Jombang (ANTARA) - Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren se-Indonesia (MP3I) mendorong agar pesantren di Indonesia mengembangkan sektor perekonomian, sehingga tercipta kemandirian pesantren untuk umat.

"Kami dorong ada kerja sama dalam berbagai bentuk kegiatan maupun pendidikan ekonomi. Pesantren ini lembaga pendidikan tertua di Indonesia dan ada sebuah potensi dikembangkan," kata Ketua Majelis Pembina MP3I KH Sholahuddin Wahid di Jombang, Jawa Timur, Minggu.

Ia mengatakan, di Indonesia saat ini ada sekitar 29 ribu pondok pesantren, di mana di Jawa Timur termasuk yang jumlahnya banyak dan terdata di Kementerian Agama. Seharusnya, kata dia, dengan adanya pondok pesantren, juga turut serta memberdayakan lingkungan sekitar, salah satunya kemandirian pesantren secara ekonomi.

Menurut "Gus Sholah" -- panggilan karib Sholahudiin Wahid -- di sekitar Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, yang diasuhnya sektor perekonomian juga berjalan.

"Kunjungan para peziarah yang setiap harinya hingga ribuan orang dari berbagai daerah di Indonesia juga menggerakkan roda perekonomian warga," kata .

Ia menjelaskan banyak warga yang berjualan di sekitar pesantren dengan menyediakan aneka makanan, minuman, hingga pusat oleh-oleh. Bahkan di sekitar pondok pesantren juga dibangun sejumlah kios untuk berjualan aneka menu olahan dengan bahan dasar ikan.

Kios itu dibangun bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan sudah diresmikan langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Selain roda perekonomian bergerak, kata dia, dari sisi sosial juga bergerak. Bantuan dari para peziarah juga cukup besar yang dimanfaatkan untuk sosial yang dikumpulkan lewat kotak amal di sekitar makam. Dana bantuan itu juga dikembalikan lagi ke masyarakat dalam berbagai macam program bantuan.

Gus Sholah juga mengatakan, pesantren bisa bekerjasama dengan lembaga yang mengelola zakat, infak sedekah untuk mengelola dana umat tersebut. Salah satunya dana bantuan dibangun menjadi rumah sakit di area pondok.

"Kami dirikan lembaga sosial Pesantren Tebuireng yang saat ini satu tahun sekitar Rp3 miliar, dimanfaatkan untuk sekeliling Tebuireng, sekalian membantu yatim piatu, ibu hamil yang kekurangan gizi, para balita yang kurang gizi. Kami juga bantu 'marbot' di dusun wilayah Tebuireng, juga bantu mushala. Namun untuk wakaf, kami belum lakukan sesuatu yang berarti," kata dia.

Ia mengatakan, banyak warga yang mewakafkan tanahnya untuk dikelola pesantren. Dari pesantren berencana untuk mengirimkan sejumlah santri, guna menimba ilmu tentang wakaf yang nantinya bisa diaplikasikan di Pesantren Tebuireng. Diharapkan, wakaf yang diberikan nantinya bisa dikelola dengan baik demi kesejahteraan umat.

Sebelumnya, MP3I juga pernah menggelar pertemuan (halaqah) di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, pada Juli 2018. Kegiatan tersebut merupakan atas kerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), PT Pegadaian (Persero), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mengusung tema 'Urgensi Keuangan Syariah untuk Pemberdayaan Ekonomi Umat".

Gus Sholah saat itu menyampaikan bahwa ekonomi syariah di Indonesia sudah dimulai sejak 1991, yang ditandai dengan lahirnya Bank Muamalat. Selanjutnya, ekonomi syariah di Indonesia pun terus berkembang, sehingga lahir lah Bank Perkereditan Rakyat (BPR) Syariah, Baitul Mal Wattamwil (BMT), perbankan syariah, hingga pegadaian syariah.

Menurut dia, pesanntren juga dianggap mampu mengembangkan ekonomi umat, sehingga pesantren juga terus didorong dalam kegiatan pemberdayaan ekonomi umat. Kendati masih menyentuh pada kegiatan perdagangan, diharapkan ke depan menyentuh pada sisi produsen.

Baca juga: Gus Sholah dorong pesantren budidaya ikan lele

Baca juga: BI sebut pesantren bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi

Baca juga: Gus Sholah ingin pesantren lebih maju

Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019