Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Raja Muda Bataona menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan dalam PHPU legislatif merupakan sebuah kemajuan dalam konsolidasi demokrasi.
"Secara politis, ini sebuah kemajuan dalam konsolidasi demokrasi. Konstitusional dan proseduralisme demokrasi melalui lembaga-lembaga seperti MK masih dipercaya," kata Mikhael Bataona kepada ANTARA di Kupang, Rabu.
Mikhael Bataona mengemukakan pandangan itu berkaitan dengan putusan MK yang menolak seluruh permohonan partai politik yang menggugat hasil pemilu anggota legislatif di NTT.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Perselisian Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota DPR RI dan DPRD Provinsi NTT 2019 yang diajukan enam partai politik.
Baca juga: Sidang Pileg, KPU tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu NTT
Baca juga: Hasil Pileg 2019 lima daerah di NTT masuk PHPU di MK
Baca juga: Sidang gugatan hasil Pileg NTT digelar 10 Juli
Penolakan tersebut dibacakan dalam rapat permusyawaratan hakim, Jumat (19/7), selanjutnya diucapkan dalam sidang pleno MK oleh sembilan hakim konstitusi.
Menurut dia, penolakan permohonan PHPU itu juga sekaligus memberi konsekuensi bahwa putusan itu harus diterima oleh para politisi.
Kondisi ini, menurut dia, karena para politisi sendirilah yang menetapkan prosedur-prosedur demokrasi itu lewat undang-undang, salah satunya adalah sengketa pemilu harus lewat MK.
"Soal apakah putusan itu benar atau tidak? Saya kira kebenaran adalah urusan filsafat epistemologi, tidak cukup waktu untuk memperdebatkan itu. Apalagi, putusan ini lebih sebagai produk hukum dan politik," kata pengajar Ilmu Komunikasi Politik pada FISIP Universitas Katolik Widya Mandiri (Unwira) Kupang itu. ***2***
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019