Jakarta (ANTARA) - Pemadaman listrik massal yang berlangsung lama di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah, diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan PT PLN untuk memprioritaskan penggunaan listrik dari sumber energi baru dan terbarukan (EBT).
"Blackout yang terjadi kemarin kan menjadi satu pukulan tersendiri. Diharapkan dengan ini paling tidak EBT ini tidak lagi menjadi anak tiri dari pemerintah tetapi ke depan bisa menjadi skala prioritas lah karena tren dunia kan beralih ke EBT," kata Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Pemadaman listrik tersebut disebabkan adanya gangguan pada sistem transmisi 500 kV Ungaran - Pemalang. Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah melakukan pemeriksaan terhadap menara SUTET di Gunung Pati, Semarang, sebagai Tempat Kejadian Perkara (TKP) terkait peristiwa tersebut.
Mamit mengakui bahwa ia tidak yakin target penggunaan EBT sebesar 23 persen akan tercapai pada 2025. Namun ia berharap dengan adanya kejadian pemadaman tersebut akan mendorong pengembangan EBT dari para pengambil keputusan.
Dalam pandangan Mamit, dibutuhkan itikad baik dari pemerintah untuk dapat mengembangkan EBT, seperti dengan merampungkan pembahasan Undang-Undang EBT.
Ia menyadari bahwa kendala investasi EBT saat ini masih sangat besar, sedangkan untuk pembelian dari PLN cenderung kecil. Sehingga dari sisi keekonomian untuk mencapai titik impas keekonomian cukup lama. Hal itu menyebabkan banyak investor masih enggan berinvestasi di sektor EBT.
Mamit menyarankan pemerintah memberikan insentif kepada para investor EBT, misalnya dengan cara penurunan secara bertahap.
Dalam skema ini, seandainya harga yang diminta investor adalah satu dolar per kwh, sedangkan PLN membeli di harga 0,5 per kwh, maka selisih harga itu dapat ditalangi oleh pemerintah.
Selain itu, ia pun mendesak pemerintah untuk menggalakkan riset di berbagai institusi agar EBT dapat diakses dengan harga murah. Sebab dengan berlimpahnya sumber daya alam (SDA) di Indonesia, akan sangat disayangkan jika hal tersebut tidak dapat dimaksimalkan untuk kepentingan rakyat.
"SDA kita cukup besar untuk EBT. Besar sekali, geothermal kita nomor dua di dunia, tapi memang belum dimanfaatkan secara maksimal. Belum lagi kita punya energi matahari, angin, air, banyak lah," tuturnya.
Baca juga: Dahlan Iskan: Di mana "Kopassus P2B" PLN saat listrik padam
Baca juga: PLN harus beri kompensasi pemadaman listrik sebesar Rp839 miliar
Baca juga: FAKTA ajukan somasi gugat tiga layanan publik akibat pemadaman listrik
Pewarta: A Rauf Andar Adipati
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019