Keuken van Elsje (ANTARA/Ida Nurcahyani)

Aligot Omma Elsje merupakan translasi dari masakan fusion Prancis dan Belanda yang bahan utamanya adalah kentang tumbuk dan empat jenis keju yang dicampur menjadi adonan lembut nan legit.

Aligot, yang mulanya adalah sajian musim dingin di keluarga Omma Elsje, disajikan hangat-hangat dengan wangi keju yang menyerbak di udara. Di tahun pertama restoran buka, 8.724 porsi Aligot Keuken van Elsje laris terjual.

"Untuk Mami, rasa adalah yang utama. Jadi dia selalu berupaya menghadirkan bahan-bahan yang premium. Selain itu Mami sangat detil dan teliti. Bahkan cara memotong pun sangat detil," kata Esther.

Menu lain yang paling mewakili identitas Keuken van Elsje adalah Elsje Rissole yang seluruh bagiannya dibuat homemade.

Yang paling otentik adalah saus mayonnaise dari risoles yang melintasi waktu dari resep yang dipertahankan sejak tahun 1920, rasanya gurih, asin, asam dengan sedikit cita rasa manis dan pedas yang pas.

Mencicipi sepiring nostalgia ala Belanda di Keuken Van ElsjeBandung
Elsje Rissole (ANTARA/Ida Nurcahyani)

"Saya membuat Elsje Rissole berdasarkan ingatan akan rasa rissole buatan Omma dulu."

Harga seporsi menu Aligot Van Elsje dibanderol seharga Rp50.000 dan Elsje Rissole Rp35.000.

Selain kedua menu tersebut, Keuken Van Elsje juga menyediakan menu lain yang otentik, seperti Rawon Oma Elsje, Fettuccine Met Romige, Bitterbalen, Patatje Oorlog, Kibbelings, Elsje Coffee, Elsje Chocolate dan masih banyak lagi.

Mencicipi sepiring nostalgia ala Belanda di Keuken Van ElsjeBandung
Gebakken Aardappel (ANTARA/Ida Nurcahyani)

Banyak kisah pelanggan Keuken Van Elsje yang datang menyantap makanan hingga menitikkan air mata karena teringat nostalgia yang dihadirkan melalui hidangan Kevin.

"Terutama yang sudah oma opa, ada yang datang sampai menangis karena ingat masakan yang pernah mereka makan di rumah dulu," kata Kevin.

Tak hanya cocok untuk oma-opa, restoran keluarga ini juga nyaman untuk hang out anak muda karena nuansanya yang sangat rumahan dengan ditemani kopi kesukaan Oppa Harry serta beberapa sudut Instagrammable.

Yulia, salah satu pelanggan Keuken van Elsja mengaku beberapa kali datang ke restoran karena cocok dengan cita rasa Keuken van Elsje.

"Makanannya otentik karena menyajikan menu warisan yang memperlihatkan adanya kontak kuliner antara Belanda dan Indonesia. Selain itu, tema-tema heritage khususnya kuliner itu perlu dipertahankan juga ya. Masakan asli daerah-daerah di Indonesia yang jadi ciri khas seperti rawon khas Elsje juga enak. Resepnya juga diajarkan atau diwariskan biar tetap ada memorinya," kata Yulia.

Mencicipi sepiring nostalgia ala Belanda di Keuken Van ElsjeBandung
Kevin Christian, chef restoran Keuken van Elsje tengah menyiapkan hidangan di dapur (ANTARA/Ida Nurcahyani)

Oleh Ida Nurcahyani
Editor: Alviansyah Pasaribu
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Tutup
Industri fesyen Bandung ubah strategi usaha selama pandemi
Lima camilan khas Jabar tembus pasar Korea Selatan

Lima camilan khas Jabar tembus pasar Korea Selatan

Lima produk UMKM asal Jawa Barat  yakni jenis camilan seperti keripik singkong, ubi, tempe, pisang, dan kerupuk kulit, berhasil menembus pasar Korea Selatan.
Selengkapnya

Lima camilan khas Jabar tembus pasar Korea Selatan

Oleh Ajat Sudrajat
Lima camilan khas Jabar tembus pasar Korea Selatan Lima produk UMKM asal Jawa Barat (Jabar) yakni jenis camilan seperti keripik singkong, ubi, tempe, pisang, dan kerupuk kulit berhasil menembus pasar Korea Selatan. (Dok Dinas Koperasi dan Usaha Kecil (KUK) Provinsi Jabar)

Lima produk UMKM asal Jawa Barat  yakni jenis camilan seperti keripik singkong, ubi, tempe, pisang, dan kerupuk kulit, berhasil menembus pasar Korea Selatan.

Kelimanya merupakan hasil pendampingan yang dilakukannya melalui program UMKM Juara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar).

"Totalnya (yang akan diekspor) ialah sebanyak tiga kontainer, satu kontainernya sekitar 20 ton. Kalau dirupiahkan sekitar Rp850 juta," kata Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil (KUK) Provinsi Jawa Barat Kusmana Hartadji di Kota Bandung, Sabtu.

Ditemui disela-sela acara Karya Kreatif Jabar 2021 dan Pekan Kerajinan Jabar "UKM Jabar Paten" dalam rangka Kampanye Gernas BBI bersama Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Kusmana mengatakan pihaknya terus mendorong peningkatan kualitas produk UMKM untuk bisa tembus pasar luar negeri.

Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) merupakan semangat kebersamaan dan sinergitas dalam memulihkan perekonomian nasional, khususnya melalui penguatan UMKM lokal.

Kusmana mengatakan ekspor lima camilan ke Korea Selatan ini berasal dari kajian yang dilakukannya, terkait kebutuhan pasar global.

"Lalu juga dengan diaspora, selain dengan ITPC," katanya. hasilnya, lanjut dia, camilan khas Jawa Barat tersebut disukai warga Korea Selatan, terutama di musim dingin.

"Itu karena cocok untuk pasangan minuman penghangat," ujar dia.

Sebelum memasuki pasar ekspor, menurutnya, kelima produk tersebut lahir dari program UMKM Juara yang diikuti 3.000 produk UMKM. Pihaknya melakukan pendampingan selama enam bulan.

"Jadi yang diekspor ini dikurasinya di UMKM Juara," katanya. Ada syarat khusus untuk masuk UMKM Juara. Selain harus memproduksi sendiri, juga harus kontinyu dan memiliki omzet yang baik.

Setelah melalui  kurasi, pihaknya menggandeng pemasok ekspor untuk membantu persiapan. Perusahaan swasta itulah, kata dia yang membantu aspek legal dan perizinan produk sehingga layak untuk dikirim ke negara tujuan.

Lebih lanjut ia mengatakan  jumlah pelaku UMKM di Jawa Barat mencapai 4,5 juta yang tersebar di beberapa wilayah seperti Bogor sebanyak 368.740 dan Sukabumi 266.945.

"Paling banyak Bandung Raya hampir 700 ribu," katanya. Pelaku UMKM itu bergerak di berbagai sektor, terbanyak perdagangan sebanyak 2,19 juta.

"Penyedia jasa akomodasi dan makanan minuman sebanyak 867 ribu dan industri pengolahan 612 ribu," katanya.

Pewarta : Ajat Sudrajat
Editor : Yuniardi Ferdinan
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Tutup

Mengembalikan kejayaan kopi Cianjur untuk mendunia

Pada zaman kolonial Belanda, tanam paksa kopi diterapkan pada masyarakat di Jawa Barat, termasuk di Cianjur, di mana pada zaman bupati kedua saat itu, kopi jenis robusta berhasil membuat Cianjur terkenal hingga ke mancanegara sebagai penghasil kopi berkualitas.
Selengkapnya

Mengembalikan kejayaan kopi Cianjur untuk mendunia

Oleh Ahmad Fikri
Mengembalikan kejayaan kopi Cianjur untuk mendunia Tanaman kopi mulai banyak ditanam petani sebagai produk unggulan di berbagai kecamatan di Cianjur, Jawa Barat, seperti kopi Gunung Sungging di Kecamatan Sukanagara. (Ahmad Fikri)<

Pada zaman kolonial Belanda, tanam paksa kopi diterapkan pada masyarakat di Jawa Barat, termasuk di Cianjur, di mana pada zaman bupati kedua saat itu, kopi jenis robusta berhasil membuat Cianjur terkenal hingga ke mancanegara sebagai penghasil kopi berkualitas.

Melimpahnya kopi berkualitas di Cianjur, membuat pembangunan jalur transportasi, mulai dari pengaspalan jalan hingga pembangunan jalur kereta dari Batavia hingga Cianjur dan terhubung hingga Bandung, pertama kali dilakukan pemerintah Hindia Belanda untuk membawa hasil kopi Cianjur yang berjaya hingga 1910.

Kejayaan itu, membuat bupati dapat memperluas wilayah hingga ke residenan Bogor dan Karawang yang tidak dapat membayar pajak ke penjajah, sehingga wilayah tersebut dibeli pemerintahan Cianjur.

Sebagian besar wilayah Cianjur, ditanami kopi jenis robusta dan arabica yang dikembangkan Belanda dari bibit yang dibawa dari luar negeri. Bahkan pada kejayaan kopinya, Cianjur tercatat sebagai satu-satunya wilayah di Indonesia yang dapat memasok 3/4 kebutuhan kopi Eropa ketika itu.

Kejayaan tersebut kembali dicanangkan Pemkab Cianjur dengan ditunjang ratusan kelompok tani yang sudah kembali menghasilkan biji kopi berkualitas sejak tahun 2014, dimana Tosca Santoso, menjadi inisiator penanaman kopi di wilayah utara tepatnya di Kampung Sarongge.

Penanaman kopi itu dilakukan bersama masyarakat sekitar Desa Ciputri, Kecamatan Pacet dan dilanjutkan Ayi Kahfi di wilayah selatan tepatnya di Kecamatan Sukanagara dan empat kecamatan lainnya yang dikenal dengan kopi Gunung Sungging-Sukanagara.

Kedua nama tersebut melakukan pembinaan sekaligus mengajarkan konservasi tentang menjaga dan merawat hutan lindung yang menjadi lahan petani untuk bercocok tanam kopi dan tanaman buah sebagai pendukung.

Dengan demikian, alam tetap terjaga dan petani tetap mendapat penghasilan yang lebih dikenal dengan slogan Tiga O yaitu Leweung hejO, Reseup nu nenjO, Patani ngejO (Hutan hijau, Senang yang melihat dan Petani bisa menanak nasi), singkatnya hutan terjaga, kalau petani sekitarnya sejahtera.

"Tosca dan saya memiliki keinginan yang sama, saya banyak belajar dari beliau, termasuk dalam mengembangkan kopi yang tidak terpengaruh dengan pandemi. Sekitar 100 anggota kelompok, masih memiliki penghasilan selama pandemi, namun tidak sebesar sebelum pandemi," kata Ayi Kahfi sambil menyemai benih kopi yang akan diberikan untuk beberapa kelompok tani mandiri.

Ayah dari lima orang anak yang saat ini, menggarap 120 hektar lahan kopi yang merupakan lahan milik Perhutani dengan program pengelolaan bersama masyarakat, optimistis dapat mengembalikan kejayaan kopi Cianjur.

Menurut dia, sebagai komoditi unggulan tingkat nasional sejak dua tahun terakhir, hasil kopi Cianjur, mulai diburu penikmat dan pencinta kopi dari berbagai daerah hingga mancanegara.

Hampir sebagian besar kecamatan di Cianjur, menanam kopi dengan hasil rata-rata panen lebih dari 100 ton dalam bentuk chery atau biji. Kualitasnya diakui pasar nasional dan banyak ditampung pembeli besar karena saat ini bantuan pasar dari pemerintah belum terlihat untuk menyejahterakan petani kopi Cianjur.

"Hasil panen kopi Cianjur, lebih banyak dijual keluar daerah karena tidak ada pembeli besar atau bandar besar yang menampung hasil panen petani. Risikonya kopi Cianjur, banyak diklaim merek besar luar daerah, sehingga identitas Cianjurnya hilang," kata Ayi.

Pembeli luar

Tingginya peminat hingga pengusaha kopi nusantara untuk mendapatkan hasil panen kopi asal Cianjur, mulai dari cherry, green bean hingga bubuk kopi, diakui beberapa orang pelaku usaha yang menjadikan kopi sebagai komoditas unggulan yang sudah dikemas dalam berbagai bentuk.

Pemilik merek dagang Kopi Dulur Addi Setiadi yang membuka gerai di Perumahan BLK Residen Cianjur, mengakui sejak kembalinya Cianjur, sebagai produsen kopi berkualitas nasional, pengusaha kopi dari berbagai daerah mulai memburu dan menjadikan kopi hasil tanaman petani Cianjur.

Tidak adanya penampung atau pembeli berskala besar, membuat biji kopi asli Cianjur, banyak dijual petani keluar daerah yang sudah memiliki buyer besar, sehingga Kabupaten Cianjur sebagai penghasil kopi diabaikan petani yang membutuhkan uang dan membuat kopi itu distempel dengan nama pembeli luar.

"Produksi biji kopi sampai bubuk dari tingkat petani, sudah memadai untuk memenuhi pasar nasional, kalau untuk kebutuhan kedai di Cianjur lebih dari cukup. Bahkan sebelum pandemi, saya mendapat pasokan hingga satu ton dari petani di Gunung Putri-Cipanas," katanya.

Ini menandakan produksi kopi dari petani di berbagai wilayah di Cianjur, sudah kembali bangkit dan siap menyambut kejayaan yang selama ini telah ditorehkan leluhur mereka yang terpaksa menanam kopi.

Kemunculan kedai kopi yang menjamur, menandakan kejayaan kopi Cianjur dapat kembali dalam beberapa tahun kedepan, terlebih ratusan kelompok tani kopi sudah mahir mengolah biji kopi sesuai dengan kebutuhan pasar seperti arabica dan robusta dengan beragam cita rasa seperti aroma madu, caramel, wine dan natural.

Meski hanya memenuhi kebiasaan minum kopi anak muda dan orang tua sebagai trend dengan kebutuhan per kedai tidak lebih dari 10 kilogram, berbagai kedai kopi yang muncul tersebut cukup mendongkrak nama kopi yang mulai terkenal di kalangan wisatawan yang berlibur ke Cianjur.

Untuk itu, petani hingga pengusaha kopi di Cianjur, berharap pemerintah daerah dapat mendongkrak pasar untuk produksi kopi yang sudah dapat memenuhi pasar nasional sebagai upaya mengembalikan kejayaan kopi Cianjur.

"Pasar atau buyer besar ada di Cianjur, tentunya akan mengembalikan nama Cianjur sebagai kabupaten penghasil kopi berkualitas," kata Addi.

Festival Kopi Bulanan

Menurut rencana, pendopo Cianjur akan dijadikan sebagai tempat bagi pelaku usaha dan petani kopi dengan satu nama KOPI CIANJUR, sebagai nama semua kopi hasil produksi petani, meski dalam merek tersebut terdapat berbagai kopi hasil petani dari berbagai kecamatan.

Target Pemkab Cianjur, usai berakhirnya pandemi COVID-19, akan menggelar festival kopi bulanan sebagai upaya menyediakan pasar dan pembeli berskala besar, sehingga impian petani Cianjur untuk mendapatkan pasar terbuka luas dan langsung tanpa melalui tangan kedua.

Bupati Cianjur, Herman Suherman memastikan pengembangan berbagai jenis kopi di Cianjur, terus ditingkatkan baik yang mendapat pembinaan dari dinas terkait atau kelompok tani mandiri yang dapat mendongkrak produksi kopi di berbagai kecamatan mulai dari utara hingga selatan.

Pihaknya akan mendorong petani atau kelompok tani kopi untuk mengembangkan tanaman kopi mulai dari biji hingga pengemasan dengan menyediakan pasar tetap, sehingga kopi Cianjur dapat kembali dikenal hingga mancanegara serta mengupayakan penambahan lahan yang dapat digarap bersama.

"Sejak ratusan tahun lalu, kualitas kopi Cianjur sudah diakui hingga luar negeri, bahkan kita pernah menjadi wilayah yang mengirim kopi hingga ke Eropa. Kejayaan itu, harus dikembalikan, dimana saat ini di beberapa kecamatan di utara dan selatan terus mengembangkan kawasan penanaman kopi," katanya.

Saat ini, kecamatan yang sudah mengembangkan kopi dengan hasil produksi mencapai ratusan ton setiap tahunnya di Kecamatan Pacet yang terkenal dengan Kopi Sarongge, Kecamatan Sukanagara dengan Kopi Gunung Sungging, Kecamatan Sukaresmi, Campaka, Gekbrong dan Kadupandak dengan kopi jeruknya. 

Pewarta : Ahmad Fikri
Editor : Zaenal A.
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Tutup
Mengembalikan kejayaan kopi Cianjur untuk mendunia
Nasi liwet domba jadi nilai jual wisata kuliner khas di Garut

Nasi liwet domba jadi nilai jual wisata kuliner khas di Garut

Kehadiran bulan Ramadhan hingga memasuki Lebaran bagi umat muslim tak lepas dari munculnya suasana aktivitas perbelanjaan yang tak seperti biasanya terjadi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.
Selengkapnya

Nasi liwet domba jadi nilai jual wisata kuliner khas di Garut

Oleh Ajat Sudrajat
Nasi liwet domba jadi nilai jual wisata kuliner khas di Garut Bupati Garut Rudy Gunawan mencoba mencicipi makanan khas Garut nasi liwet domba dan gulai domba yang disajikan dalam acara Forum Group Discussion Peningkatan Pengembangan dan Pembangunan Pariwisata Daerah di Pendopo Garut, Jawa Barat, Minggu (22/3/2021) malam. (ANTARA/HO-BPPD Garut)

Bupati Garut Rudy Gunawan menyatakan nasi liwet domba harus terus didorong untuk menjadi nilai jual wisata kuliner sehingga menambah daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Garut, Jawa Barat.

"Ada banyak kuliner khas Garut seperti nasi liwet domba itu menjadi ikon Garut," kata Bupati usai acara Forum Group Discussion Peningkatan Pengembangan dan Pembangunan Pariwisata Daerah di Pendopo Garut, Minggu (22/3) malam.

Ia menyebutkan Pemkab Garut sudah menetapkan lima makanan khas Garut yang menjadi daya tarik wisata kuliner yakni nasi liwet domba, sate domba, dodol, burayot, dan minuman es goyobod.

Menurut dia jenis produk pangan tersebut menjadi ciri khas Kabupaten Garut yang dapat menjadi nilai jual bagi wisatawan yang datang ke Garut.

"Ada lima makanan khas Garut, salah satunya ada nasi liwet dan tadi ada nasi liwet domba," kata Bupati.

Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Kabupaten Garut Rahmat Hadi menambahkan pihaknya tidak hanya terus mempromosikan berbagai potensi pariwisata alam di Garut tapi juga kulinernya.

Menurut dia ketika berbicara pariwisata yang cenderung pada potensi alam tentunya harus ada pengembangan sektor lain yang berkaitan dengan wisata yaitu kulinernya.

"Harus ada ikon keterkaitan dengan kuliner untuk mendorong semangat baru di bidang pariwisata, misalkan di desa A memiliki kuliner bakso aci, lalu ada juga liwet domba, itu perlu dipromosikan," katanya.

Nasi liwet domba jadi nilai jual wisata kuliner khas di Garut
Nasi liwet daging domba. (ANTARA/HO-Bonita)

Pemilik usaha kuliner nasi liwet domba Jajang Riyadi mengatakan produk kulinernya sudah cukup terkenal di masyarakat, bahkan nasi liwet domba buatannya selalu diminta untuk disajikan ketika ada kunjungan pejabat Garut maupun pusat.

Nasi liwet domba itu, kata dia, sudah menjadi ikon Kabupaten Garut yang selama ini banyak orang mengenal kuliner olahan daging domba garut berupa satai maupun gule.

"Selama ini kan yang dikenal itu satai domba, gule domba, sekarang ada nasi liwet domba, dan sudah banyak orang mengenalnya," kata Jajang.

Ia mengatakan yang menjadi ciri khas nasi liwet domba yakni dari bumbunya, kemudian dicampur dengan potongan daging domba yang memiliki rasa berbeda dari nasi liwet umumnya yang memakai ikan asin.

Nasi liwet domba khas Garut itu, kata Jajang, sudah cukup lama dikembangkan sekitar 17 tahun lalu, namun populernya makanan tersebut baru-baru ini setelah banyak disajikan dalam beberapa acara.

"Sudah 17 tahun baru diangkat sekarang, awalnya iseng-iseng ada teman komunitas, dibuatlah liwet domba, karena selama ini kebanyakan pakai asin, kalau ini pakai daging domba," kata pemilik usaha kuliner daging domba Bonita itu.

Pewarta : Feri Purnama
Editor : Staf Redaksi Jabar
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Tutup
Kopi Mangga dan Pesona Indramayu

Kopi Mangga dan Pesona Indramayu (bagian 1)

Kopi Mangga dan Pesona Indramayu

Kopi Mangga dan Pesona Indramayu (bagian 2)

Kopi Mangga dan Pesona Indramayu

Kopi Mangga dan Pesona Indramayu (bagian 3)

Asal nama tempe

Ketika ide dan karya kreatif terus berkembang tak hanya menunjukkan bagaimana peradaban tumbuh tetapi juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat.

Credit

PENGARAH
Akhmad Munir, Saptono, Teguh Priyanto

PRODUSER EKSEKUTIF
Sapto HP

PRODUSER
Panca Hari Prabowo, Hanni Sofia

PENULIS
Hanni Sofia, Bagus Ahmad Rizaldi, Ajat Sudrajat, Nanien Yuniar, Ida Nurcahyani, Ahmad Fikri, Feri Purnama

REDAKTUR
Nusarina Yuliastuti, Zaenal A, Yuniardi Ferdinan, Alviansyah Pasaribu

FOTOGRAFER
Agus Bebeng, Adeng Bustomi, M Ibnu Chazar, M Agung Rajasa, Raisan Al Farisi, Dedhez Anggara,

EDITOR FOTO
Prasetyo Utomo

VIDEOGRAFER
Samsyul Rizal

EDITOR VIDEO
Dudi Yanuwardhana, Rayyan

PRODUSER VIDEO
Feny Aprianti

PODCASTER
Drucella

VIDEOGRAFI PODCAST
Gunawan Wibisono, Arbyan Indwito

EDITOR PODCAST
Gatot Arioso

PRODUSER PODCAST
Afut Syafril Nursyirwan

INFOGRAFIS
Dyah, Noropujadi

EDITOR INFOGRAFIS
Bayu Prasetyo

RISET
Pusat data dan Informasi Antara

WEB DEVELOPER
Y. Rinaldi

GAMBAR BACKGROUND
karyakreatifjawabarat.com