Peringatan Hari Ibu telah memulai perjalanan panjangnya jauh sebelum ditetapkan melalui Dekrit Presiden pada tahun 1959. Lebih dari sekadar perayaan nasional, Hari Ibu menjadi pengingat akan perjuangan kaum perempuan untuk bangsa Indonesia.
Pemilihan 22 Desember bukanlah tanpa alasan. Ada peristiwa bersejarah yang melatarbelakangi pemilihan tanggal ini. Pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I yang diselenggarakan pada 22-25 Desember 1928 menjadi dasar penetapannya.
Dalam buku Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama (1991) karya Suratmin dan Sri Sutjiatiningsih, kongres yang berlangsung di Yogyakarta tersebut berhasil mengumpulkan 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Kongres Perempuan ini di kemudian hari dikenal dengan nama Kongres Wanita atau Kowani.
Sebelum kongres, perempuan Indonesia sesungguhnya telah ikut berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Tetapi perjuangannya masih bersifat kedaerahan dan terpecah-pecah.
Misalnya, perjuangan Cut Nya Dien dengan kaum perempuan Aceh, Marta Christina Tiahahu dengan perjuangannya di tanah Maluku, atau HR Rasuna Said dengan perjuangan politisnya bersama organisasi Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi.
Memasuki jaman pergerakan nasional, kaum perempuan yang beruntung dapat mengenyam pendidikan dasar bahkan hingga ke jenjang pendidikan lanjutan memiliki semangat tinggi untuk mendirikan organisasi khusus perempuan. Tujuannya sederhana, yakni menyatukan pikiran dan semangat perjuangan kemerdekaan serta perbaikan nasib bagi kaum perempuan pribumi.
Inilah yang menjadi latar belakang sekaligus tonggak sejarah perjuangan kaum perempuan di Indonesia. Karenanya, pada Kongres Perempuan Indonesia I, agenda utama meliputi persatuan perempuan Nusantara, keikutsertaan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan, peran serta perempuan dalam aspek pembangunan bangsa, perbaikan gizi maupun kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sederet agenda utama lainnya yang berkenaan dengan ranah domestik perempuan.
Kongres pertama ini berlanjut ke Kongres Perempuan Indonesia II yang dilaksanakan pada Juli 1935. Kemudian pada kongres yang ketiga, tepatnya pada 23-27 Juli 1938 bertempat di Bandung, tanggal 22 Desember barulah ditetapkan sebagai Hari Ibu.
Puncak peringatannya yang paling meriah jatuh pada peringatan Hari Ibu yang ke-25 pada tahun 1963. Dari Meulaboh hingga Ternate, tak kurang dari 85 kota merayakan peringatan Hari Ibu secara meriah kala itu.
Lantas, pada tanggal 16 Desember 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden No. 316 meresmikan tanggal Hari Ibu tanggal 22 Desember sebagai Hari Nasional yang bukan hari libur.
Dalam perjalanannya, perayaan Hari Ibu dimaknai dengan cara yang berbeda-beda, sejalan dengan tantangan yang dihadapi oleh perempuan dari waktu ke waktu. Berbeda dari Kongres Perempuan I yang fokus pada penentangan terhadap perkawinan anak-anak perempuan dan kawin paksa, Hari Ibu tahun 2022 masih akan fokus menyoroti ketangguhan dan inovasi perempuan dalam menghadapi pandemi.
Puncak perayaan Hari Ibu tahun 2022 akan digelar di Bumi Rafflesia, yakni Provinsi Bengkulu dan akan dihadiri langsung oleh Ibu Negara Iriana Joko Widodo. Mengutip laman resmi Pemerintah Provinsi Bengkulu, sederet kegiatan tengah dipersiapkan, mulai dari lomba peragaan busana Kain Besurek di sekitar Rumah Ibu Agung Fatmawati, bazar UMKM produk jamu Nusantara dari berbagai daerah di Indonesia, hingga kegiatan menjahit Bendera Merah Putih.
Hari Ibu menjadi hari peringatan bangkitnya kesadaran sekaligus pergerakan perempuan Indonesia dalam memperjuangkan hak-hak kaumnya secara nyata. Semangat peringatannya secara tidak langsung pula merefleksikan tantangan yang dihadapi dari waktu ke waktu.
Kemunculan suara angkatan Kartini menjadi titik awal yang bukan hanya mengurai, namun juga berupaya menyudahi ketidakadilan berlapis terhadap perempuan, khususnya pribumi kala itu. Sebagaimana sejarah mencatat, nyaris tidak ada pihak yang menaruh perhatian pada hak-hak dasar perempuan pribumi sebelum lahirnya pergerakan tersebut.
Pada ranah publik dalam perannya sebagai babu bagi perempuan pendatang, perempuan pribumi kerap kali mendapat perlakuan tidak adil yang bahkan tidak jarang berujung pada kekerasan, baik fisik maupun seksual. Sedang dalam ranah domestik, perempuan pribumi juga menghadapi situasi serupa.
Adat feodal menyembunyikan keberadaan sekaligus suara perempuan di balik punggung laki-laki karena hanya dianggap sebagai pelengkap rumah tangga atau konco wingking. Karena itu, angkatan Kartini memperjuangkan pendidikan dasar bagi kaum perempuan pribumi agar mereka memiliki pengetahuan sekaligus keberanian untuk menyuarakan perasaan maupun pemikirannya masing-masing.
Angkatan Kartini ini yakin pendidikan dasar menjadi jalan untuk merebut kedudukan perempuan pribumi yang lebih terhormat. Maka, Kartini bersama perempuan terpelajar lainnya bahu membahu mendirikan sekolah-sekolah informal dan perkumpulan bagi kalangan mereka sendiri.
Dari angkatan kaum Kartini yang memperjuangkan pendidikan dasar bagi perempuan Indonesia, semangat peringatan Hari Ibu pun bergeser, berusaha menjawab permasalahan-permasalahan kaum perempuan sejalan dengan zamannya. Tidak sedikit permasalahan-permasalahan ini bersifat politis
Salah satunya ialah memperjuangkan keterlibatan perempuan dalam lembaga politik formal. Mengutip laman Komnas Perempuan dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), penetapan UU No. 22 Tahun 2007 mewarnai semangat peringatan Hari Ibu yang ke-79.
Undang-undang ini mengatur keterwakilan perempuan dalam partai politik sekurang-kurangnya 30 persen ketika mengajukan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD. Bukan hanya itu, penetapan UU ini juga menjamin keterlibatan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen dalam lembaga KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Dengan adanya minimal angka tersebut, representasi kaum perempuan di dalam lembaga politik formal diharapkan semakin menghadirkan kebijakan sekaligus memperbaiki sistem agar lebih berpihak dan suportif terhadap kaum perempuan itu sendiri.
Terbukti, selain semangat gotong royong dalam merespon pandemi yang masih belum berakhir, perayaan Hari Ibu tahun ini juga diwarnai semangat dan optimisme keberpihakan hukum terhadap korban kekerasan seksual yang mayoritas ialah kaum perempuan, dari usia anak-anak hingga tua.
Setelah melewati jalan panjang selama enam tahun, DPR akhirnya berhasil mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada bulan April 2022.
Kini, aparat penegak hukum memiliki payung hukum untuk membela dan memberi dukungan seluas-luasnya kepada korban kekerasan seksual. Selain itu, undang-undang TPKS ini juga memuat tentang dana bantuan bagi korban yang hendak mengambil langkah medis guna penyembuhan fisik maupun psikis akibat kekerasan seksual yang dialami.
Fatmawati tentunya kita mengenal sosoknya sebagai istri dari Presiden Soekarno dan juga Ibu Negara pertama Republik Indonesia. Fatmawati lahir pada tanggal 5 Februari 1923 di Bengkulu dari pasangan Hasan Din dan Chadijah. Ayahnya merupakan tokoh Muhammadiyah di Bengkulu.
Di masa kecilnya, Fatmawati beberapa kali berpindah sekolah dan tempat tinggal. Beliau pernah bersekolah di Sekolah Tingkat II, Hollandsch Inlandsche School (HIS), dan Sekolah Muhammadiyah. Namun hal tersebut tidak menghalangi ketertarikan Fatmawati untuk berorganisasi.
Pada tahun 1938, ia pertama kali bertemu dengan Soekarno yang diasingkan ke Bengkulu yang dan menjadi salah satu murid Soekarno di Sekolah Muhammadiyah. Pada tahun 1943, mereka resmi menikah. Setelah itu, Fatmawati menemani Soekarno di Jakarta.
Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai lima orang anak yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
Fatmawati tentunya memiliki banyak peran dalam kegiatan kenegaraan pada masa itu. Salah satu kisah yang tentunya sering kita dengar adalah bagaimana beliau menjahit Sang Saka Merah Putih untuk dikibarkan di Pegangsaan 56.
Dalam buku Berkibarlah Benderaku yang ditulis Bondan Winarno, diceritakan Fatmawati sedang dalam kondisi hamil besar pada saat menjahit bendera berukuran 2 x 3 meter tersebut.
Ia menggunakan mesin jahit tangan karena dalam kondisinya saat itu dilarang menggunakan mesin jahit kaki. Dibutuhkan waktu dua hari bagi Fatmawati untuk menyelesaikan bendera Merah Putih tersebut. Hingga akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945, Sang Saka Merah Putih dikibarkan di Pegangsaan 56 untuk pertama kalinya.
Setelah bertahun-tahun digunakan dalam upacara kenegaraan, bendera yang dijahit oleh Fatmawati kini disimpan di Monumen Nasional untuk menjaga keutuhannya.
Pada tanggal 14 Mei 1980, Fatmawati meninggal dunia dalam usia 57 tahun ketika melakukan transit di Kuala Lumpur, Malaysia, karena serangan jantung dalam perjalanan pulang dari umroh. Beliau kemudian dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta.
Untuk menghormati jasa-jasanya, pada masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid, Fatmawati dianugerahi gelar Pahlawan Nasional yang tertuang dalam surat Keputusan Presiden RI Nomor 118/TK/2000 tanggal 4 November 2000.
Selain gelar Pahlawan Nasional, nama Fatmawati juga diabadikan di berbagai tempat, seperti RSUP Fatmawati di Jakarta Selatan dan Bandar Udara Fatmawati Soekarno di Bengkulu. Sedangkan kediaman Fatmawati di Bengkulu saat ini sudah dijadikan museum.
Siti Hartinah atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai Tien Soeharto merupakan istri dari Presiden Republik Indonesia kedua yaitu Soeharto dan tentunya merupakan sosok Ibu Negara kedua.
Lahir pada tanggal 23 Agustus 1923 dan merupakan anak kedua dari pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo.
Tien kemudian menikah dengan Soeharto pada 26 Desember 1947 di Surakarta. Dari pernikahan tersebut, pasangan ini dikaruniai enam orang anak yaitu Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut), Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati, Hutomo Mandala Putra, dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek).
Tien Soeharto ikut mewarnai masa pemerintahan Soeharto. Selain menjadi tokoh penggerak Kongres Wanita Indonesia juga merupakan penggagas pelarangan poligami bagi PNS yang diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983.
Sosok Ibu Negara ini juga mengingatkan kita pada Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang merupakan miniatur dari Indonesia. Ide pembangunan TMII ini berasal darinya, terinspirasi dengan sebuah objek wisata di Thailand dan Disneyland di Amerika Serikat.
TMII didirikan dengan tujuan memberikan edukasi serta menunjukkan kekayaan budaya Indonesia. Proyek ini kemudian diresmikan pada 20 April 1975. Taman seluas 150 hektar ini masih bisa dinikmati sampai saat ini.
Selain TMII, ia juga menggagas didirikannya Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita yang terletak di Jakarta Barat. Saat itu ia menjabat sebagi ketua Yayasan Harapan Kita.
Gagasan ini muncul karena angka kematian anak dan ibu yang pada saat itu tinggi dan beliau berniat untuk menekan angka tersebut. RSAB Harapan Kita kemudian diresmikan pada 22 Desember 1979 yang bertepatan dengan Hari Ibu.
Tak hanya itu, perpustakaan Nasional yang berdiri di Salemba Raya juga merupakan salah satu gagasannya. Ia memiliki harapan dengan dibangunnya perpustakaan dapat membawa manfaat bagi banyak orang. Bangunan ini kemudian diresmikan oleh Presiden pada 11 Maret 1989.
Tien Soeharto meninggal dunia pada 28 April 1996 pada usia 72 tahun di Jakarta, kemudian dimakamkan keesokan harinya di Astana Giri Bangun Jawa Tengah. Untuk mengenang jasa-jasanya, Tien diberi gelar Pahlawan Nasional pada 30 Juli 1996.
Hasri Ainun Besari atau Ainun Habibie, sosok Ibu Negara yang merupakan istri dari presiden ketiga Republik Indonesia, B.J. Habibie.
Ainun lahir di Semarang pada 11 Agustus 1937, Anak keempat dari delapan bersaudara. Ia kemudian mengenyam pendidikannya di kota yang berbeda-beda. Mulai dari Bandung pada tingkatan sekolah dasar sampai menengah atas hingga Jakarta pada tingkat pendidikan tinggi, lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan menjadi dokter pada tahun 1961.
Tak lama setelah menjadi dokter, Ainun dinikahi oleh B.J. Habibie , tepatnya pada 12 Mei 1962. Dari pernikahan tersebut mereka memiliki dua orang anak yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie. Setelah menikah ia meninggalkan pekerjaannya sebagai dokter dan mengikuti suaminya pindah ke Jerman yang pada saat itu sedang menyelesaikan pendidikan doktoralnya.
Pada tahun 1998, B.J. Habibie dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia, untuk menggantikan Soeharto. Hal ini lantas menjadikan Ainun sebagai Ibu Negara. Meskipun jabatannya sebagai Ibu Negara terhitung singkat, namun ia aktif dalam kegiatan organisasi Ainun juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Perkumpulan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia (PPMTI). Ia juga mendirikan Yayasan Beasiswa Orbit.
Ainun yang juga seorang dokter memiliki prestasi dalam dunia kesehatan. Ia merupakan sosok yang berjasa dalam pendirian bank mata yang sempat menjadi kontroversi di Indonesia. Meskipun sebenarnya bank mata sudah ada sejak tahun 1968, namun jumlah pendonornya masih sedikit.
Pada saat itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga masih mengharamkan donor mata. Hal ini mendorong Ainun memperjuangkan agar donor mata mendapatkan fatwa halal dari MUI. Ia juga memperjuangkan regulasi donor mata sehingga dapat memberikan kesempatan bagi tuna netra agar dapat melihat.
Atas jasa dan dedikasinya tersebut, nama Ainun diabadikan nama rumah sakit di daerah Gorontalo. Namanya juga digunakan di sejumlah fasilitas kesehatan lainnya. Salah satunya Klinik Mata dr. Hasri Ainun Habibie di Bogor, Jawa Barat.
Ainun meninggal dunia pada 22 Mei 2010 di Rumah Sakit Ludwig Maximilian University Munchen, Jerman, karena kanker. Kemudian jenazahnya dipulangkan ke Indonesia dan tiba di tanah air pada 25 Mei 2010. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta di hari yang sama.
Sinta Nuriyah Wahid, perempuan yang lahir di Kabupaten Jombang pada 8 Maret 1948 merupakan istri dari Presiden Republik Indonesia keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Sinta merupakan sosok yang dikenal erat memperjuangkan hak perempuan khususnya di Indonesia. Sudah puluhan tahun, Ia menyuarakan hak-hak perempuan serta kelompok marginal, minoritas, dan terpinggirkan yang terkadang luput dari perlindungan bahkan hingga saat ini.
Meskipun usia perempuan yang pernah mengenyam Pendidikan S-2 Program Kajian Wanita Universitas Indonesia ini terbilang tidak lagi muda, tetapi semangatnya untuk peduli terhadap kaum perempuan tidak pernah padam, Sinta memilih terus berjuang membela hak kaum perempuan di Indonesia.
Hal tersebut membuat Sinta memutuskan untuk mendirikan sebuah yayasan yang bernama Puan Alam Hayati pada 3 Juli 2000. Namun Yayasan ini baru beroperasi pada tahun 2001 untuk menghindari kemungkinan timbulnya persepsi buruk yaitu memanfaatkan kedudukan sebagai Ibu Negara untuk mendirikan Yayasan. Sinta mendirikan Yayasan Puan Alam Hayati untuk melindungi para perempuan yang masih mendapatkan kekerasan.
Menurut Sinta, perempuan merupakan tokoh sentral dalam kehidupan manusia. Perempuan memikul beban berat untuk melahirkan dan mendidik. Selain itu, perempuan juga merupakan sekolah pertama bagi anak-anak, mulai dari mengajarkan makan, berjalan hingga Ia dapat menjadi manusia seutuhnya.
Namun dalam kenyataannya, masih banyak perempuan yang hidup dalam keterpurukan. Hal ini membuat Sinta menjadi prihatin dikarenakan perempuan masih dianggap sebagai sosok yang bodoh karena memang dibodohkan. Hal ini dikarenakan perempuan seringkali tidak diperkenankan untuk bersekolah.
Sehingga pendirian Yayasan ini bagi Sinta juga merupakan salah satu bentuk perlawanan terhadap banyaknya kasus subordinasi dan marginalisasi kepada perempuan. Selain itu Yayasan Puan Alam Hayati mencoba memberi harapan, khususnya pada perempuan yang tidak pernah mendapatkan haknya. Sinta menilai, masih banyak perempuan yang terpuruk dengan berbagai kasus.
Salah satu contoh kurangnya pemenuhan hak perempuan saat ini yang ditemukan oleh Sinta adalah di tempat kerja. Di beberapa tempat, meskipun beban kerja perempuan sama dengan laki-laki namun gaji yang diterima dibedakan. Perempuan terkadang masih dianggap kurang produktif karena sering meminta izin saat melahirkan dan menstruasi. Perempuan juga seringkali dianggap bekerja hanya sebagai pelengkap suami.
Atas jasa-jasa dan perannya dalam kemanusiaan dan keadilan. Pada tahun 2019, Sinta memperoleh gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia memperoleh gelar tersebut setelah menyampaikan pidato ilmiah berjudul Inklusi dalam Solidaritas Kemanusiaan: Pengalaman Spiritual Perempuan dan Kebhinnekaan.
Kristiani Herrawati atau lebih dikenal sebagai Ani Yudhoyono lahir di Yogyakarta, 6 Juli 1952. Ia merupakan putri ketiga dari pasangan Letnan Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo dan Sunarti Sri Hadiyah. Beliau merupakan sosok Ibu Negara dan Istri dari Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
Berdasarkan biografi yang berjudul Ani Yudhoyono Kepak Sayap Putri Prajurit, semasa kecil, Ani sering berpindah-pindah tempat tinggal karena pekerjaan orang tuanya yang seorang tentara. Ia sempat bersekolah di Medan pada tingkat SMP dan pindah ke Jakarta saat duduk di bangku SMA.
Ia sempat mengambil kuliah jurusan kedokteran, namun sayangnya tidak selesai karena saat itu ayahnya ditunjuk sebagai Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan. Namun Ani akhirnya melanjutkan kuliahnya dengan mengambil jurusan Ilmu Politik di Universitas Terbuka dan lulus pada tahun 1998.
Menikah dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 30 Juli 1976. Pada saat itu SBY baru dilantik menjadi perwira TNI. Pasangan ini dikarunia dua orang anak yaitu Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono.
Ani sangat aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Ia cukup aktif Persatuan Istri Tentara (Persit) Kartika Chandra Kirana, ketika SBY masih menjadi prajurit TNI. Saat SBY menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi di era pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri, ia juga aktif berorganisasi di Dharma Pertiwi dan Dharma Wanita.
Setelah SBY menjabat sebagai presiden pada tahun 2004, Ani pun tetap aktif dalam berbagai kegiatan organisasi di sela-sela kesibukannya sebagai Ibu Negara. Ia pernah menjabat Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Selain itu beberapa organisasi yang juga mencatatkan namanya antara lain Pelindung utama kegiatan PKK, Pelindung Nasional Women International Club (WIC), Duta HIV/ AIDS dan ASl, dan masih banyak lagi.
Ani seperti diketahui publik, memiliki hobi fotografi. Dalam banyak kesempatan, khususnya ketika mengikuti kegiatan SBY, ia tidak pernah lepas dari kameranya. Hasil jepretannya sering diunggah di akun pribadinya.
Ani Yudhoyono menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 1 Juli 2019. Beliau meninggal di Singapura setelah beberapa bulan dirawat di National University Hospital Singapore karena penyakit kanker yang dideritanya.
Kemudian jenazahnya diterbangkan dari Singapura ke Jakarta dan disemayamkan di Cikeas, Bogor. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta pada tanggal 2 Juni 2019.
Hj. Iriana merupakan sosok perempuan kelahiran Surakarta, Jawa Tengah. Iriana yang lahir pada 1 Oktober 1963 adalah anak sulung dari lima bersaudara pasangan Noto Mihardjo dan Sudjiatmi. Nama Iriana merupakan nama pemberian sang kakek, nama tersebut diambil dari kata Irian Jaya yang kini adalah Papua. Hal ini dikarenakan kakek dari Iriana merupakan seorang guru di Papua.
Selain sang kakek, orang tua Iriana juga merupakan seorang guru. Meski demikian, saat Iriana remaja bersekolah di SMA 3 Surakarta, Ia tidak pernah memanfaatkan jabatan ayahnya sebagai salah satu pengajar di sekolah tersebut. Iriana tetap mengandalkan seluruh kemampuannya dalam belajar seperti yang dilakukan oleh siswa-siswi lainnya.
Iriana merupakan teman baik dari Lit Sriyantini, adik Joko Widodo. Iriana seringkali mengunjungi Lit untuk bermain. Hal itulah yang mempertemukannya dengan Joko Widodo. Saat ia bermain ke rumah temannya tersebut, secara tak sengaja Iriana bertemu dengan Joko Widodo yang saat itu berstatus sebagai mahasiswa di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Saat itu, tidak mudah untuk menaklukkan hati seorang Iriana. Perlu waktu 6 bulan untuk menarik hati seorang Iriana. Pada usia 23 tahun, Iriana menerima cinta Joko Widodo dan memutuskan menikah.
Setelah itu, Iriana dibawa oleh Joko Widodo ke Aceh karena saat itu sedang bekerja di PT Kertas Kraft Aceh. Iriana selalu setia mendampingi Jokowi saat menjadi karyawan, merintis usaha sendiri, hingga Jokowi menjadi seorang presiden.
Iriana dikenal selalu menjaga dan mendampingi suaminya. Saat Joko Widodo jatuh bangun dalam bisnis meubel, Iriana selalu memberikan dorongan agar tetap kuat, sabar, dan berusaha lagi. Dorongan Iriana membuahkan hasil. Joko Widodo perlahan menjadi seorang pengusaha sukses. Selain itu, Iriana juga mulai mengikuti jejak kerja baru Joko Widodo.
Hal ini dimulai saat Joko Widodo terpilih menjadi Wali Kota Surakarta. Iriana dengan cepat menyesuaikan dengan lingkungan baru tersebut. Selain sebagai ibu Wali Kota, Iriana juga memimpin kegiatan PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) serta melakukan berbagai kegiatan sosial yang bersinggungan langsung dengan masyarakat. Iriana dan suami yang pernah berjuang dan merasakan kerasnya perjalanan kehidupan bahkan pernah mengalami penggusuran rumah membuatnya peduli dengan masyarakat miskin di Surakarta.
Selain dekat dengan masyarakat, Iriana dikenal sebagai sosok yang sederhana. Hal ini terlihat saat Joko Widodo terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta. Iriana yang menemani sang suami pindah ke Jakarta tetap menjadi pribadi yang sederhana dengan make up dan tata rambut yang tidak terlalu glamour seperti istri pejabat lainnya.
Iriana kemudian menjadi Ibu Negara bersamaan dengan dilantiknya Joko Widodo menjadi Presiden RI ke-7. Meski begitu, Iriana tetap menampilkan gaya hidup sederhana seperti yang biasa dilakukannya.
Kasih sayang merupakan perasaan tulus yang dimiliki oleh manusia. Berbicara tentang kasih sayang, sepertinya setiap orang akan sepakat bahwa kasih sayang seorang ibu tidak akan pernah berakhir. Ibu akan selalu berusaha merawat dan membesarkan anak-anaknya dengan sepenuh cinta dan kasih sayang.
Sosok Ibu juga tidak akan pernah menyerah untuk membantu mewujudukan setiap keinginan dan cita-cita yang dimiliki oleh anak-anaknya. Meskipun setiap ibu memang memiliki cara yang berbeda-beda dalam merawat dan mendidik anak-anaknya, namun mereka memiliki tujuan yang sama yang tak lain adalah untuk membahagiakan sang anak.
Telah banyak kisah yang menceritakan betapa besarnya kasih sayang seorang Ibu yang membuktikan bahwa kasih ibu sepanjang masa. Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari juga terdapat bukti nyata kasih sayang seorang ibu. Salah satu contohnya adalah saat sang anak masih kecil, Ibu akan rela untuk bangun tengah malam untuk menjaganya.
Sehingga, sosok ibu sudah terbiasa bangun tengah malam setelah melahirkan hanya untuk memastikan bahwa bayinya telah tertidur lelap. Tidak hanya ketika masih kecil, saat anak-anaknya telah dewasa pun Ibu tetap menjaga mereka. Seperti saat sedang sakit, ibu akan sering terbangun untuk memastikan apakah sang anak membutuhkan bantuan.
Selanjutnya, kasih sayang ibu juga terlihat ketika anak-anaknya sedang mengalami masa sulit. Ibu adalah sosok yang bisa menerima baik dan buruk anak-anaknya dengan tulus dan ikhlas ibu akan tetap memberikan yang terbaik untuk anaknya. Sosok ibu akan selalu ada untuk menjadi tempat bersandar dan menceritakan keluh-kesah. Bahkan, ketika mungkin tidak ada orang lain yang peduli, ibu akan menjadi satu-satunya orang yang memberi semangat.
Ibu akan memberikan dukungan agar anak-anaknya dapat melalui masa-masa sulit tersebut. Sehingga, kamu tidak merasakan kesendirian meski sedang dalam kesedihan.
Dengan segala kasih sayang yang telah diberikan, Ibu dianggap sosok yang sangat berjasa sehingga dunia memperingati 22 Desember sebagai hari ibu. Meskipun, sebenarnya setiap hari adalah hari ibu karena banyak hal yang tidak bisa lepas dari peran penting seorang ibu. Hari ibu, dianggap sebagai sebuah momentum yang tepat untuk memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada seorang ibu atas semua kasih sayang dan perjuangan yang telah diberikan untuk membesarkan dan mendidik anak-anaknya.
Bagi Anda yang masih memiliki ibu maupun ayah, tidak ada salahnya untuk ikut merayakan hari ibu dan sayangilah mereka selagi mereka masih ada sehingga tidak ada rasa penyesalan dikemudian hari.
Di era saat ini, banyak perempuan tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga namun juga berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi keluarga dengan bekerja. Bahkan, tidak jarang perempuan ikut memiliki jabatan dalam suatu pekerjaan seperti halnya laki-laki.
Perempuan dikenal sebagai sosok yang tekun, teliti, dan berhati-hati. Bahkan, prestasi mereka seringkali lebih bagus pada jenis pekerjaan tertentu. Hal ini membuat munculnya dua peran atau lebih yang dijalankan dalam waktu bersamaan oleh perempuan. Peran tersebut yaitu sebagai istri bagi suaminya, ibu dari anak-anaknya, dan sekaligus peran pekerja di luar rumah.
Peran ganda tersebut bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dijalankan. Berbagai tantangan seperti pembagian waktu dalam setiap peran, tenaga, serta pikiran perlu untuk dilewati. Hal ini dikarenakan setiap perempuan yang bekerja membantu suami demi keluarga tetap harus melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang istri dan ibu.
Berkaitan dengan peran perempuan sebagai seorang ibu, ibu merupakan pondasi pendidikan anak dalam keluarga sehingga bisa dikatakan bahwa ibu merupakan guru pertama bagi anak-anaknya. Hal ini dikarenakan terjadinya proses pendidikan awal oleh orang tua khususnya ibu sebagai penuntun, pengajar, hingga sebagai contoh dan teladan bagi anak-anak.
Dalam rangka pengembangan kognitif, para ibu biasanya mulai memberikan penjelasan ketika muncul rasa penasaran dari anak. Pada tahapan usia tertentu, seorang anak mulai memiliki rasa penasaran dan mengekspresikannya dengan memegang, merasakan, maupun bertanya kepada orang tua. Ketika anak telah menginjak masa sekolah, bukan berarti peran perempuan sebagai ibu terkait dengan pengembangan kognitif ini berhenti. Seorang ibu diharapkan tetap dapat memberikan pendampingan pembelajaran saat di rumah.
Tidak hanya itu, ibu memiliki peran penting untuk meningkatkan perkembangan karakter dan perkembangan moral. Perkembangan karakter anak sangat dipengaruhi oleh kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua. Mulai dari kebiasaan cara berbicara, bersikap, kedisiplinan, dan sebagainya. Anak adalah peniru yang ulung, mereka akan meniru karakter kedua orang tua. Tak heran perilaku orangtua menjadi dasar karakter yang dimiliki oleh anak pada masa yang akan datang.
Selain itu, terdapat perkembangan moral seorang anak yang tidak kalah penting. Seorang Ibu juga memiliki peran dalam menjadikan rumah sebagai tempat pembelajaran moral bagi anak, dimana anak perlu diajarkan agar tidak hanya menjadi individu yang cerdas secara akademis, namun juga secara moral.
Dengan tugas dan tanggung jawab yang berat sebagai ibu, maka sudah menjadi sebuah kewajiban bagi siapapun untuk menghormati dan menghargai seorang ibu sebagai sosok perempuan yang telah sangat berjasa dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya.