Pembuatan buku tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi yang berjumlah 904 jenis, di mana 554 jenis di antaranya merupakan burung.
Batam (ANTARA) - Setidaknya 40 ahli dan peneliti terlibat dalam penyusunan tiga seri buku panduan untuk mempermudah aparat hingga masyarakat mengidentifikasi satwa liar dilindungi untuk Taksa Aves, Herpetofauna dan Mamalia.
Kasubdit Sumber Daya Genetik Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KSDAE KLHK) Mohamad Haryono di sela-sela rangkaian peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2019 di Batam, Selasa (6/8), mengatakan ada 40 ahli maupun peneliti dari berbagai instansi terlibat dalam penyusunan tiga seri buku tersebut.
Pembuatan buku tersebut, menurut dia, sebenarnya mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi yang berjumlah 904 jenis, di mana 554 jenis di antaranya merupakan burung.
Setelah didiskusikan dan dipertimbangkan secara teknis maka dibuat skala prioritas, muncul tiga Taksa yang diputuskan untuk terlebih dulu dimasukkan dalam buku identifikasi satwa dilindungi untuk Taksa Aves, Herpetofauna dan Mamalia.
Burung berkicau sebanyak 147 spesies dari total 554 jenis burung, menurut dia, dipilih karena memang banyak diperdagangkan secara ilegal. Begitu pula pilihan Herpetofauna dan Mamalia yang memang banyak terancam punah.
Buku disusun secara praktis agar aparat yang menjadi pintu masuk dan keluar Indonesia bisa dengan mudah mengenali satwa-satwa dilindungi tersebut, mengingat orang-orang yang hendak naik pesawat tidak bisa terlalu lama dihentikan oleh petugas di bandara, ujar Haryono.
Baca juga: KLHK luncurkan tiga buku panduan identifikasi satwa liar dilindungi
“Dia harus cepat ambil keputusan jika itu memang satwa dilindungi yang tidak memiliki dokumen tentunya. Jadi ini dibuat sepraktis mungkin, karena tidak semua orang tahu ciri khas satwa-satwa dilindungi ini,” lanjutnya.
Senior Technical Advisor USAID BIJAK (Bangun Indonesia untuk Jaga Alam demi Keberlanjutan) Chairul Saleh yang juga terlibat menyusun buku identifikasi satwa liar dilindungi itu mengatakan mengumpulkan foto satwa dengan angle yang tepat dan menunjukkan ciri khas spesies tertentu memang tidak mudah. Setidaknya butuh waktu satu tahun menyelesaikannya.
Selain berisi lembar identifikasi untuk masing-masing jenis satwa liar dilindungi, dalam buku tersebut juga dimuat materi tentang teknik identifikasi jenis satwa, dan mekanisme pelaporan tindak pidana di bidang Konservasi Keanekaragaman Hayati. Buku panduan identifikasi jenis tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan yang memenuhi kaidah ilmiah dalam melakukan identifikasi jenis satwa liar dilindungi
Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cahyo Rahmadi mengatakan buku tersebut bisa menjadi panduan bagi front line aparat di pintu-pintu keluar dan masuk Indonesia. Berisi ciri dan karakter khusus satwa dilindungi sehingga aparat dan masyarakat mudah mengidentifikasi satwa-satwa tersebut dengan cepat.
Buku ini menjadi penting karena, menurut dia, dampak perdagangan satwa dilindungi secara ilegal yang pengambilan satwanya pasti dari alam secara langsung dapat mengancam keseimbangan ekosistem.
Ledakan populasi satu spesies karena kehilangan kompetitor dalam kompetisi pakan atau predasi dan sebagainya, ia mengatakan bisa saja secara tidak langsung berdampak pada manusia. Contoh populasi belalang setan yang meledak di Wonosari mungkin memakan tanaman pangan.
Penyusunan buku panduan identifikasi jenis tersebut merupakan aksi kolaborasi KLHK, LIPI, USAID BIJAK, Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, Burung Indonesia, FFI Indonesia, Perhimpunan Herpetologi Indonesia, Indonesia Wildlife Photography, pakar dan para pihak yang kompeten dibidangnya.
Baca juga: KLHK ajak milenial berperan dalam konservasi SDA
Baca juga: Konservasi satwa lewat lomba fotografi
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019