Denpasar (ANTARA News) - Kepala Biro Kesejahteraan dan Pemberdayaan Perempuan (BKPP) Pemprop Bali, Luh Putu Haryani, SE.MM menilai kegigihan wanita Bali dalam menjalani hidup tampak dalam cara mereka yang tanpa "pandang bulu" melakukan apapun jenis pekerjaan yang produktif.Wanita Bali, selain bekerja keras membantu suami menambah pendapatan keluarga, juga aktif dan berperan dalam menyukseskan kegiatan ritual Hindu yang padat sepanjang tahun, dua peran bertolak belakang, yang satu menunjukkan ketegaran dan keteguhan fisik sementara yang lain menunjukkan kehalusan budi dan jiwa seni."Kartini-kartini" Bali sanggup memberikan pemahaman yang baik tentang kodrat sebagai wanita, yakni menjadi ibu yang penuh kasih sayang, dan ikut menjaga keluarganya agar tetap eksis di tengah kesulitan ekonomi yang dirasakan dalam beberapa tahun belakangan. Wanita Bali memang dikenal gigih dan sanggup kerja apa saja yang produktif dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Setiap saat mereka juga sibuk menyiapkan sarana ritual "piodalan" dan rangkaian beberapa hari suci. Wanita Bali menyingsingkan lengan baju bekerja keras. Bisa jadi seorang perempuan Bali pada siang hari menjadi pedagang, menekuni usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga, namun pada malam harinya tampil sebagai seniman pentas di atas panggung. Mereka tampil profesional, menari dengan lincah dan menyanyi di atas pentas diiringi gamelan serta disambut tepuk tangan riuh penonton yang sebagian besar wisatawan mancanegara maupun nusantara. Di balik "bola mata" penari yang disorot sinar lampu itu, wanita Bali juga sanggup melakoni pekerjaan kasar yakni bergelut dalam urusan pangan, menjadi buruh bangunan, bekerja di bawah terik matahari, tanpa mengesampingkan peranannya sebagai ibu rumah tangga dan mengurus keluarga. Wanita Bali menurut Haryani, kelahiran Desa Luwus, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan 9 April 1961 itu hampir tidak pernah diam. Mereka berperan secara aktif dalam berbagai aspek pembangunan serta berusaha meningkatkan kemampuan, keterampilan dan produktivitas kerja, tanpa mengabaikan keluarga. Dengan keluguan wanita Bali mengarungi kehidupan, membuatnya sanggup beradaptasi dengan perempuan modern seperti yang diungkapkan W. Gerard Holker, seorang wisatawan yang sudah puluhan kali berkunjung ke Bali. Holker mengaku, sangat terpesona oleh perempuan Pulau Dewata. Turis yang juga seorang seniman lukis itu, menggambarkan sosok wanita Bali mengenakan pakaian adat serat bunga emas yang gemerlapan sambil membawa sesajen dalam bokor. Demikian pula perintis seni lukis Pita Maha di Ubud, Rudolf Bonnet dalam menuangkan karya seninya di atas kanvas, sering kali mendapat inspirasi dari sosok perempuan Bali yang polos dengan rambut panjang dikepang dan bunga kamboja terselip dipangkal ekor kepang rambutnya. Mario Antonio Belanco, pelukis kelahiran Spanyol yang puluhan tahun menetap di perkampungan seniman Ubud, tidak luput menggambarkan perempuan Bali dari segi estetisnya, keluguan, kepolosan dan kodratnya. "Wanita Bali tidak hanya dikenal sebagai ibu rumah tangga, namun memanfaatkan waktunya seefektif mungkin untuk meningkatkan pendapatan keluarga, bukan semata-mata mengandalkan suami," kata Luh Putu Haryani.Berbagai Ritual Umat Hindu di pulau Dewata memiliki banyak kegiatan ritual dan upacara adat dalam kehidupannya sehari-hari. Kegiatan ritual dan adat memiliki kekhasan, dan keunikan . Dalam setahun umat Hindu merayakan dua kali hari raya Galungan, dua kali hari Kuningan, dua kali hari raya Saraswati (hari turunnya ilmu pengetahuan), dua kali hari Pagerwesi, rangkaian hari Saraswasti, sekali hari Nyepi, belum termasuk upacara piodalan di pura desa adat masing-masing yang jatuh setiap 210 hari sekali. Setiap desa adat memiliki tiga sampai empat pura, satu sama lain punya "piodalan" tersendiri, belum termasuk kegiatan ritual di tempat suci milik masing-masing keluarga yang semuanya itu memerlukan sesaji sesuai jenis kegiatan yang dilaksanakan. "Saya merasa terharu menyaksikan ketulusan, keiklasan dan ketekunan wanita Bali dalam memaknai hari suci yang jatuhnya secara beruntun," ujar Ketua Tim Penggerak PKK Propinsi Bali, Ny Dewa Beratha mengomentari aktivitas dan peranan wanita Bali. Tidak mengherankan ibu rumah tangga yang merangkap bekerja di kantor instansi pemerintah atau swasta pada siang hari, juga sempat membuat "banten" pada malam hari seperti yang dituturkan Ni Wayan Ondriani, seorang guru bidang studi Agama Hindu. Ibu dari seorang putri itu mengaku, sering mengerjakan keperluan upacara keagamaan untuk dipersembahkan pada piodalan atau hari suci lainnya dilakoninya secara iklas dan senang hati, meskipun kadang kala harus kerja sampai larut malam. Hampir seluruh "Kartini-Kartini Bali" mengerahkan segala upaya dan kemampuannya dalam membuat "banten" dan sarana upakara lainnya, sehingga rangkaian hari suci dan pelaksanaan piodalan dapat terlaksana dengan baik, lancar dan sukses. "Kesibukan aktivitas ritual itu bisa menjadi bukti, wanita Bali masih tetap eksis di tengah sulitnya kehidupan ekonomi. Bisa jadi semakin mengukuhkan sosok wanita Bali sebagai figur yang tahan banting," ucap Ny Dewa Beratha. Istri Gubernur Bali itu, mengungkapkan perasaannya yang penuh haru melihat kaumnya di tengah kesibukan menyiapkan segala keperluan upacara suci keagamaan, selain tugas dan tanggung jawab yang diemban sehari-hari. Wanita Bali tidak bekerja sendirian untuk itu, mereka dibantu oleh suami dan anggota keluarga masing-masing, meskipun yang lebih menonjol adalah peranan dan aktivitas kaum ibu. "Tanpa kerja sama dan saling membantu dalam keluarga itu, mustahil dapat menyiapkan dan menyukseskan rangkaian pelaksanaan hari suci itu," ujar Nyonya Mas Beratha yang senantiasa terjun membina anggota PKK pedesaan. wanita Bali memang sejak kecil terlatih membuat "banten" dan orang tua selalu melibatkan anak perempuan dalam membuat sesaji upacara ritual. "Metode mendidik anak belajar sambil bekerja sangat efektif dan menunjukan hasil gemilang, sehingga wanita Bali tidak pernah berkeluh kesah dalam menunaikan tugas serta kewajibannya," tutur Ny Mas Beratha.(*)
Oleh Oleh I Ketut Sutika
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008