Luwuk (ANTARA News) - Setelah beberapa hari dikuasai masyarakat setempat, sekira seratu personel Brigade Mobile Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Brimob Polda Sulteng) pada Sabtu petang merebut "base camp" PT Satyaguna Sulajaya (SS), perusahaan yang mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu/IUPHHK dari Menteri Kehutanan.Informasi yang diperoleh ANTARA News dari Pagimana (sekitar 550km timur Palu), Sabtu, menyebutkan bahwa tidak ada perlawanan yang dilakukan massa rakyat dari sejumlah desa di bagian utara Kabupaten Banggai itu, ketika pasukan Brimob membebaskan jalan masuk menuju "base camp" perusahaan tersebut."Mereka hanya menyaksikan pembersihan pagar dan portal penghalang yang dipasang penduduk sebelumnya," kata Ridwan, warga Pagimana, ketika dihubungi per telepon dari Luwuk. Ia mengatakan, banyak warga setempat berkumpul di beberapa titik ketika personil Brimob memasuki wilayah mereka, namun warga sipil ini hanya bisa berorasi di bibir jalan untuk menolak operasional PT SS. Tidak ada laporan insiden kekerasan dalam operasi yang dilakukan personel Brimob Polda Sulteng tersebut. Sejak awal pekan ini, ratusan warga dari beberapa desa di Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, memblokade jalan masuk yang memanfaatkan lahan kebun mereka menuju base camp PT SS yang terletak beberapa kilometer dari jalan provinsi Pagimana-Luwuk. Akibatnya, aktivitas perusahaan yang mengantongi izin IUPHHK (dulu disebut Hak Pengusahaan Hutan/HPH) yang memungkinkan melakukan penebangan kayu seluas 27.000 hektar di Kecamatan Pagimana dan Bualemo selama 45 tahun sejak tahun 2004 itu menjadi lumpuh. Menurut Ketua Forum Peduli Lingkungan Pagimana, Sukri Tapo, aksi pemblokiran jalan yang dilakukan masyarakat dari sejumlah desa itu dikarenakan mereka mengkhawatirkan terjadinya banjir dan tanah longsor akibat pembatatan hutan secara besar-besaran di bagian atas pemukiman mereka oleh PT SS, selain masalah ancaman penyusutan debit air bersih yang mereka butuhkan di kala musim kemarau. Kuatnya penentangan warga dari banyak desa setempat juga telah membuat PT SS yang sudah membayar dana reboisasi sebesar Rp1,8 miliar kepada pemerintah, hingga kini belum dapat merealisasikan kegiatan usahanya di lapangan secara optimal. Pihak Departemen Kehutanan/Dephut menyatakan, segera melakukan pengkajian ulang atas izin usaha yang sudah diberikan kepada PT SS tersebut, guna merespon aspirasi sebagian masyarakat di Kecamatan Pagimana yang menolak adanya eksploitasi hutan di wilayah mereka karena pertimbangan kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan. Sikap Dephut tersebut disampaikan Direktur Bina Produksi Hutan, Listia Kusumawardani, ketika menggelar pertemuan di Jakarta yang dihadiri perwakilan masyarakat Pagimana, anggota DPRD dan Pemkab Banggai pada akhir Maret 2008. Dalam rilis melalui surat elektronik (email) ke kantor Berita ANTARA Biro Sulawesi Tengah, Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng, Wilianita Selviana, mempertanyakan mobilisasi personel Brimob besar-besaran ke Pagimana untuk mengamankan operasional PT SS, karena dinilainya sudah mencemaskan masyarakat luas."Masyarakat sangat menyayangkan, karena sejak awal mereka sudah menyatakan menolak masuknya HPH di kawasan hutan mereka. Fakta bencana ekologis yang terjadi selama ini di Indonesia, menjadi pelajaran penting bagi mereka," kata dia.Selviana menambahkan, apalagi beberapa daerah di Kabupaten Banggai sendiri pada tahun 2007 sempat dilanda banjir, sehingga semakin meningkatkan kecemasan penduduk di Kecamatan Pagimanas jika kawasan hutan di daerah mereka ditebangi perusahaan untuk kepentingan komersial. (*)
Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008