Yangon (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri Myanmar, Selasa, mengecam laporan PBB yang mendesak pemimpin dunia agar memutuskan hubungan dengan perusahaan terkait militer dan memberlakukan embargo senjata atas krisis Rohingya.
Pihaknya berpendapat aksi tersebut dapat membahayakan negara.
Panel ahli PBB mendesak para pemimpin dunia pada Senin agar memberlakukan sanksi finansial terhadap perusahaan yang memiliki hubungan dengan militer. Menurut panel ahli itu, perusahaan asing yang melakukan bisnis dengan militer dapat terlibat dalam kejahatan internasional.
Baca juga: Puluhan perusahaan asing berisiko terlibat pelanggaran HAM di Myanmar
Lebih dari 730.000 Rohingya, anggota minoritas Muslim yang disiksa, melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine ke negara tetangga Bangladesh di tengah tindakan keras pimpinan militer pada Agustus 2017, yang menurut PBB dan negara-negara Barat termasuk pembunuhan massal dan pemerkosaan.
Penyelidik mengidentifikasi sedikitnya 59 perusahaan asing memiliki hubungan bisnis dengan militer Myanmar dan 14 perusahaan telah menjual senjata dan peralatan terkait kepada pasukan keamanan sejak 2016, termasuk entitas milik negara di Israel, India, Korea Utara dan China.
Baca juga: Menlu Retno dan Utusan PBB bahas keamanan repatriasi Rohingya
Transaksi bisnis asing apa pun yang melibatkan militer beserta konglomeratnya "berisiko tinggi dalam berkontribusi terhadap atau terkait dengan, pelanggaran hukum HAM internasional dan hukum kemanusiaan internasional," demikian bunyi laporan tersebut.
Baca juga: Negara pemasok senjata ke Myanmar langgar kesepakatan internasional
Sumber: Reuters
Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019