Sejumlah lembaga moneter dunia menyakini bahwa kebijakan moneter maupun fiskal yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir di sejumlah negara akan berimplikasi positif pada 2020.

Palembang (ANTARA) - Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Frman Mochtar mengatakan harga komoditas karet diperkirakan bakal membaik pada 2020 karena dipacu oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi secara global.

“Pada 2020 ada harapan ekonomi bakal membaik, dan ini tentu akan berpengaruh pada harga komoditas,” kata Firman pada acara Diseminasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia untuk Regional Sumatera di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa.

Ia menjelaskan, harga komoditas itu sangat dipengaruhi jumlah permintaan. Sementara, permintaan terhadap karet diperkirakan meningkat pada tahun mendatang karena ada perbaikan pertumbuhan ekonomi global.

Mengapa bisa membaik?. Firman mengatakan, sejumlah lembaga moneter dunia menyakini bahwa kebijakan moneter maupun fiskal yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir di sejumlah negara akan berimplikasi positif pada 2020.

Optimistis itu telah dinyatakan IMF yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020 akan bergerak dari 3,2 persen menjadi 3,5 persen.

Namun, muncul pula pertanyaan lain mengingat harga emas yang notabene komoditas justru cenderung naik saat harga komoditas karet, batubara, sawit dan lainnya anjlok.

“Mengapa ini bisa terjadi ?. Saat harga komoditas turun, tak ada cara lain selain ke membeli emas. Ini karena ada penyesuaian portopolio dari masyarakat,” kata dia.

Baca juga: Produksi karet diprediksi turun hingga 15 persen

Harga karet bergerak turun sejak 2013 meski pada 2011 saat boombing komoditas menembus 5 dolar AS per kg. Pada 2017 diketahui hanya 1,65 dolar AS/kg, dan pada 2018 mencapai 1,4 dolar AS/kg.

Terlepas dari berbagai persoalan yang mengganjal dari sektor perkebunan karet sejak 2013, Firman mengatakan masih ada celah untuk tetap bangkit untuk menyelamatkan hajat hidup para petani.

Salah satunya, yakni menggenjot sektor manufaktur karena banyak produk turunan karet yang bisa dibuat, mulai dari ban, sarung tangan, aspal karet dan lainnya.

Hanya saja, proses hilirisasi ini bukan pekerjaan mudah karena sejumlah daerah penghasil karet yakni Jambi, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara terkendala pada ketersediaan infrastruktur.

Berdasarkan hasil Diseminasi Kebijakan Moneter Bank Indonesia yang dipaparkan pada kegiatan tersebut, disebutkan industri pengolahan yang layak ada di wilayah Sumatera yakni terkait industri makanan, industri karet, industri barang dari karet dan plastik, industri kertas dan barang dari kertas dan industri logam dasar.

Berdasarkan data BPS disebutkan bahwa pertumbuhan industri manufaktur di Sumatera pada triwulan I-2019 menempatkan Provinsi Bangka Belitung yang tertinggi dengan 14,71 persen, kemudian terdapat dua provinsi yang justru mengalami penurunan tertingg yakni Jambi 24,65 persen dan Aceh 18,63 persen.
Baca juga: Gapkindo: ekspor karet semester I 2019 anjlok 200 ribu ton

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019