Jakarta (ANTARA) - Perguruan tinggi seharusnya menjadi sarana yang nyaman untuk menuntut ilmu.
Namun kini ada fakta menyedihkan mengenai perguruan tinggi yang menjadi tempat "aman" untuk mengedarkan narkoba.
Kabar penangkapan lima bandar narkoba jenis ganja di lingkungan kampus, yang dua diantaranya adalah mahasiswa aktif oleh Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Barat, semestinya menjadi bom waktu yang harus menjadi perhatian seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Bagaimana tidak, saat penangkapan kelima tersangka, TW (23), PHS (21), HK (27), AT (27) dan FF (31) disertai barang bukti ganja dengan berat total 12 kilogram. Sebagian narkoba tersebut disimpan di ruang senat.
Barang bukti 12 kilogram ganja dari tersangka yang masih berstatus mahasiswa aktif tentu bukan sebuah prestasi yang harus dibanggakan. Lalu mengapa para pengedar menjadikan lingkungan kampus sebagi tempat transaksi narkoba?
Kanit 3 Satuan Reserse Narkoba Polrestro Jakarta Barat AKP Ahmad Ardhi mengatakan bahwa para tersangka menganggap kampus sebagai wilayah yang steril sehingga dianggap lebih aman dan kecil kemungkinan aparat penegak hukum mencurigai sebagai tempat penyimpanan dan peredaran narkoba.
Ardhi mengatakan semua kalangan mahasiswa berpotensi terjebak dalam pusaran transaksi narkoba, khususnya mahasiswa yang tergabung dalam komunitas gaul, seperti klub mobil, klub motor, klub tongkrongan dan perkumpulan mahasiswa lainnya.
Baca juga: Mencegah penyalagunaan narkoba di kampus
Baca juga: Duta Anti Narkoba UMN lakukan tes urine mendadak
Proaktif
Pihak kepolisian sebenarnya telah melakukan sejumlah upaya pencegahan peredaran narkoba di lingkungan kampus. Upaya tersebut dilakukan dengan program razia rutin melibatkan sinergitas antara Kepolisian dan juga perguruan tinggi.
Meski demikian, masih ada sejumlah perguruan yang kurang proaktif ketika diajak bekerjasama memberantas peredaran narkoba di kalangan mahasiswa.
Kasat Narkoba Polres Jakarta Selatan.Komisaris Polisi Vivick Tjangkung tak menampik hal tersebut. Pihaknya telah berupaya untuk membangun komunikasi dengan perguruan tinggi terkait upaya pemberantasan narkoba.
Namun dia menyayangkan sikap beberapa perguruan tinggi di wilayah tersebut yang kurang responsif terhadap upaya pemberantasan narkoba di lingkungan kampus.
"Masih banyak kampus yang kita sudah warning tidak ada respons. Ini yang sangat disayangkan. Bisa saja pihak kami melakukan penindakan secara langsung, tapi tetap kita harus melihat situasi," kata Vivick Tjangkung.
Dia menambahkan, "Kita punya UU (undang-undang) kuat untuk masuk ke dalam (kampus). Kita sudah berapa kali melakukan penangkapan mahasiswa aktif."
Sebagai contoh, ada salah satu kampus yang berada di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang kurang memberikan respons ketika beberapa kali didatangi terkait upaya pemberantasan narkoba.
"Bukan tidak mau, responsnya tidak ada. Berapa kali kita datangi buat rapat tapi respons tidak ada," ujarnya.
Padahal sudah banyak aduan yang masuk dari masyarakat terkait kampus tersebut.
"Kita tidak mau masyarakat atau mahasiswa lain terancam di lingkungan itu," katanya.
Vivick pun meminta peran aktif dari seluruh perguruan tinggi di wilayah Jakarta Selatan untuk ikut aktif membantu pemberantasan narkoba di lingkungan kampus.
"Untuk wilayah Jakarta Selatan memang kita belum keseluruhan melakukan tes urine, tapi untuk program ini, nantinya semua universitas kita minta partisipasi langsung, mereka yang meminta," ujarnya.
Apalagi hampir di setiap tes urine dan razia narkoba yang dilakukan Polres Metro Jaksel di kampus selalu ditemukan mahasiswa yang positif menggunakan narkoba.
Baca juga: Polres Metro Jaksel minta peran aktif kampus untuk berantas narkoba
Baca juga: Polisi: Peredaran ganja di lingkungan kampus libatkan alumni
Preventif
Walaupun masih ada perguruan tinggi yang dinilai kurang aktif dalam memberantas narkoba, namun tidak sedikit juga yang telah melakukan upaya preventif.
Universitas Nasional (Unas), misalnya, kampus yang berada di wilayah Pasar Minggu, Jakarta Selatan itu rutin melakukan razia narkoba mendadak di lingkungan kampus untuk memberikan syok terapi.
"Razia itu juga bisa sebagai syok terapi bagi yang ingin coba-coba," kata Kepala Divisi Public Relations Universitas Nasional (Unas) Dian Metha Ariyanti.
Dalam upaya penanggulangan narkoba, Metha mengatakan Unas bekerja sama dengan Kepolisian, baik Polres Jakarta Selatan, Polda Metro Jaya dan juga Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk melakukan razia berupa penyisiran dan tes urine kepada seluruh mahasiswa, dosen dan juga karyawan di kampus tersebut.
"Jadi kita tidak spesifik ke mahasiswa tetapi dosen dan karyawan juga dites urine secara random," katanya.
Jika ada mahasiswa yang terindikasi dan terbukti positif menyalahgunakan narkoba, pihak berwenang di Unas akan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku dengan mengeluarkannya dari kampus.
Tindakan tegas dengan mengeluarkan mahasiswa yang terbukti positif narkotika juga dilakukan oleh Universitas Bung Karno (UBK), Menteng, Jakarta Pusat.
"Paling berat dikeluarkan dan menghadapi konsekuensi secara hukum. Kalau sudah ranah hukum kami serahkan ke pihak berwajib," kata Wikan selaku Humas UBK.
UBK berupaya mengantisipasi praktik penyalahgunaan narkoba di lingkungan kampus melalui sejumlah kebijakan yang diberlakukan pengelola. Seperti menyerahkan bukti bebas narkoba bagi calon mahasiswa baru yang akan mendaftar.
"Menyerahkan surat keterangan bebas narkoba yang dibuktikan dengan hasil tes lab. Itu standar di UBK kami terapkan seperti itu," ujar Wikan.
Selain itu, UBK juga secara rutin memberikan penyuluhan terkait bahaya narkoba kepada mahasiswa bekerjasama dengan BNN dan pihak kepolisian serta pengawasan secara internal di lingkungan kampus agar lingkungan kampus dan mahasiswa UBK bebas dari narkoba.
"Intinya kami memberikan kesadaran kepada mahasiswa mana yang bahaya dan yang enggak dan risikonya serta pengawasan secara internal dari pihak kampus," katanya.
Kalau bisa dicegah tentu lebih baik.
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019