Jakarta (ANTARA) - Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan Dr Emrus Sihombing menyebutkan sejumlah kerugian yang dialami Prabowo jika bergabung dengan koalisi Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Bukan berarti penggabungan keduanya tidak memiliki kelemahan, utamanya di Prabowo," katanya, saat dikonfirmasi Antara, di Jakarta, Sabtu, menanggapi wacana peta koalisi yang terus berkembang.
Kerugian pertama, kata dia, sebagian konstituen yang memiliki militansi kuat dengan Prabowo dan memilihnya di Pilpres 2019 akan kecewa dengan sikap yang diambil bergabung di pemerintahan.
Kedua, menurut dia, keberhasilan yang dicapai dalam pemerintahan lima tahun ke depan bjsa dikatakan sebagai kesuksesan pemerintahan Joko Widodo meski ada juga peran Prabowo.
"Prabowo kan sebagai 'supporting', bukan variabel utama. Jadi, apapun keberhasilan lima tahun ke depan, dikatakan sebagai keberhasilan pemerintahan Jokowi," kata Direktur Eksekutif Emrus Corner itu.
Apabila mau berhitung secara strategis secara politik, kata dia, memang Prabowo dan Gerindra lebih baik tetap berada di oposisi, tetapi kalaupun Prabowo mau bergabung di pemerintahan lebih bagus.
Untuk kepentingan bangsa dan negara, lanjut dia, sangat bagus untuk menyatukan kedua energi itu dalam membangun Indonesia lima tahun ke depan.
"Saya sendiri melihat Prabowo lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara," kata Emrus.
Menurut dia, banyak kalangan yang tidak melihat potensi itu sehingga seolah-olah mengharuskan Prabowo tetap berada di seberang, yakni oposan.
"Makanya, untuk kabinet yang akan datang, saya mendorong kabinet gotong-royong. Mari maju bersama-sama, tidak perlu membicangkan perbedaan-perbedaan itu," katanya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019