Jakarta (ANTARA News) - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2008 menyediakan banyak opsi untuk membiayai defisit, sehingga kemungkinan akan "jebol" dapat diminimalisasikan. "Orang terjebak bahwa sumber pembiayaan defisit hanya obligasi ngara ritel (ORI), padahal kita punya opsi-opsi lain yang bisa untuk membiayai defisit," kata Staf Khusus Menko Perekonomian, Muhammad Ikhsan, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, APBNP 2008 juga membuka opsi adanya penyesuaian harga BBM dalam negeri, jika realisasi rata-rata harga minyak mencapai tingkat tertentu. APBNP 2008, kata Ikhsan, juga mengalokasikan dana cadangan risiko fiskal sekitar Rp9,3 triliun yang dapat mengantisipasi kenaikan harga minyak hingga tingkat tertentu. "Asumsi juga sudah dibuat konservatif sehingga ada ruang gerak bagi pemerintah. Selain itu kalau realisasi tingkat konsumsi dan produksi minyak sesuai target, juga akan memperluas ruang gerak APBNP 2008," katanya. Sumber pembiayaan defisit juga sudah diperluas, termasuk dari penerbitan obligasi syariah (sukuk), pinjaman dari sumber murah, baik pinjaman program maupun pinjaman proyek. "Jadi sumber pembiayaan tidak hanya tergantung pada penerbitan SUN," katanya. Mengenai penyusunan RUU tentang Pengendalian Krisis, Ikhsan menjelaskan sebagai pendukung, UU itu nantinya diperlukan adanya satu protokol. "Harus ada protokol, misalnya kalau berada dalam kondisi krisis keuangan siapa yang mengumumkan/menyatakan negara memasuki kondisi krisis keuangan, siapa yang boleh hadir dalam pertemuan dan lainnya," katanya. Menurut Ikhsan, dalam kondisi krisis tidak boleh sembarangan orang/pejabat menghadiri rapat-rapat yang membahas masalah tersebut. "Misalnya kasus BLBI terjadi karena bocornya informasi, sehingga orang tahu apa yang akan dilakukan pemerintah akhirnya ada yang menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Itu tidak boleh terjadi lagi," jelasnya. Ia menyebutkan, saat ini sedang disusun protokol itu dengan mempelajari praktek-praktek terbaik di negara-negara lain. Protokol itu berbeda-beda antar satu negara dengan negara lain. Mereka juga cenderung merahasiakan protokol itu sehingga tidak gampang menyusun satu protokol yang terbaik. Sebelumnya Ketua Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) Raden Pardede mengatakan pihaknya tengah menyiapkan draft RUU tentang Pengendalian Krisis. RUU itu diharapkan dapat diselesaikan pada 2008 untuk kemudian dilaporkan ke DPR. Dengan adanya UU itu, diharapkan pembuat kebijakan seperti pemerintah, presiden, menkeu, lembaga penjamin simpanan, bank sentral, dan lainnya dapat memiliki panduan jelas jika sewaktu-waktu terjadi krisis keuangan. (*)
Copyright © ANTARA 2008