Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah pada pekan ini diprediksi akan berada dalam kisaran sempit antara Rp9.190/9.210 per dolar AS, karena aktivitas pasar agak lesu, akibat belum munculnya faktor baru. Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga di Jakarta, Senin, mengatakan posisi rupiah yang masih berada di bawah angka Rp9.200 per dolar AS dinilai masih cukup aman, karena pelaku pasar masih menunggu hasil pertemuan negara-negara industri maju (G7). "Jadi rupiah saat ini masih berada dalam kondisi yang stabil," ujarnya. Meskipun begitu, kata juga Dirut Finance Corpindo itu, kondisi dalam negeri saat ini tidak terlalu baik, akibat kenaikan harga bahan pangan dan minyak mentah, namun rupiah berada dalam posisi yang cukup baik. "Kami optimis posisi rupiah yang baik ini, akibat Bank Indonesia (BI) yang terus menjaga rupiah agar tetap dalam posisi yang stabil," katanya. Ia mengatakan, posisi rupiah yang membaik itu menunjukkan tingkat kepercayaan di dalam negeri masih tinggi, bahkan selisih bunga rupiah terhadap dolar AS yang cukup tinggi juga memberikan dampak positif terhadap investor asing Apalagi bank sentral AS (The Fed) berencana menurunkan kembali suku bunga Fed fund yang makin melebarkan tingkat suku bunga rupiah terhadap dolar AS, katanya. Ditanya peluang BI untuk menurunkan BI Rate makin besar, menurut dia, BI tidak akan menurunkan suku bunganya sepanjang tahun ini kalau inflasi yang terjadi tetap tinggi. Faktor utamanya inflasi, kalau inflasi dapat ditekan maka BI mempunyai harapan untuk menurunkan BI Rate, katanya. Mengenai kenaikan harga minyak mentah dan bahan pangan, menurut dia, pemerintah terpaksa mencari dana baru dari luar negeri untuk menjaga kelanjutan kenaikan harga minyak mentah yang diperkirakan akan terus naik hingga mencapai 125 dolar AS per barel. Karena itu, kondisi di dalam negeri saat ini dinilai tidak terlalu baik, ucapnya. Tapi dengan membaiknya rupiah, lanjut dia, pasar Indonesia masih cukup menarik, bahkan sejumlah investor asing juga akan kembali masuk pasar, apabila The Fed jadi menurunkan suku bunganya. "Kami optimis pasar Indonesia masih tetap menarik bagi investor asing, terutama investor Timur Tengah yang akan menggarap sektor syariah di dalam negeri," katanya. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008