Jakarta (ANTARA) - Tertangkapnya mahasiswa sebagai bagian jaringan pengedar narkoba di area Kampus oleh Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Barat pada Senin (29/7) menjadi pukulan telak bagi dunia pendidikan khususnya perguruan di Ibu Kota.
Salah satu dari kelima tersangka berinisial PHS bahkan merupakan mahasiswa yang berstatus aktivis kampus serta berprestasi.
“Dia adalah salah satu mahasiswa yang berprestasi, memiliki IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) lebih dari 3," kata Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat, AKBP Erick Frendri.
Peredaran narkoba di institusi pendidikan terutama perguruan tinggi bukan suatu hal yang baru seperti yang dikatakan oleh BNNP (Badan Narkotika Nasional Provinsi) DKI Jakarta.
“Sebenarnya kalau baru banget juga tidak, karena sebelumnya juga sempat ada berita juga. Tapi namanya juga kejahatan, setiap saat terus meningkat, berubah dan ada trennya," kata Kepala Bidang Rehabilitasi BNNP DKI Jakarta dr Wahyu Wulandari di Jakarta
Menanggapi masalah peredaran narkoba di lingkungan kampus ini, seluruh perguruan tinggi di Jakarta berlomba-lomba mengetatkan "ikat pinggang". Tidak sedikit yang mengatakan akan menindak tegas mahasiswa baik pengguna maupun pengedar narkoba.
Baca juga: Polres Jaksel sayangkan kampus yang kurang respon berantas narkoba
Baca juga: Duta Anti Narkoba UMN lakukan tes urine mendadak
Aturan
Razia dan pengetesan urine menjadi salah satu upaya pencegahan bagi perguruan tinggi di DKI Jakarta untuk mengetahui kondisi masyarakat kampus terindikasi menggunakan narkoba atau tidak.
Universitas Nasional (Unas), misalnya, pada bulan Juni lalu menggelar razia narkoba secara mendadak kepada seluruh mahasiswanya. Hasilnya tiga orang mahasiswa terindikasi menggunakan narkoba jenis ganja dan sabu-sabu.
"Razia itu juga bisa sebagai syok terapi bagi yang ingin coba-coba (narkoba)," kata Kepala Divisi Humas Unas Dian Metha Ariyanti menjelaskan tindakan preventif berupa razia narkoba di lingkungan kampus yang sudah berdiri sejak 1949 itu.
Setidaknya, Unas sudah menggelar razia dan tes urine serupa sebanyak delapan kali selama lima tahun terakhir. Unas tegas memberikan sanksi mengeluarkan mahasiswa atau dosen jika terbukti menyalahgunakan obat-obatan terlarang itu.
Selain Unas, Universitas lainnya seperti Universitas Kristen Indonesia (UKI) akan mengeluarkan mahasiswa jika terbukti secara positif menggunakan narkoba.
“Bagi mahasiswa yang terbukti dalam praktik penyalahgunaan narkoba, kami beri sanksi tegas. Oknum akan kita DO (Drop Out/ dikeluarkan) dari kampus,” kata Kepala Bagian Penerimaan Mahasiswa Baru UKI Nindy Hutagaol.
Nindy menjelaskan, langkah UKI mencegah peredaran di kampus dengan melakukan program kerohanian yang dilakukan secara bergelombang perfakultas.
Diharapkan mahasiswa baik program sarjana maupun pascasarjana di kampus itu terhindar dari perilaku melanggar norma dan perilaku sosial yang menyimpang. Seperti menggunakan narkoba usai mengikuti program yang dilakukan secara rutin selama satu bulan itu.
Universitas lainnya di daerah Jakarta Barat, yaitu Universitas Trisakti memiliki cara lain untuk mencegah peredaran narkoba di kampusnya. Salah satunya dengan menghadirkan Tim Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika (TPPN) yang terdiri atas dosen dan karyawan yang bekerja di Universitas Trisakti untuk memberantas narkoba di kalangan mahasiswanya.
“Kalau tertangkap dan terbukti menggunakan narkoba di badannya langsung diberlakukan pemberhentian,” kata Ketua TPPN Universitas Trisakti Hein Wangania ketika menjelaskan aturan terhadap pengguna narkoba yang ketahuan di kampusnya.
Aturan tersebut diberlakukan secara tegas selama sembilan tahun terakhir mengikuti Surat Keterangan Rektor Universitas Trisakti Nomor 332 Tahun 2010 mengenai pemecatan dan pemberhentian bagi yang kedapatan menggunakan narkoba di Universitas Trisakti.
Padahal sebelumnya, Universitas Trisakti memberikan kebijakan cuti bagi yang ketahuan menyalahgunakan obat-obatan terlarang untuk mengikuti rehabilitasi sehingga mereka tetap dapat melanjutkan pendidikan usai rehabilitasi.
Langkah lainnya yang diambil Universitas Trisakti untuk mengetahui keterlibatan mahasiswa terhadap narkoba melalui pengetesan urine bagi mahasiswa yang memiliki indeks prestasi yang rendah.
“Mahasiswa akan dilihat dari indeks prestasinya, kalau terlalu jelek nanti akan dites urine,” kata Hein yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor III Universitas Trisakti itu.
Baca juga: Polres Metro Jaksel minta peran aktif kampus untuk berantas narkoba
Baca juga: Ini faktor yang dorong orang pakai narkoba
Hukum
PHS yang masih menyandang status mahasiswa aktif di salah satu perguruan tinggi di Jakarta Timur itu terancam hukuman pidana kurungan penjara sebanyak 20 tahun sampai seumur hidup berdasarkan Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 111 ayat (1).
Selain berperan menjadi pengedar, PHS juga mengonsumsi obat psikotropika jenis ganja. Artinya dia juga secara aktif menggunakan narkoba.
Lalu bagaimana proses hukum yang akan dijalani oleh pengedar yang juga merupakan pengguna narkoba sekaligus berstatus mahasiswa?
Pakar Hukum Narkotika Slamet Pribadi menegaskan meskipun berstatus mahasiswa, namun hukuman pidana tetap berjalan sebagaimana mestinya sesuai pasal- pasal dalam undang-undang yang berlaku.
“Meskipun dia berstatus mahasiswa atau berstatus pekerja itu tidak berpengaruh, selama dia terbukti mengedarkan ya proses hukum tetap berjalan sesuai hasil assesment tim yang bertugas," kata Slamet Pribadi.
Jika pengedar narkotika ternyata terbukti juga menggunakan barang haram itu, maka rehabilitasi dapat dijalankan bersamaan proses pidana kurungan penjara.
Proses hukum akan berbeda jika mahasiswa atau pelajar terciduk hanya sebagai pengguna narkoba. Dia yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Humas BNN (Badan Narkotika Nasional), pengguna akan langsung disarankan untuk melakukan rehabilitasi.
“Kampus harusnya memberikan masa cuti untuk memperbolehkan siswanya yang menggunakan narkoba ini melakukan proses rehabilitasi,” ujar Slamet.
Baca juga: Polisi: Peredaran ganja di lingkungan kampus libatkan alumni
Baca juga: Potret narkoba di kampus ibu kota
Anjuran Pengamat
Senada dengan Slamet, Akademisi Sosial Vokasi Universitas Indonesia Devie Rahmawati mendukung kampus dan institusi pendidikan untuk memberikan pendampingan terhadap mahasiswa yang menimba ilmu di perguruan- perguruan tinggi agar terhindar dari narkoba.
"Kampus bukan kapasitasnya untuk mengindentifikasi atau menangkap para penyalahguna dan pedagang narkoba sehingga perlu pelatihan dan pendampingan," kata akademisi UI itu.
Menurut Devie, dunia pendidikan berperan penting membangun pengetahuan, kesadaran dan sikap peserta didik sehingga dapat hidup sesuai dengan kemampuan dan kapasitas mereka.
Diharapkan peserta didik dapat menahan diri dari jebakan gaya hidup yang dapat menjadikan mereka sasaran peredaran narkoba.
Aturan di negara ini sudah jelas. Bagi siapapun yang menggunakan atau mengedarkan narkoba sudah pasti terjerat hukum tanpa melihat status pekerjaan.
Perguruan tinggi pun berhak memberlakukan sanksi baik berupa skors hingga pemecatan bagi masyarakat kampusnya yang terindikasi narkoba.
Namun alangkah eloknya selain menegaskan aturan bagi mereka yang terafiliasi dengan narkoba dibarengi dengan sosialisasi yang dilakukan tidak setengah- setengah untuk memutus mata rantai peredaran barang haram itu.
Sosialisasi tidak hanya dilakukan pada saat penerimaan mahasiswa baru namun secara berkala disertai bimbingan yang tepat untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa dari jerat narkoba.
Baca juga: Ini alasan pengedar jadikan kampus pasar narkoba
Baca juga: Peredaran narkoba mahasiswa berasal dari sesama pengguna
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019