Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Utama PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), Mayjen (Purn) Subarda Midjaja, melakukan upaya hukum banding setelah dirinya divonis lima tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa.
"Secara lisan dia (Subarda) mengajukan banding dan memori banding akan disampaikan satu minggu kemudian," kata Kuasa Hukum Subarda, Anindyo Darmanto, di Jakarta, Selasa.
Anindyo menjelaskan, putusan vonis majelis hakim tidak sesuai karena dalam persidangan masih mempergunakan fakta palsu, seperti tanda tangan Subarda yang dipalsukan mengenai penjaminan Sertifikat Deposito dan Deposito Berjangka.
Padahal, lanjut dia, bukti palsu (tanda tangan Subarda yang dipalsukan -red) itu telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan sudah diproses. Namun dalam persidangan masih mempergunakan fakta-fakta sebelumnya yang dianggap oleh kliennya itu adalah palsu.
Dalam persidangan yang diketuai Sarpin Risaldi, vonis lima tahun terhadap Subarda itu lebih ringan dibanding tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum selama tujuh tahun penjara.
Terkait dengan itu, Anindyo menjelaskan faktor yang meringankan karena kliennya itu sudah tua dan sikapnya dalam persidangan sangat kooperatif.
"Meskipun demikian, saya tetap kecewa, karena kliennya itu tidak melakukan apa yang dituduhkan kepadanya," kata Anindyo.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang diketuai Sarpin Risaldi, Selasa memvonis mantan Direktur Utama (Dirut) PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) Mayjen (Purn) Subarda Midjaja lima tahun penjara.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan terdakwa bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa tujuh tahun penjara.
Dalam kasus dan pengadilan yang sama, pengusaha Henry Leo juga menjadi terdakwa.
Kejaksaan Agung juga menetapkan pengusaha Tan Kian (Direktur Utama PT Permata Birama Sakti) sebagai tersangka dan kasusnya masih dalam penyidikan walaupun Tan Kian sudah mengembalikan dana PT Asabri sebesar 13 juta dolar AS.
Kasus dana Asabri ini berawal ketika Henry Leo, seorang pengusaha properti meminjam uang dari Badan Pengelola Kesejahteraan Rumah Prajurit (BPKRP) senilai Rp410 miliar pada 1996 silam, yang diduga digunakan bersama Subardja, namun pinjaman ini tanpa sepengetahuan Komisaris Asabri.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008