Jambi (ANTARA) - Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Jambi Mayriwan Ekaputra menyebutkan sinergitas dengan kejaksaan cukup efektif dan berhasil menekan jumlah tunggakan iuran jaminan sosial itu di perusahaan-perusahaan.
Meyriwan mengatakan sepanjang tahun 2018 BPJS Ketenagakerjaan Cabang Jambi telah mengeluarkan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada kejaksaan sebanyak 144 SKK, namun 2019 hingga Juli hanya 40 SKK.
"Angka tersebut menurutnya menurun drastis seiring kerja sama yang baik antara BPJS Ketenagakerjaan dan kejaksaan dalam hal penagihan piutang perusahaan," katanya..
Ia menjelaskan, kerja sama dengan kejaksaan se-Provinsi Jambi selama ini fokus pada persoalan tunggakan atau piutang perusahaan yang macet.
"Jadi jika ada perusahaan atau pemberi kerja menunggak iuran atau mengabaikan hak-hak normatif para pekerjanya maka kita limpahkan ke kejaksaan dengan mengeluarkan Surat Kuasa Khusus (SKK)," kata Mayriwan.
Hal tersebut menurutnya adalah langkah terakhir, sebab sebelumnya jika ada perusahaan menunggak iuran atau mengabaikan hak-hak normatif pekerjanya, BPJS-TK terlebih dahulu melakukan pendekatan persuasif. Kemudian mengeluarkan surat peringatan ke-satu hingga ke-tiga kepada perusahaan. Jika upaya tersebut tidak menemui hasil maka barulah dilimpahkan ke kejaksaan.
"Memang butuh proses panjang, jika tidak juga dilakukan nanti ujung-ujung bisa sampai ke peradilan. Tapi selama ini di Jambi tidak pernah terjadi, sebab jika sudah ditangani kejaksaan, perusahaan yang menunggak atau mengabaikan hak-hak pekerjanya, mereka langsung memenuhi kewajiban mereka," kata Mayriwan menjelaskan.
Wakil Kepala Kejati Jambi, Risal Nurul Fitri mengatakan, kerja sama kejaksaan dan BPJS Ketenagakerjaan terlihat efektif. Dimana jika dilihat dari SKK yang dikeluarkan BPJS-TK di tahun 2018 dan 2019 jauh menurun.
"Pelanggaran menurun artinya kesadaran perusahaan terhadap hak pekerjanya sudah baik. Itu bisa dilihat dari SKK yang dilimpahkan BPJS Ketenagakerjaan," ujarnya.
Setelah upaya internal
Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejati Jambi, Agustinus Wijono menambahkan bentuk kerja sama kejaksaan dengan BPJS Ketenagakerjaan selama ini, yakni jika ada perusahaan tidak melaporkan atau tidak/belum mendaftarkan pekerja/karyawannya, maka BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan SKK ke kejaksaan.
"Upaya ini ditempuh setelah ada upaya internal dari BPJS Ketenagakerjaan kepada perusahaan dengan pendekatan di lapangan, melalui pemanggilan, peringatan dan sebagainya. Jika perusahaan/badan usaha tidak juga melaksanakan kewajiban nya maka dibuatkan SKK diteruskan ke kita," kata Agustinus.
Kemudian lanjutnya, pihak kejaksaan akan memanggil pihak perusahaan/badan usaha untuk mengklarifikasi pelimpahan kuasa dari BPJS Ketenagakerjaan tersebut.
"Jadi kita tanyakan kebenarannya seperti menunggak atau belum mendaftarkan pekerjanya. Kita juga beri waktu perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban nya seperti menyelesaikan tunggakan iuran, tapi tentu dengan kesepakatan BPJS Ketenagakerjaan berapa limit waktunya," katanya menjelaskan.
Sementara itu, Asisten Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Bidang Kepesertaan Wilayah Sumbagsel, Masri mengatakan kerja sama BPJS Ketenagakerjaan dengan kejaksaan sudah dilakukan sejak tiga tahun lalu mulai dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten.
"Inti dari kerja sama itu adalah untuk meningkatkan kepatuhan pemberi kerja atau perusahaan dalam menjalankan program BPJS Ketenagakerjaan," kata Masri.
Pulihkan keuangan negara
Salah satu persoalan dalam menjalankan program jaminan sosial ini kata Masri adalah piutang perusahaan. Sebab itu BPJS Ketenagakerjaan perlu menggandeng kejaksaan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
"Yang banyak kita serahkan ke kejaksaan adalah piutang, karena di situ berpotensi memulihkan keuangan negara," katanya.
Masri mengatakan kegiatan tersebut terus dilakukan secara berkala dan dilakukan evaluasi dalam rangka melihat efektifitas pelaksanaan kerja sama tersebut.
Ia juga mengungkapkan, kesadaran perusahaan terhadap pekerja memang masih kurang. Harusnya kesadaran perusahaan tidak melalui surat peringatan ataupun pemanggilan oleh pihak kejaksaan, tetapi dengan kesadaran perusahaan/badan usaha tetap memenuhi tanggungjawabnya kepada orang-orang yang mereka pekerjakan.
"Memang mau tidak mau kami harus menggandeng aparat hukum dalam hal ini kejaksaan sebagai pengacara negara. Jadi kerja sama ini fokus pada pembayaran tunggakan iuran jaminan sosial dari perusahaan untuk para pekerjanya," ujarnya.
Lanjutan kerja sama
BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan kerja samanya dengan Kejaksaan, khususnya dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, setelah selama dua tahun terakhir 300.000 pekerja terpulihkan hak normatifnya.
Kesepakatan bersama itu ditandatangani oleh Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Loeke Larasati A di Jakarta.
Sejak 2017 hingga April 2019 sebanyak 14.000 badan usaha dan atau pemberi kerja "ditegur" karena menunggak iuran, mendaftarkan sebagian program dan atau sebagian tenaga kerja, serta belum mendaftarkan pada program BPJS.
Hasilnya, sekitar 300.000 pekerja terpulihkan haknya, karena menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan atau upah yang dilaporkan menjadi yang sebenarnya. Dampaknya, terjadi pemasukan iuran Rp478 miliar ke BPJS Ketenagakerjaan.
Pendaftaran sebagian upah yang fenomenal terungkap ketika sebuah perusahaan penerbangan swasta nasional mengalami kecelakaan, sejumlah penumpang tewas, termasuk pilot dan awak kabin. Upah pilot berkebangsaan asing yang tewas itu dilaporkan hanya Rp3 juta.
Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Loeke Larasati A mengatakan sebagai pengacara negara melakukan pendampingan/pertimbangan hukum yang mengutamakan pencegahan (preventif) guna mengurangi penyimpangan, dan meningkatkan kepatuhan perusahaan pada regulasi.
Kesepakatan bersama ini juga ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi sebagai pelaksana di provinsi dan 11 Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan yang ada di seluruh Indonesia.*
Baca juga: Mahasiswa Universitas Batanghari diikutkan BPJS Ketenagakerjaan
Baca juga: BPJS-TK: Tewasnya lima karyawan bank dikategorikan kecelakaan kerja
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan tidak mungkin bantu tutup defisit BPJS Kesehatan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019