Menurut Agus, Indonesia memang dikelilingi oleh lempengan yang sewaktu-waktu bergeser dengan kekuatannya masing-masing. Jika lempengan yang satu tak bisa menopang kekuatan lempengan yang lain, maka gempa bisa terjadi.
“Gempa adalah konsekuensi pergerakan lempeng, rata-rata kecepatannya lima sampai enam centimeter per tahun. Jadi wajar ada gempa di Indonesia karena ada di tumpukan lempeng yang terus bergerak. Konsekuensi tinggal di sini ya harus mampu menyesuaikan,” ucap Agus.
Menurut dia, visi penanggulangan bencana adalah menjauhkan manusia dari bencana, namun jika sulit untuk dilakukan, maka pindahkan manusianya dari lokasi yang berpotensi bencana.
Meski demikian, Agus tak memungkiri kalau dua poin ini tak pernah mudah untuk dilakukan, oleh karena itu ada visi ketiga yakni mengharmonisasikan manusia dengan bencana.
“Menyesuaikan hidup kita dengan situasi ini. Supaya kita berpikir menyesuaikan diri. Bagaimana membuat bangunan supaya enggak ambruk, kalau enggak bisa lari saat tsunami, siapkan shelter,” ucap dia.
Pihaknya juga selama ini sudah melakukan pelatihan mitigasi bencana untuk masyarakat pesisir pantai yang dilakukan via daring.
Lewat pelatihan ini, BNPB berharap masyarakat lebih siaga pada potensi bencana yang bisa datang kapan saja. “Jadi kita akan membantu desa-desa sepanjang pantai untuk menjadi desa tangguh bencana, mereka paham apa saja potensi bencana dan langkah-langkah mitigasinya,” ucap dia.
Baca juga: BNPB: pemimpin daerah harus memahami potensi bencana di wilayahnya
Baca juga: BNPB imbau daerah siapkan rencana hadapi dampak anomali cuaca
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019