Masyarakat menganggap Gen Z adalah generasi yang malas, lemah, manja, dan banyak mau sehingga dinilai tidak memiliki etos kerja tinggi. Apakah benar demikian? Untuk mengetahui kebenarannya, ANTARA berbincang dengan Konsultan Karir Ina Liem dan Psikolog Samanta Elsener. Apa kata mereka ya tentang etos kerja Gen Z ini? Yuk, simak selengkapnya! (Setyanka Harviana Putri/Pradanna Putra Tampi, Setyanka Harviana Putri/Satrio Giri Marwanto/Rijalul Vikry)
Tonton VideoTingginya tingkat pengangguran di kalangan Gen Z di Indonesia disebabkan oleh kombinasi antara bonus demografi dan pasar kerja yang jenuh.
Baca SelengkapnyaBeberapa tahun terakhir, banyak bermunculan para konten kreator dengan berbagai bidang. Siapa sangka, dengan pembuatan konten secara rutin tersebut membuahkan hasil yang tidak terduga. Para konten kreator tersebut bak orang sukses, setelah menjalani beberapa tahun, mereka sukses meraup cuan lewat endorsement maupun afiliator.
Di era digital ini, istilah "konten kreator" dan "influencer" sering terdengar. Meski memiliki kemiripan, terdapat perbedaan antara kedua profesi ini.
Baca SelengkapnyaDi era digital ini, influencer maupun konten kreator telah menjadi kekuatan besar dalam mempengaruhi keputusan pembelian dan menyebarkan informasi. Dari nano hingga mega, influencer hadir dalam berbagai tingkatan dengan kekuatan dan pengaruhnya masing-masing.
- Rachmad Algani (Digital Strategist Lead DOKI Digital Agency)
Konten Kreator menjadi salah satu mata pencaharian terbaru di era modern saat ini. Tren profesi ini turut menarik perhatian banyak kalangan dari berbagai bidang. Raihan Ariq Muslim atau yang lebih dikenal dengan @songtriwil, konten kreator di bidang travel yang memiliki 33.000 pengikut ini, berbagi pengalaman dan punya tips bagi sobat ANTARA yang suka jalan-jalan dan hobi ngonten biar bisa jadi cuan! (Farah Khadija/Pradanna Putra Tampi/Denno Ramdha Asmara/Farah Khadija)
Tonton VideoDi tengah perkembangan teknologi ini rasanya setiap orang telah aktif membuat konten yang dibagikan di media sosial, tak sedikit dari konten tersebut mereka menghasilkan pendapatan atau cuan. Kali ini ANTARA, berkesempatan untuk berbincang dengan konten kreator gen Z di balik akun @tgrplacetogo yaitu Christopher Frederric yang membagikan strateginya lewat Antara Interatif. (Azhfar Muhammad Robbani/Farika Nur Khotimah/Denno Ramdha Asmara/Nanien Yuniar)
Tonton VideoFathia Fairuza adalah seorang konten kreator yang fokus membagikan sejumlah informasi terkait pendidikan. Memiliki banyak pengikut di dunia maya, membuat banyak orang penasaran tentang keseharian seorang Fathia. Salah satu yang menarik untuk disimak adalah barang-barang esensial yang tidak lepas menemani hari-harinya. Apa saja yang tidak lupa ia bawa dalam rutinitas konten kreator lulusan Columbia University ini? Simak wawancara lengkapnya. (Irfansyah Naufal Nasution/Farika Nur Khotimah/Rayyan/I Gusti Agung Ayu N)
Tonton VideoPara konten kreator kecantikan dan make up artist semakin menonjol di Indonesia. Mereka tak hanya cakap merias diri namun juga mampu menghadirkan inovasi dan edukasi lewat platform digital. Salah satunya ialah Alma Tando, perempuan lulusan jurusan tata rias tersebut telah berhasil menggabungkan keahliannya sebagai make up artist dan beauty content creator sejak tahun 2016. (Farika Nur Khotimah/ Irfansyah Naufal Nasution/Rayyan/Ludmila Yusufin Diah Nastiti)
Tonton VideoSaat ini menjadi konten kreator bukan lagi sekadar tren yang mengikuti hype (promosi sensasional). Lebih dari itu, profesi ini bisa menjadi investasi jangka panjang yang menjanjikan bagi mereka yang tekun, kreatif, dan inovatif.
Baca SelengkapnyaSeperti kata pepatah, “Di balik setiap kesuksesan, ada banyak perjuangan,”. Hal ini juga berlaku bagi para konten kreator maupun influencer dalam menghadapi lika-liku dunia konten kreator.
Baca SelengkapnyaPENGARAH
Irfan Junaidi, Gusti Nur Cahya Aryani, Teguh Priyanto, Suryanto
PRODUSER EKSEKUTIF
Sapto HP
PRODUSER
Ida Nurcahyani
CO PRODUSER
Farika Nur Khotimah
PENULIS
Farika Nur Khotimah
EDITOR TEKS
Ida Nurcahyani
FOTOGRAFER
Asprilla Dwi Adha, Fakhri Hermansyah, Adeng Bustomi, Maulana Surya, Didik Suhartono, Aprillio Akbar, Muhammad Iqbal, Bayu Pratama S, Henry Purba, Muhammad Bagus Khoirunas
FOTO
ANTARA FOTO
INFOGRAFIK
Farika Nur Khotimah
DATA DAN RISET
Pusat Data dan Riset Antara
WEB DEVELOPER
Y. Rinaldi
Tingginya tingkat pengangguran di kalangan Gen Z di Indonesia disebabkan oleh kombinasi antara bonus demografi dan pasar kerja yang jenuh.
Setidaknya, itulah yang dikatakan oleh Dosen Hukum Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada Nabiyla Risfa Izzati, S.H., LL.M.(Adv) kepada ANTARA, Rabu (19/6), tentang penyebab tingginya pengangguran di Indonesia saat ini pada usia muda.
Bonus demografi, lanjut Nabiyla, dengan peningkatan populasi usia muda yang signifikan, menghasilkan ledakan kebutuhan akan lapangan kerja. Namun, pasar kerja yang sudah jenuh tidak mampu menampung angkatan kerja baru ini, terutama Gen Z, sehingga memicu tingginya angka pengangguran di kalangan mereka.
Nabiyla juga menyampaikan bahwa besarnya angka pengangguran di kalangan Gen Z telah memberikan dampak signifikan pada generasi muda ini, terutama dalam memperketat persaingan untuk mendapatkan peluang kerja. Persaingan ketat ini telah menanamkan rasa urgensi dan kecemasan di antara Gen Z, mendorong mereka untuk mengejar kualifikasi berlebihan selama pendidikan mereka.
Ketakutan akan kurang kualifikasi dalam menghadapi pasar kerja yang jenuh mendorong banyak individu Gen Z untuk terlibat dalam magang dan pengalaman kerja lainnya di samping studi mereka. Menurut Nabiyla, upaya tanpa henti untuk mendapatkan kualifikasi dan pengalaman kerja awal ini, meskipun bermaksud baik, tapi dapat menimbulkan beberapa risiko. Salah satunya kesehatan mental.
“Mereka khawatir bahwa jika kuliah saja itu tidak cukup untuk bisa membuatnya bersaing di dunia kerja sehingga ada tekanan untuk mulai kerja atau magang secepat mungkin sebelum waktunya. Secara risiko tentu saja ini menjadi beban kesehatan mental maupun kesehatan jasmani yang juga besar,” ucap Nabiyla.
Nabiyla mengatakan bahwa di satu sisi, bonus demografi Indonesia menghadirkan peluang besar dengan populasi usia muda yang melimpah. Di sisi lain, hal ini juga memicu kebutuhan akan lapangan kerja yang berkualitas dan berlimpah agar bonus demografi ini tidak menjadi beban bagi bangsa.
Selain menciptakan lapangan kerja, peran pemerintah adalah menyediakan pelatihan kerja agar kemampuan yang dimiliki oleh para pencari kerja sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja yang ada.
“Mereka juga berkontribusi untuk menciptakan pelatihan-pelatihan kerja agar skill yang dimiliki oleh para pencari kerja ini memenuhi kebutuhan lapangan pekerjaan,” tutur Nabiyla.
Bagi Nabiyla, pengangguran yang dialami Gen Z adalah isu struktural yang membutuhkan solusi komprehensif dan berkelanjutan. Sebagai pembuat kebijakan, negara memegang peran krusial dalam merumuskan dan melaksanakan strategi yang efektif untuk mengatasi permasalahan ini.
Nabiyla juga mengungkapkan salah satu tantangan terbesar dalam mengatasi pengangguran Gen Z di Indonesia adalah mandeknya industrialisasi. Hal ini menyebabkan stagnasi penciptaan lapangan kerja yang berkualitas, sehingga jumlah angkatan kerja muda yang terus meningkat tidak terserap secara optimal.
“Salah satunya itu mandeknya industrialisasi ya sehingga lapangan kerja kita cukup stagnan dari tahun ke tahun,” tambah Nabiyla.
Di era digital yang berkembang pesat ini, Nabiyla berpesan, dunia kerja terus mengalami transformasi dan menuntut skillset baru dari para pekerja. Generasi Z, sebagai generasi muda yang lahir dan tumbuh di era ini, memiliki peluang besar untuk memanfaatkan peluang yang tersedia dengan membekali diri dengan skillset yang relevan.
“Mungkin generasi Z bisa menyiapkannya ke arah digitalisasi, Intinya tren-tren skill (kemampuan) saat ini harus benar-benar diperhatikan oleh para generasi Z agar mereka juga bisa mengikuti kebutuhan lapangan kerja,” kata Nabiyla.
Di era digital ini, istilah "konten kreator" dan "influencer" sering terdengar. Meski memiliki kemiripan, terdapat perbedaan antara kedua profesi ini.
Digital Strategist Lead DOKI Digital Agency Rachmad Algani menjelaskan perbedaan utama antara konten kreator dan influencer terletak pada fokus dan tujuan mereka. Konten kreator fokus pada pembuatan konten yang menarik, sedangkan influencer fokus pada memberikan pengaruh dan mendorong pengikut mereka untuk mengambil tindakan.
“Konten kreator itu orang yang memang mau membuat konten dan tidak perlu banyak pengikut, tapi orang yang mau diarahin untuk bikin konten. Kalau influencer itu orang yang punya karakteristik atau nilai jual yang memang mereka itu bisa menginfluence baik itu followers atau orang-orang yang ngeliat konten dia,” kata Algani kepada ANTARA, Rabu (19/6).
Kedua peran ini penting di era digital, lanjut Algani, banyak kreator yang berkembang menjadi influencer seiring dengan pertumbuhan popularitas mereka.
Terdapat juga jenis-jenis influencers berdasarkan jumlah pengikutnya. Di antaranya adalah influencer nano, mikro, makro, dan mega. Jenis-jenis tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing bagi sebuah merek produk yang ingin menggunakannya.
“Misalkan ada merek kopi ingin memperkenalkan produk matcha mereka kepada khalayak yang lebih luas. Hal ini membutuhkan strategi yang tepat untuk menjangkau konsumen yang tepat dan meningkatkan brand awareness. Nah biasanya mereka menggunakan mega influencers,” ucap Algani.
Selain itu, Algani juga menyampaikan penggunaan mega influencers memiliki kekurangan, yakni keterlibatan dengan pengikut cenderung rendah dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Sebaliknya, jika menggunakan nano ataupun mikro influencer, maka keterlibatan terhadap pengikut cukup besar dan biaya yang relatif murah.
“Karena nano dan mikro influencers ini kan kita rasa memang lebih dekat dari audience-nya. Ibaratnya kalo kita tuh ngomong langsung ke temen-temen kita. Maka dari itu biasanya kalau kita ingin bentuk peningkatan kepercayaan atau loyalitas, kita menggunakan si nano ini gitu,” ungkap Algani.
Menurut Algani, konten kreator dan influencer memiliki peran berbeda dalam menjangkau target audiens. Konten kreator membangun koneksi dengan audiens melalui persona sedangkan influencer memanfaatkan pengaruh mereka untuk mendorong tindakan.
Konten kreator membangun persona yang relevan dengan target audiens mereka. Persona ini mencerminkan karakteristik, nilai, dan gaya hidup yang menarik bagi audiens.
Penggunaan konten kreator yang memiliki sedikit pengikut tapi personanya cocok dengan sebuah merek, maka biasanya dilengkapi dengan iklan agar jangkauannya lebih luas.
“Biasanya kita bantu dengan paid media ads (iklan media berbayar) ini untuk ngejangkau demografi tersebut. Nah itu keuntungannya tuh biasanya di anggarannya jauh lebih murah, daripada penggunaan influencer. Kadang kalau penggunaan influencer udah pasti kita ngebayar jumlah pengikutnya gitu,” tambah Algani.
Bagi sebuah merek produk yang bingung ingin menggunakan influencers atau konten kreator, lanjut Algani menyarankan, jika membutuhkan naskah cerita yang kreatif dan cepat, dan memiliki anggaran yang tinggi, influencer mungkin adalah pilihan yang tepat. Namun, jika membutuhkan kontrol lebih besar atas konten, dan biaya yang lebih rendah, konten kreator mungkin adalah pilihan yang lebih baik.
Saat ini menjadi konten kreator bukan lagi sekadar tren yang mengikuti hype (promosi sensasional). Lebih dari itu, profesi ini bisa menjadi investasi jangka panjang yang menjanjikan bagi mereka yang tekun, kreatif, dan inovatif.
Kemudahan akses internet dan berbagai platform digital membuka ruang bagi siapa saja untuk berkarya dan menjangkau masyarakat secara luas.
Hal ini juga disampaikan oleh pekerja kreatif di salah satu agensi di Jakarta, Rachmad Algani, yang bekerja sebagai Digital Strategist Lead di DOKI Digital Agency.
Ia mengatakan bahwa dunia konten kreator akan berkembang dan bisa menjadi sebuah pekerjaan karena menghasilkan uang yang tidak sedikit. Selain itu jenis dan personanya pun bisa jauh lebih bervariasi. Bahkan banyak merek-merek produk yang ingin menggunakan konten kreator atau yang biasa disebut dengan key opinion leader (KOL) dalam dunia agensi untuk meningkatkan penjualan.
“Kalau kita mau mencapai objektif tertentu, misal objektif penjualan, atau objektif ikut partisipan atau pengikut. Itu lebih bagus banget kalau menggunakan KOL. Jadi peluangnya jauh lebih besar. Memang sudah saatnya brand tuh main sama kreator,” kata Algani kepada ANTARA, Rabu (19/6).
Ditambah lagi, saat ini banyak merek produk yang menyasar generasi Z, yang artinya ini adalah peluang yang menarik untuk dicoba bagi anak-anak muda.
“Sekarang itu malah brand itu memang pengen menyasar di pasar Gen Z. Jadi menariknya adalah semua objektif brand saat ini mengarah hampir ya, hampir kebanyakan brand yang kita pegang itu pengen tap in (mengetuk) ke market (pasar) Gen Z gitu” ungkap Algani.
Generasi Z ini juga memiliki pasar yang menurut Algani, terbilang unik dan menarik.
“Gen Z ini kan memang pasarnya itu bisa dibilang enak banget ya. Mereka suka banget hal-hal yang baru dan keren gitu ya,” kata Algani menambahkan.
Di samping itu, terdapat beberapa karakteristik yang berbeda antara konten kreator generasi Z dan milenial. Salah satunya adalah sikap kehati-hatian. Sedangkan untu generasi Z, mereka lebih kreatif dan eksploratif.
“Kalau Gen Z, mereka tuh sangat kreatif dan eksploratif gitu loh tentang konten-konten. Misalnya konten makan dilawakin gitu, dengan rating-rating (Tingkat) lucu gitu ya. Sedangkan mungkin orang milennial atau generasi yang keatasnya, itu mungkin lebih hati-hati untuk lebih tau lah gitu, cara komunikasi,” tutur Algani.
Untuk menjadi konten kreator sendiri, lanjut Algani, baiknya tentukan terlebih dahulu niche (target pasar) sehingga persona akan terbentuk.
Terkadang, Algani menyayangkan orang-orang yang sudah memiliki banyak pengikut dan sudah memiliki persona, tapi tidak konsisten ataupun diteruskan sebagai konten kreator. Jadi, bagi Algani, konsistensi untuk selalu mengunggah konten benar-benar dibutuhkan untuk menjadi seorang konten kreator.
“Sedihnya kita tuh sering menemuin kreator-kreator atau influencer-influencer muda itu berhenti di tengah jalan gitu jadi out of nowhere (entah dari mana) dia hilang aja gitu. Kadang tuh kita melihat tuh sayang banget ya ini followers-nya sudah banyak gitu kontennya sudah FYP (For your page (viral)) terus, tapi dia mundur gitu di dunia influencer, sayang aja kalua tidak konsisten,” lanjut Algani.
Selama bekerja di bidang media sosial, Algani juga menuturkan bahwa biasanya biaya sebuah merek produk yang ingin menggunakan jasa KOL berkisar sekitar Rp15 juta hingga Rp30 juta. Ia juga pernah menandatangani kerja sama dengan influencer paling besar berada di harga Rp300 juta.
Bentuk kerja sama sebuah merek dengan konten kreator bisa bermacam-macam. Di antaranya review endorsement (dukungan ulasan), mengisi acara, iklan, dan masih banyak lagi.
Konten kreator kecantikan Alma Tando mengatakan bahwa penghasilan terbesarnya selama menjadi konten kreator adalah dari review endorsement.
“Biasanya aku dari endorse sih selama ini, iya,” kata Alma kepada ANTARA, Jumat (21/6).
Baginya penghasilan dari endorsement sudah lumayan besar dan sudah bisa mencukupi kehidupannya.
Nah, bagi Anda yang berniat untuk menjadi konten kreator, ada baiknya juga untuk belajar mengelola keuangan, mengingat penghasilan konten kreator itu tidak pasti atau fluktuatif.
Perencana keuangan sekaligus konten kreator Jonathan End membagikan saran untuk para pekerja lepas termasuk konten kreator untuk mencapai stabilitas keuangan mereka.
“Langkah awal yang tepat untuk memulai karir freelance (pekerja lepas) adalah dengan menghitung biaya hidup bulanan. Hal ini penting untuk menentukan target pemasukan minimum yang harus Anda capai setiap bulan,” kata Jonathan kepada ANTARA, Senin (10/6).
Jonathan juga menekankan pentingnya tidak bergantung pada satu sumber penghasilan saja. Pekerja kreatif ini harus mencari peluang baru dan lebih agresif dalam mencari klien atau proyek baru.
“Yang pertama, perbanyak sumber pemasukan dan lebih agresif dalam mencari client atau proyek baru,” tutur Jonathan.
Selanjutnya, walaupun penghasilan konten kreator atau influencer bisa tinggi, Jonathan mengingatkan agar tidak tergiur dengan pengeluaran yang bersifat gaya hidup.
"Fokuslah pada pengeluaran primer dan sekunder yang penting untuk hidup, tahan diri untuk tidak membeli barang-barang mewah yang tidak perlu,” saran Jonathan.
Selain itu, kunci untuk mendapatkan bayaran yang lebih tinggi adalah meningkatkan kualitas pekerjaan. Jonathan menyarankan influencer untuk terus belajar dan mengembangkan kemampuan mereka.
"Berikan klien Anda nilai yang lebih tinggi, dengan begitu anda bisa menjual pekerjaan anda dengan lebih mahal,” tambah Jonathan.
Hal ini juga selaras dengan Alma Tando, ia menginvestasikan uang penghasilan dari pekerjaannya sebagai konten kreator untuk dibelikan peralatan dalam mendukung kualitas kontennya agar menjadi lebih bagus.
“Nah biasanya aku beli equipment (peralatan) untuk menunjang konten aku sih biar lebih enak dilihat,” tutur Alma.
Menjadi konten kreator atau influencer bukan hanya tentang popularitas, tetapi juga tentang kemampuan mengelola keuangan dan mencapai tujuan finansial. Dengan mengikuti tips-tips di atas, para influencer dapat meraih stabilitas keuangan dan mencapai tujuan finansial mereka agar menjadi investasi yang menjanjikan.
Seperti kata pepatah, “Di balik setiap kesuksesan, ada banyak perjuangan,”. Hal ini juga berlaku bagi para konten kreator maupun influencer dalam menghadapi lika-liku dunia konten kreator.
Raihan Ariq Muslim, seorang konten kreator wisatawan mengatakan bahwa tantangan yang ia hadapi biasanya adalah menjaga kesehatan kakinya.
“Nah kebetulan kaki saya ada keturunan yang harus dijaga lebih ekstra, jadi saya harus betul-betul memilih olahraga yang tepat semisal mau persiapan travelling, karena ini aset saya,” kata Raihan kepada ANTARA, Rabu (26/6).
Sebagai konten kreator wisatawan khususnya naik gunung, ia harus betul-betul mempersiapan kesehatan rohani dan jasmani sebelum bepergian.
Selain itu, Raihan mengalami kendala saat mengunjungi Uzbekistan. Ia dilarang merekam suasana negara tersebut, meskipun dia berniat untuk menampilkan hal-hal positif.
“Iya kemarin saya ke Uzbekistan itu pas lagi saya merekam, saya dilarang, padahal saya mau merekam hal-hal baiknya, tapi mereka berpikir saya akan menjelek-jelekan negaranya, padahal tidak,” kata Raihan.
Hal ini cukup menghambat Raihan yang merupakan konten kreator video di Instagram karena minimnya gambar dan video ketika berkunjung ke negara Uzbekistan.
Raihan memang menargetkan negara-negara yang tidak biasa untuk dikunjungi sebagai destinasi wisatanya seperti negara-negara otoriter seperti Uzbekistan dan Korea Utara.
Saat ini ia berencana ke Korea Utara, yang mana persyaratannya cukup rumit dan waktunya pun tidak bisa sebebas ke negara-negara lain. Sistem buka tutup wisatawan ke Korea Utara membuat Raihan harus lebih bersabar untuk pergi ke sana.
“Iya saya sudah mengurus persyaratan dari Januari, artinya sudah enam bulan yang lalu tapi masih belum dapat,” kata Raihan.
Berbeda dengan konten kreator kecantikan Alma Tando yang mengalami tantangan dari dalam dirinya.
Menjadi konten kreator kecantikan membuatnya harus terus tampil cantik dan murah senyum di depan kamera, yang mana ketika suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja, ia harus tetap memberikan yang terbaik bagi pengikutnya.
“Tantangan sebenarnya datang dari gue, karena gue orangnya cukup introvert dan kalau overwhelmed (kewalahan), gue butuh istirahat yang lama, karena gimana pun caranya mood (suasanan hati) lo tuh harus bagus di depan kamera,” kata Alma.
Bagi Alma, kuncinya adalah terus belajar, beradaptasi, dan tidak pernah berhenti berkarya.
"Gak ada salahnya kok ngikutin tren juga. Kadang-kadang gue juga masih ngikutin tren. Tapi, yang terpenting adalah konsistensi,” ujar Alma.
Alma mencontohkan fenomena banyak orang yang ingin menjadi konten kreator, namun mudah menyerah karena tidak mendapatkan banyak perhatian.
"Banyak yang nge-post kali dua kali, terus gak ada yang nonton, gak ada yang ngeliat, langsung kayak ah gue gak cocok, ah gak ada yang nonton, ah capek gitu," imbuhnya.
Alma menyarankan para calon konten kreator untuk mencoba berbagai konsep dan menemukan audiens mereka.
"Kalau dihitung-hitung dari 2016, konten gue udah gak tau deh berapa kali ganti konsep. Gak apa-apa, lo tuh coba-coba dulu. Gimana caranya jadi konten kreator? Lo coba-coba dulu, lo cobain semua konsep,” kata Alma menyarankan.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan oleh pengamat media sosial Enda Nasution kepada ANTARA, Jumat (21/6), bahwa landscape media sosial terus berkembang pesat, menghadirkan tantangan bagi para konten kreator untuk tetap relevan dan menarik perhatian audiens.
Meskipun teknologi dan platform baru menghadirkan banyak peluang bagi konten kreator, ada juga tantangan yang harus dihadapi.
"Karena begitu mudah, maka kemudian apa yang kita buat harus punya daya dobrak. Maksudnya daya inovasi yang kemudian orang mau mengkonsumsi konten kita gitu,” ujar Enda.
Dengan banyaknya konten kreator di luar sana, persaingan menjadi semakin ketat. Para konten kreator harus berusaha lebih keras untuk menghasilkan konten yang unik, menarik, dan bermanfaat agar dapat menonjol dari yang lain.
Selain itu menurut Enda, agar konten tetap relevan dengan audiens adalah mengikuti tren terbaru dan terus berinovasi.
"Ya, mengikuti aja apa yang paling baru ya saya rasa gitu. Nggak boleh males, kan harus selalu keep up (mengikuti) dengan apa yang sedang terbaru di sini, apa yang sedang nge-trend gitu," kata Enda.
Enda juga mengingatkan para konten kreator untuk menjaga semangat dan pantang puas.
"Ya pasti jangan pernah puas gitu ya, terus berinovasi dan ngikutin apa yang sedang selalu ikut dengan update (memperbarui) teknologi terbaru sih saya rasa itu ya," imbuhnya.
Enda juga menyampaikan bahwa masa depan konten kreator masih sangat cerah.
"Ada banyak topik-topik lain yang kalau selama itu punya value, ada value buat audiensnya dan audiensnya mau membayar untuk value yang dia berikan, kenapa tidak gitu. Itu jadi sebuah konten sendiri," ujar Enda.
Meskipun AI (kecerdasan buatan) semakin canggih dan mampu menghasilkan konten, kecerdasan manusia tetap tak tergantikan.
"Jadi kita harus jeli-jelilah melihat opportunity-nya (kesempatan), 5 sampai 10 tahun ke depan, akan ada banyak lagi inovasi lain dari sisi konten baik itu topik maupun cara penyampaiannya," kata Enda.
Justru AI membuka peluang besar bagi para konten kreator.
"AI bisa membantu kita untuk memikirkan hal-hal yang sifatnya lebih inovatif dari sisi kontennya sendiri gitu. Sesuatu yang nggak bisa dilakukan oleh AI-nya," imbuhnya.
Menjadi konten kreator juga tidak lepas dari komentar netizen (istilah lain dari warga internet), entah itu komentar positif atau negatif.
Beberapa konten kreator mengakui jarang memberi perhatian pada komentar negatif karena akan menghabiskan energi.
Direktur Jendral Informasi dan Komunikasi Publik di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kasong memberikan penjelasan mengenai perlindungan masyarakat di dunia media sosial lewat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Kementerian Kominfo gencar melakukan sosialisasi UU ITE untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang aturan hukum di era digital,” kata Usman kepada ANTARA, Rabu (12/6).
Di samping itu, Usman juga mengatakan bahwa Kementerian Kominfo melakukan patroli siber untuk memantau dan menindak konten-konten yang melanggar hukum dan norma yang berlaku.
Kementerian Kominfo juga mendukung keberlanjutan konten kreator Indonesia dengan mengadakan pertemuan rutin dan pelatihan bagi para konten kreator.
“Sudah ada tawaran untuk mengumpulkan teman-teman konten kreator itu di Makassar, kemudian dukungan lainnya kami biasanya juga meminta bantuan mereka ya untuk membuat konten-konten terkait dengan program-program pemerintah untuk disebarkan kepada publik melalui platform media sosial,” ujar Usman.
Kementerian Kominfo mendorong para konten kreator untuk menghasilkan konten yang kreatif, edukatif, dan positif. Dan tidak takut dalam menghadapi tantangan di dunia media sosial.