Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) akan mengeluarkan enam kebijakan perbankan bulan April ini guna memberikan kelonggaran penyaluran kredit bagi bank umum. Deputi Gubernur Muliaman D Hadad, dalam konfernsi pers di Jakarta, Selasa, mengatakan paket kebijakan ini penting bagi perbankan di tengah berbagai tekanan yang terjadi pada perekonomian Indonesia saat ini. "Ini penting bank diberi kelonggaran untuk memberi kredit di tengah menghadapi tekanan," katanya. Dengan adanya aturan ini, lanjutnya, perbankan nasional masih optimis melakukan peningkatan pertumbuhan kredit yang tinggi walaupun menghadapi tekanan ekonomi global. Aturan tersebut rencananya akan diterbitkan dalam bulan ini. "Dalam waktu dekat akan kita keluarkan, mungkin minggu depan sudah bisa di-upload (dikeluarkan) di website BI," katanya. Paket kebijakan yang dikeluarkan oleh BI itu terdiri dari enam aturan, di antaranya pertama, Pelonggaran Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk kredit usaha kecil (KUK) untuk mendorong pinjaman perbankan kepada usaha kecil. Aturan ini dalam upaya mendorong penyaluran kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), optimalisasi peran bank dalam pembiayaan pembangunan, insentif terhadap perbankan, peningkatan peran lembaga penjamin (asuransi kredit) dalam menjembatani permasalahan usaha kecil dalam memenuhi kelayakan aspek teknis perbankan. Pokok aturan ini meliputi (a) Bobot risiko perhitungan ATMR untuk KUK sebesar 85 persen; (b) Penurunan bobot risiko dalam perhitungan ATMR untuk bagian KUK yang dijamin lembaga penjamin berstatus BUMN yang memenuhi persyaratan tertentu dari 50 persen menjadi 20 persen; (c) Penurunan bobot risiko dalam perhitungan ATMR untuk bagian KUK yang dijamin lembaga penjamin bukan berstatus BUMN yang memenuhi persyaratan tertentu dari 85 persen menjadi 20 persen bagi lembaga penjamin berperingkat "AAA" hingga "AA-", 50 persen bagi lembaga penjamin berperingkat "A+" hingga "BBB-" dan 75 persen bagi lembaga penjamin berperingkat "BB+" hingga "B-". Aturan kedua, tentang pelonggaran ATMR untuk obligasi korporasi yang dimiliki oleh bank. Pelonggaran ini dimaksudkan sebagai upaya BI untuk mendorong pasar modal dan juga pendalaman pasar finansial. Pokok-pokok aturan ini adalah penurunan bobot risiko dalam perhitungan ATMR obligasi korporasi yang memnuhi persyaratan tertentu dari 100 persen menjadi sesuai rating obligasi korporasi, yakni rating "AAA" hingga "AA-" sebesar 20 persen dan rating "A+" hingga "A-" sebesar 50 persen. Persyaratan aturan ini, (a) berlaku bagi penanaman dalam obligasi korporasi untuk tujuan non-trading (hold to maturity), (b) penerbit obligasi adalah perusahaan domestik non bank, (c) obligasi korporasi diperingkat oleh lembaga peringkat yang diakui BI. Kemudian, (d) penanaman dalam obligasi korporasi dibatasi 60 persen maksimal (jika lebih diberi waktu selama 3 tahun) dan (d) penanaman dalam obligasi korporasi yang diterbitkan oleh sat penerbit maksimal 10 persen dari modal bank. Aturan ketiga, tentang pokok-pokok PBI (Peraturan BI) untuk bank umum, yakni untuk memperbaiki dan memperkuat struktur kelembagaan bank, antara lain terkait jaringan kantor, kerjasama operasional bank, self liquidation, penggunaan nama dan logo bank, serta larangan pemegang saham untuk turut campur dalam kegiatan operasional bank. Aturan keempat, pokok-pokok amandemen PBI BMPK terkait perusahaan yang sahamnya dimiliki publik. Aturan ini guna mendukung perkembangan pasar modal, termasuk pembiayaan perusahaan yang dimiliki publik, meningkatkan "financial deepening" dalam rangka memperkaya instrumen keuangan sebagai alat diversifikasi investasi dan peningkatan "good corporate governance" (tata kelola yang baik). Aturan kelima, pokok-pokok se-lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui BI. BI mengatur mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh BI, karena menurut Muliaman, ketika sebuah perusahaan mengeluarkan obligasi maka peringkatnya harus dikeluarkan oleh lembaga yang diakui oleh BI. "Jadi pada situasi saat ini kehadiran lembaga pemeringkat yang kredibel sangat diperlukan," katanya. Perusahaan pemeringkat yang diakui oleh BI saat ini baru ada tiga, yakni PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Fitch Indonesia dan Moody`s Indonesia. Aturan keenam, pokok-pokok kebijakan implementasi Basel II di perbankan Indonesia. Penerapan Basel II yang merupakan pilar pertama akan diterapkan Januari 2009 untuk bank-bank besar yang memiliki aset Rp1 triliun, sedangkan aset dibawah Rp1 triliun pada Juni 2009, yang mencakup pendekatan standar untuk risiko kredit, pendekatan standar dan internal model untuk risiko pasar, serta pendekatan indikator dasar untuk risiko operasional. Penerapan pilar kedua berupa "supervisory review process" (proses pengkajian pengawasan) dan pilar ketiga berupa disiplin pasar (market discipline) akan diterapkan secara bertahap.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008