“Itu kekurangan beliau karena ketika mengambil keputusan tidak berkonsultasi dengan orang yang menguasai bidang tersebut, jadi kebijakannya begitu, maju mundur, main cabut dan wacanakan lagi,” kata William ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa (6/8) malam.
William menambahkan bahwa untuk wacana ganjil-genap yang melibatkan sepeda motor baru-baru ini, Anies semestinya berdiskusi dengan ahli transportasi. Misalnya dari perguruan tinggi.
Baca juga: Pemprov belum jelaskan ganjil-genap untuk sepeda motor
Baca juga: Wakil Ketua DPRD DKI tolak aturan ganjil genap sepeda motor
Baca juga: Dishub DKI sebut rencana ganjil genap motor belum final
Sebelumnya, pada akhir 2017, Anies mencabut Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Pelarangan Sepeda Motor Melintasi Jalan Thamrin-Jalan Sudirman yang disahkan oleh Mahkamah Agung (MA) pada 8 Januari 2018.
Kebijakan yang awalnya diterapkan oleh Gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (BTP), pada tahun 2014 itu dicabut dengan alasan penghapusan diskriminasi pengguna jalan.
Kemudian baru-baru ini, tepatnya pada Jumat (2/8), Anies mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara yang salah satu poinnya adalah perluasan ganjil-genap.
Beredar wacana bahwa perluasan ganjil genap tersebut, selain berlaku untuk kendaraan roda empat, juga akan melibatkan kendaraan roda dua. Namun pemerintah provinsi menyatakan masih mengkaji kemungkinan itu.
Atas hal ini, William menilai bahwa Anies ingin berbeda dengan gubernur pendahulu perihal kebijakan-kebijakan yang diambil, sekalipun kebijakan sebelumnya tersebut belum tentu salah atau patut dicabut.
“Pak Anies ini mengambil kebijakan harus beda dengan pendahulunya, kalau saya lihat yang penting beda dengan Pak BTP,” ujar William.
Pewarta: Suwanti
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019