Serang (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan masih ada 12 provinsi yang belum menyelesaikan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) termasuk di antaranya Provinsi Banten.
"Yang sudah memiliki perda itu 22 provinsi, ada 12 provinsi belum selesai termasuk Banten," kata Kasubid Zonasi Daerah KKP Krishna Samudra, usai membuka Focus Group Discussion (FGD) kesepakatan finalisasi Raperda RZWP3K Provinsi Banten, di Aula Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, di Serang, Selasa.
Ia mengatakan, di antara provinsi yang sudah menyelesaikan perda tersebut yaitu Sulawesi Utara dengan Perda No. 1 Tahun 2017, Sulawesi Barat Perda No. 6 Tahun 2017, NTB Perda No. 12 Tahun 2017 , NTT Perda No. 4 Tahun 2017, Sulawesi Tengah Perda No. 10 Tahun 2017, Jawa Timur Perda No. 1 Tahun 2018, Lampung Perda No. 1 Tahun 2018, Sumatera Barat Perda No. 2 Tahun 2018.
Selanjutnya, Provinsi Maluku Perda No. 1 Tahun 2018, Maluku Utara Perda No. 2 Tahun 2018, Kalimantan Utara Perda No. 4 Tahun 2018, DIY Perda No. 9 Tahun 2018, Kalimantan Selatan Perda No. 13 Tahun 2018, Gorontalo Perda No. 4 Tahun 2018, Jawa Tengah Perda No. 13 Tahun 2018, Kalimantan Barat Perda No. 1 Tahun 2019, Kalimantan Tengah Perda No. 1 Tahun 2019, Jawa Barat Perda No. 5 Tahun 2019, Sumatera Utara Perda No. 4 Tahun 2019, Sulawesi Tenggara Perda No. 9 Tahun 2018, Sulawesi Selatan Perda No. 2 Tahun 2019, dan Provinsi Bengkulu Perda No. 5 Tahun 2019.
Pihaknya berharap kepada 12 provinsi yang belum memiliki Perda RZWP3K tersebut, seperti Aceh, Bali, DKI termasuk Banten untuk segera menyelesaikannya, karena itu merupakan amanat Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yakni UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 bahwa daerah wajib menyusun Perda RZWP3K ini.
Kemudian pada pasal 16 dan 17, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dinyatakan izin lokasi sebagai dasar izin pengelolaan hanya bisa diberikan berdasarkan perda ini, sehingga investasi di 12 mill laut tidak bisa masuk kalau belum ada Perda RZWP3K.
"Dengan adanya Perda RWP3K ini memberikan pertama adalah yaitu kepastian hukum bagi investor, kedua penataan ruang laut sehingga tidak lagi terjadi orang bisa masuk ke sana sini tidak lagi ada open access, tapi semua ditata sehingga tercipta pemanfaatan ruang laut yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan," kata Krishna.
Baca juga: Nelayan unjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta tolak Perda Zonasi
Karena itu, kata dia lagi, penting daerah memiliki perda tersebut dan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan dan para penggiat termasuk LSM untuk membaca isi perda tersebut karena itu mengatur dengan sangat melindungi masyarakat termasuk para nelayan dan yang lainnya.
"Sebab sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bahwa di bawah 2 mil diprioritaskan untuk kehidupan ruang masyarakat kecil nelayan tradisional dan modern, masyarakat hukum adat dan juga konservasi, sehingga kita melindungi masyarakat kita, kalau tidak maka kapal-kapal besar masuk ke bawah 2 mil bagaimana kita akan bersaing nanti kasihan mereka," katanya lagi.
Menurutnya lagi, termasuk perusahaan tambang tidak boleh di bawah 2 mil dan digeser terus ke atas sampai ke lebih dari 6 mil untuk melindungi masyarakat.
Baca juga: Perda Zonasi Pesisir digenjot, nasib nelayan terancam
Dalam FGD tersebut dilakukan pula penandatanganan berita acara finalisasi draf Raperda RZWP3K oleh organisasi perangkat daerah terkait di Provinsi Banten, seperti DKP, DLHK. Dishub, Bappeda, Dinas Pariwisata, DPUPR, DPRKP serta sejumlah OPD lainnya termasuk Sekda Banten Al Muktabar mewakili pimpinan daerah Provinsi Banten.
Draf raperda tersebut selanjutnya akan disampaikan ke KKP untuk dilakukan sinkronisasi dan pembahasan di DPR RI, sebelum nantinya dikembalikan lagi untuk pembahasan lebih teknis antara Pemprov Banten dengan DPRD Banten sebelum disahkan menjadi perda.
Pewarta: Mulyana
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019