Washington (ANTARA News) - Bank Dunia, Minggu atau Sabtu waktu setempat, meluncurkan prakarsa baru untuk membantu negara-negara berkembang mengelola keuntungan yang diperoleh dari penjualan sumber daya alam (SDA) sesuai dengan tujuan-tujuan pembangunan. Inisitiaf yang disebut Extractives Industries Transparency Initiative Plus Plus (EITI++), merupakan pembaruan dari EITI sebelumnya, yang membutuhkan tranparansi penuh pada penerimaan perusahaan atas hak penambangan SDA, serta penerimaan pajak pemerintah dari aktivitas pertambangan migas. Pembaruan inisiatif itu akan memberi bantuan teknis dan pembangunan kapasitas dalam mengelola manajemen penerimaan SDA sehingga dapat mencapai penduduk miskin. Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick, mengatakan harga komoditas dunia naik hampir 75 persen sejak 2000, yang dianggapnya menjadi "beban bagi sebagian dan kesempatan bagi yang lainnya." Zoellick menambahkan, bagi negara-negara eksportir komoditas, keuntungan "windfall" dari harga komoditas yang tinggi harus bisa diwujudkan pada pembangunan terutama bagi masyarakat miskin yang hidup di ujung ekonomi global. Dengan sasaran utama inisiatif di kawasan Sub Sahara Afrika, Bank Dunia menjanjikan kerja sama dengan seluruh negara berkembang. Guinea dan Mauritania telah meminta dukungan implementasi EITI++, sementara negara berkembang lainnya baru menunjukkan ketertarikan. Bank Dunia juga membangun sebuah "Trust Fund" multi donor untuk membiayai inisiatif itu dan bekerja sama dengan mitra regional dan bilateral. Mereka juga berencana untuk mengundang sebuah komite penasihat yang terdiri atas para stakeholder, termasuk pemerintahan yang akan menjadi klien Bank Dunia, mitra pembangunan utama dan akademisi, demikian laporan Thomson Financial. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008