Jakarta (ANTARA News) - Wakil Sekjen Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), Kendrariadi Suhanda, mengatakan ketergantungan Indonesia terhadap negara lain masih sangat tinggi, ini terlihat dari besarnya impor bahan baku farmasi yang mencapai lebih 90 persen. "Sekitar 70 persen di antaranya kita impor dari China," kata Kendrariadi Suhanda dalam jumpa pers Indo Medica Expo 2008 dalam rangka seabad kebangkitan nasional dan kiprah dokter Indonesia, di Jakarta, Kamis. Menurutnya, Indonesia akan semakin banyak mengimpor bahan baku farmasi dari negeri Tirai Bambu karena kualitas serta industri bahan baku di China terus meningkat dari tahun ke tahun. "Bahkan negara-negara Eropa yang maju dunia farmasinya sudah mulai menjalin aliansi dengan industri bahan baku farmasi di China, dengan tujuan efisiensi produksi," katanya. Kendrariadi menjelaskan, Indonesia belum mempunyai kekuatan yang cukup di sektor industri bahan baku farmasi, "Kondisi ini adalah PR (pekerjaan rumah-red) buat kita semua." Agar Indonesia bisa memiliki industri bahan baku farmasi yang kuat, menurut dia, Indonesia harus mengembangkan perangkat aturan yang jelas dan industri kimia dasar yang kuat. Ia memaparkan bahwa biaya untuk menemukan satu molekul sebagai bahan baku farmasi bisa mencapai 250-500 juta dolar, biaya yang sangat mahal di bidang riset dan pengembangan. "Yang harus dilakukan oleh Indonesia sekarang adalah membuat aliansi dengan produsen-produsen bahan baku farmasi di China, agar mereka membuat pabrik di Indonesia, lalu produksinya dikonsumsi oleh pasar dalam negeri Indonesia dan diekspor ke luar negeri," kata dia. Cara ini dipandang Kendrariadi sebagai langkah yang efisien, selain menjadi salah satu upaya menjaga industri farmasi Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Saat ini, pasar produk farmasi di Indonesia diperkirakan sebesar 2,5 miliar dolar Amerika. Di Filipina 1,5 miliar dolar, Thailand 1 miliar dolar, sedangkan pasar farmasi di Vietnam berkisar 600 juta dolar Amerika. "Sebagian besar kebutuhan produk farmasi Indonesia masih dipenuhi dari produksi dalam negeri, obat jadi yang diimpor kurang dari 10 persen," kata Kendrariadi.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008