Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah, Senin pagi, melemah, namun masih berada di bawah angka Rp9.200 per dolar AS, karena tekanan pasar relatif kecil. "Kecilnya tekanan pasar itu mengakibatkan rupiah terkoreksi tipis, sehingga posisinya masih di bawah angka Rp9.200 per dolar AS," kata pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, di Jakarta, Senin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah menjadi Rp9.197/9.205 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu yang mencapai Rp9.182/9.197 per dolar AS, atau turun lima poin. Menurut dia, posisi rupiah saat ini dinilai stabil, meski agak terkoreksi, akibat menguatnya dolar AS di pasar regional yang terpicu tingginya harga minyak mentah dunia yang mencapai 109 dolar AS per barel. Harga minyak dunia turun dari 110,49 menjadi 109 dolar AS per barel, katanya. Rupiah, lanjut Edwin, terkoreksi karena kondisi di dalam negeri yang kurang sehat, akibat kenaikan harga pangan dan minyak mentah dunia. Pemerintah cenderung kewalahan dalam mengatasi kenaikan harga bahan pangan dan minyak mentah dunia dan berencana mencari pinjaman baru di luar negeri, ucapnya. Ditanya mengenai kebijakan bank sentral AS (The Fed), menurut dia, kita lihat saja apakah The Fed akan menurunkan suku bunganya yang diharapkan akan mendorong rupiah menguat. The Fed menurut rencana akan menurunkan suku bunga 50 basis poin menjadi 1,75 persen dari 2,25 persen, ujarnya. Dolar AS menguat terhadap yen, dari 101,00 menjadi 101,42 dan euro melemah menjadi 1,5658 dari sebelumnya 1,5810. Mengenai pertemuan negara-negara industri maju (G7), ia mengatakan, G7 menyatakan khawatir atas melemahnya mata uang utama regional. Hal ini harus dicari solusi, karena mata uang asing yang melemah menunjukkan faktor fundamental suatu negara merosot, ucapnya. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008