Singapura(ANTARA News) - Harga minyak dunia tetap pada posisi tinggi di perdagangan Asia, menyusul adanya pemberitaan tentang aksi sabotase atas pipa saluran minyak di Nigeria dan masih melemahnya dolar AS. Para analis mengatakan bahwa laporan sabotase saluran pipa minyak di Nigeria telah mendorong harga ke tingkat tinggi. Selain itu para pelaku pasar mengatakan tingginya harga minyak juga terkait sikap negara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang tidak bersedia menaikkan produksi minyak mereka. Dalam perdagangan pagi, kontrak berjangka minyak utama New York jenis light sweet untuk pengiriman Mei naik delapan sen ke posisi 117,56 dolar AS per barel. Kontrak melesat ke rekor tinggi baru dalam perdagangan harian mencapai 117,76 dolar AS sebelum ditutup pada angka 117,48 dolar AS per barel pada Senin di New York Mercantile Exchange (Nymex). Minyak mentah Laut Utara Brent untuk pengiriman Juni naik ke posisi 114,86 dolar per barel dari 114,43 dolar. Perusahaan minyak Inggris-Belanda Shell mengatakan, Senin, pihaknya kemungkinan tidak bisa menerima kontrak untuk April dan Mei setelah kelompok militan Nigeria menyerang dua jaringan pipa utama produsen minyak terkemuka Afrika itu. Kelompok militan di kawasan penghasil minyak Nigeria selatan telah mensabotase dua saluran pipa minyak yang kemungkinan milik perusahaan raksasa minyak Shell dan Chevron. Meskipun harga telah mencapai rekor tinggi baru, Presiden OPEC Chakib Khelil mengatakan pada akhir pekan lalu bahwa belum perlu untuk menaikkan produksi. Harga minyak tidak mungkin turun lagi di bawah 90 dolar, kata Menteri Energi Venezuela Rafael Ramirez kemarin (21/4). Sementara Menteri Perminyakan Iran Hussain Al-Shahristani menyatakan bahwa kenaikan dalam produksi minyak oleh OPEC tidak akan membawa harga di pasar menjadi turun. Sedangkan menurut analis Nimit Khamar, pasar didorong oleh kekhawatiran geopolitik di Nigeria dan komentar dari OPEC yang tidak akan menaikkan produksi minyak mentahnya. Dalam beberapa bulan terakhir harga minyak juga telah didorong oleh melemahnya dolar AS. Penurunan nilai mata uang AS itu membuat barang-barang yang dihargai dalam dolar AS menjadi lebih murah untuk para pembeli asing dan telah mendorong permintaan minyak naik, menurut para pedagang, seperti dilaporkan AFP. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008