New York (ANTARA News) - Indonesia tahun ini kemungkinan akan menjadi tuan rumah pertemuan para pemimpin dunia untuk membahas krisis pangan jika PBB tidak dapat menyelenggarakan pertemuan itu pada kesempatan Sidang Majelis Umum PBB bulan September mendatang. Menurut Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda di New York, Jumat, Indonesia siap menjadi tuan rumah pertemuan tersebut walaupun jika pertemuan harus dilaksanakan sebelum September 2008. "Yang lebih harus dipersiapkan mungkin mengenai konsep. Kalau masalah penyelenggaraan, tidak ada keraguan sedikitpun kita bisa melakukannya. Dulu misalnya waktu baru terjadi tsunami, dalam waktu hitungan enam hari, kita mampu menyelenggarakan pertemuan tingkat tinggi," kata Hassan ketika berbicara dengan ANTARA News-New York soal hasil pertemuannya dengan Sekjen PBB Ban Ki-moon di New York, Rabu (16/4). Menlu mengatakan dirinya bersama Ban dalam pertemuan tersebut membahas gagasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar PBB dapat menyelenggarakan pertemuan tingkat kepala negara/pemerintahan soal krisis pangan dan energi dunia bersamaan dengan penyelenggaraan Sidang Majelis Umum pada September nanti. Setiap tahun, Sidang Majelis Umum dihadiri oleh para kepala negara/pemerintahan negara-negara anggota PBB --yang saat ini berjumlah 192 negara. "Presiden (Yudhoyono, red) melihat adanya urgensi bagi PBB untuk menangani kenaikan harga yang luar biasa harga pangan dan energi, yang bisa menjadi potensi krisis di mana-mana, terutama negara berkembang. Kita lihat juga demonstrasi soal kenaikan harga sudah terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia," kata Hassan. Ban Ki-moon, seperti dikutip Menlu, akan mempersiapkan tanggapan terhadap gagasan Yudhoyono tersebut dan mengakui adanya keperluan mendesak bagi PBB membahas krisis pangan dan minyak. "Sekjen masih akan merapatkan dengan institusi-institusi terkait di bawah PBB, seperti Ecosoc, FAO, dan juga akan berkoordinasi dengan Bank Dunia," kata Hassan. Indonesia sendiri berharap bahwa pertemuan tingkat tinggi tersebut berlangsung sejalan dengan pelaksanaan Sidang Majelis Umum --yang rangkaiannya pada September tahun ini juga akan diisi dengan pertemuan tingkat tinggi soal Millenium Development Goals (MDGs). "Tapi kalaupun tidak bisa `back to back` dengan Sidang Majelis Umum karena mungkin sudah ada soal MDGs, jika pertemuan soal krisis pangan dan energi harus dilakukan secara tersendiri, Indonesia bisa menawarkan menjadi tuan rumah. Saya akan laporkan kepada Presiden (Yudhoyono, red) tentang kemungkinan ini," kata Menlu. Selama di New York, Menlu berkesempatan bertemu dengan berbagai pihak guna mencari dukungan dari berbagai negara tentang pelaksanaan pertemuan tingkat tinggi soal krisis pangan dan energi. Ia antara lain menghadiri acara makan siang para duta besar negara asing untuk PBB-New York, termasuk Dubes Amerika Serikat, Perancis, Rusia, India, Italia, dan Denmark. "Umumnya mereka mendukung gagasan soal pertemuan tingkat tinggi, karena mereka melihat ini masalah yang sudah sangat mendesak. Beberapa pihak juga bahkan menganggap pertemuan tersebut perlu dilakukan secepatnya dan tidak usah harus menunggu hingga bulan September," kata Hassan. Upaya untuk menggalang dunia menangani krisis pangan dan energi saat ini sedang menjadi salah satu fokus pemerintah Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Senin lalu juga telah bertemu dengan Sekjen PBB Ban Ki-moon di Markas Besar PBB, New York, untuk menyerahkan surat Presiden Yudhoyono yang berisi keprihatinan Indonesia terhadap krisi pangan dan energi yang semakin parah dewasa ini serta perlunya lembaga seperti PBB menggalang pertemuan tingkat tinggi. Surat serupa juga disampaikan Sri Mulyani kepada Presiden Bank Dunia Robert Zoellick di Washington, D.C. Presiden Yudhoyono, yang akan diundang ke pertemuan negara-negara maju G-8 di Jepang, Juli mendatang, disebut-sebut akan mengangkat isu krisis pangan dan energi dalam pembahasan dengan para pemimpin negara yang hadir di KTT G-8. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008