Jakarta (ANTARA) - Akhir-akhir ini sejumlah kota di dunia dilanda suhu panas ekstrem yang membuat penduduknya kegerahan, bahkan menyebabkan masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kematian.
Menemukan cara cepat dan efektif untuk mengatasi kenaikan suhu itu di rumah maupun ruangan telah menjadi prioritas utama. Pendingin ruangan (AC) memang pilihan yang bagus untuk menurunkan suhu, tetapi tidak semua individu mampu membelinya.
Kipas angin bisa menjadi alternatif pengganti AC karena harganya yang lebih murah.
Tapi Organisasi Kesehatan Dunia dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat memperingatkan bahwa ketika suhu mencapai 90 derajat Fahrenheit (32 derajat Celsius), kipas angin tidak membantu melindungi orang-orang dari penyakit yang berhubungan dengan panas.
Sementara, Badan Perlindungan Lingkungan AS merekomendasikan agar orang-orang tidak menggunakan kipas saat suhu indeks panas --kombinasi suhu dan kelembaban-- naik di atas 99 derajat F (37 derajat Celsius).
Ollie Jay, professor ilmu kesehatan di University of Sydney dan direktur laboratorium ergonomi termal, dan timnya berupaya menguji validitas rekomendasi kesehatan itu.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine, Jay dan rekan-rekannya mendokumentasikan sebuah penelitian yang melibatkan 12 pria sehat yang secara sukarela duduk selama dua jam, masing-masing dalam satu dari dua kondisi yang berbeda yakni panas kering, dengan indeks panas 115 derajat F (46 derajat C), dan panas lembab, dengan indeks panas 133 derajat F (56 derajat C).
Para peneliti mengambil empat langkah berbeda untuk mengukur potensi tekanan panas yang dialami para relawan yaitu suhu rektum, tekanan pada jantung --menggunakan denyut jantung dan tekanan darah--, dehidrasi, dan laporan kenyamanan termal pada skala standar.
Para peneliti menemukan bahwa di bawah kondisi yang panas dan lembab, kipas angin menurunkan suhu tubuh dan mengurangi ketegangan yang terkait dengan panas pada jantung, serta meningkatkan kenyamanan termal mereka.
Namun, di bawah kondisi panas dan kering, kipas angin justru meningkatkan suhu tubuh, tekanan pada jantung, dan ketidaknyamanan termal. Dengan kata lain, kipas bekerja lebih baik pada suhu indeks panas yang lebih tinggi, demikian seperti dilansir Time, Selasa (6/8).
Baca juga: Efek penggunaan kipas angin saat tidur
Penjelasan fisiologisnya, ketika suhu udara melonjak di atas suhu kulit, maka pertukaran udara antara tubuh dan udara beralih. Alih-alih menghilang dari tubuh, panas dari udara yang lebih panas mulai mengalir ke dalam tubuh.
"Begitulah cara kerja oven konveksi," kata Jay. "Kalkun matang lebih cepat jika kipas dinyalakan karena Anda menambahkan panas dengan konveksi lebih cepat."
Jadi menyalakan kipas angin hanya akan mempercepat perpindahan udara panas ke dalam tubuh, membuat Anda merasa lebih hangat, dan berpotensi meningkatkan suhu tubuh ke tingkat yang tidak sehat.
"Kipas pada suhu berapa pun hingga 104 derajat F (40 derajat C), di mana ada semacam kelembaban, itu bermanfaat," kata Jay. "Tapi karena suhu semakin tinggi, jika kering maka kipas semakin tidak berguna dan berpotensi merugikan."
Baca juga: Gerah? Makanan pedas buat Anda lebih adem ketimbang es krim
Kabar baiknya bagi mereka yang berada di AS, sebagian besar negara itu mengalami panas yang lembab, dan jika ada kelembapan yang cukup, kipas angin dapat membantu mendinginkan seseorang.
Jay mencatat bahwa banyak orang mungkin tidak memanfaatkan metode pendinginan ini karena kelompok kesehatan masyarakat menyarankan orang-orang untuk tidak menggunakan kipas di atas suhu indeks panas 99 derajat F.
Ia pun sekarang bekerja dengan lembaga kesehatan masyarakat untuk merevisi saran mereka tentang kapan orang harus bergantung pada kipas angin.
Timnya perlu mengumpulkan lebih banyak data tentang kelompok orang yang berbeda, termasuk anak-anak dan orang tua, tetapi dia mengatakan "cukup yakin bahwa untuk kelompok muda yang sehat, ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa kipas angin memang membantu."
Baca juga: Manfaat es batu, tingkatkan kualitas tidur juga atasi PMS
Baca juga: Manfaat tidur menggunakan kaos kaki basah
Penerjemah: Heppy Ratna Sari
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019