Moderasi beragama adalah cara beragama yang moderat, tidak ekstrem
Palu (ANTARA) - Guru Besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah, Prof Dr KH Zainal Abidin MAg, di Palu, Senin, mengemukakan, mahasiswa di perguruan tinggi umum atau yang berada di bawah naungan Kemenristek-Dikti, perlu dikenalkan tentang moderasi beragama.
"Moderasi beragama adalah cara beragama yang moderat, tidak ekstrem. Cara beragama yang damai, toleran dan menghargai perbedaan. Moderasi beragama menjadi basis dalam menangkal radikalisme," ucap Prof Dr Kh Zainal Abidin MAg saat menyampaikan materi tentang penguatan nilai-nilai Agama Islam dalam mengantisipasi paham radikal, dalam Pelatihan Pementor Mentoring Pendidikan Agama Islam Tahun 2019 yang diselenggarakan oleh UPT Laboratorium Dasar Fakultas MIPA Universitas Tadulako Palu, Senin.
Rektor Pertama IAIN Palu dan Guru Besar Pemikiran Islam Modern ini mengemukakan, radikalisme dan terorisme, adalah dua hal yang saling bergandengan dimana terorisme lahir dari ideologi radikalisme.
Ia mengungkapkan, berdasarkan riset Setara Institute terdapat 10 perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia terpapar paham Islam radikal. Corak kegiatan keislaman di kampus (yang terpapar radikalisme) itu monolitik. Cenderung dikooptasi oleh golongan Islam tertentu yang tertutup atau eksklusif.
Dalam menyebarkan ajarannya, kelompok ini menyasar organisasi kemahasiswaan dengan menjadikan masjid dan musala sebagai basis kaderisasi.
Prof Zainal Abidin yang merupakan Ketua FKUB Sulteng menyebut generasi muda, khususnya di dunia kampus menjadi sasaran utama penyebaran radikalisme.
"Salah satu alasannya, ialah generasi muda masih dalam proses pencarian jati diri, merupakan target potensial untuk menerima faham-faham baru," kata dia.
Bahkan, Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat ini mengutarakan, mahasiswa eksakta lebih mudah menerima paham radikal soal menuntut perubahan sosial dan politik dengan cara ekstrem.
"Menteri Mohammad Nasir pernah menyatakan bahwa mahasiswa eksakta lebih mudah terpapar, karena cara berpikir anak eksakta itu logic dan pragmatis, sehingga dia hanya melihat black and white," sebut dia.
Karena itu, Rois Syuria Nahdlatul Ulama Sulteng ini menyebut perlu pengenalan dan pemberian pemahaman moderasi beragama, dengan menanamkan prinsip, realistis, humanis, inklusif, kerjasama, adil dan toleran.
Baca juga: Kepala BNPT ingatkan peran perguruan tinggi siapkan generasi muda
Baca juga: Pelajar-mahasiswa target utama perekrutan kelompok radikal
Baca juga: Mahasiswa diminta lakukan kontranarasi lawan radikalisme-terorisme
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019