New York (ANTARA News) - Kedutaan Besar RI di Washington tidak dapat memastikan jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang saat ini ditahan di Amerika Serikat, dengan tak adanya perjanjian bilateral antara Indonesia dan AS yang mengharuskan pihak berwenang AS memberi tahu perwakilan RI jika ada WNI yang ditahan. "Memang menurut Konvensi Wina, otoritas setempat seyogianya memberi tahu perwakilan sebuah negara jika mereka menahan warga negara yang bersangkutan. Tapi secara bilateral, kita dengan Amerika Serikat tidak punya perjanjian yang dinamakan Mutual Consular Notification," kata pejabat bidang konsuler KBRI Washington D.C., Anita Luhulima, dalam percakapannya dengan ANTARA, Sabtu. Dengan belum adanya perjanjian tersebut, tambah Anita, maka pihak berwenang AS tidak wajib memberi tahu kedutaan maupun perwakilan Indonesia lainnya jika ada warga negara Indonesia yang ditahan di AS. Kebanyakan kasus penangkapan atau penahanan terhadap WNI di AS dapat diketahui karena para WNI yang ditahan meminta perwakilan RI untuk mencoba memberikan perlindungan hukum bagi mereka. Namun Anita mengungkapkan, tidak semua warga negara Indonesia yang ditangkap di AS menginginkan perwakilan Indonesia memperjuangkan perlindungan hukum bagi mereka --karena para WNI tipe tersebut biasanya berniat untuk mengajukan permohonan suaka kepada pemerintah AS. "Banyak (WNI) yang ditangkap, tapi mereka diam-diam saja. Pernah kami mendapat laporan ada warga Indonesia yang ditangkap dan kami mendatangi yang bersangkutan ke rumah tahanan. Sampai di sana WNI tersebut malah mengatakan 'Ngapain ke sini'", tuturnya. Sementara itu, mengenai pemulangan paksa yang dilakukan AS terhadap 54 warga negara Indonesia baru-baru ini, Anita menjelaskan pihaknya baru mendapatkan kepastian identitas kelima puluh empat WNI dari otoritas AS menjelang para WNI itu diberangkatkan. WNI yang diterbangkan ke Indonesia dengan satu pesawat khusus itu adalah mereka yang ditahan tersebar di sejumlah kota di AS, termasuk Atlanta, Baltimore, Boston, Buffallo, Delaware, Dallas, Denver, Florida, Houston, Kansas, Los Angeles, Oklahoma City, Philadelphia dan Seattle. Menurut Anita, 54 WNI yang dideportasi pada 8 April itu adalah mereka yang melanggar aturan keimigrasian, yaitu tinggal di AS melebihi masa izin tinggal yang ditetapkan --rata-rata hanya berlaku maksimal enam bulan. Para WNI yang dipulangkan secara paksa itu kebanyakan tinggal di AS sudah lebih dari lima tahun dan bahkan ada yang menetap di AS selama 15 hingga 20 tahun. "Sebagian besar dari mereka sebenarnya dulu-dulu sudah diputuskan dideportasi dan mereka menyatakan akan pulang secara sukarela yaitu dengan biaya sendiri, bukan biaya pemerintah AS," kata Anita. "Petugas imigrasi melakukan razia terhadap mereka yang pernah menyatakan akan deportasi secara sukarela namun masih juga berada di AS, dan mereka ini bersama para warga negara asing lainnya tertangkap dan akhirnya dipulangkan secara paksa atas biaya pemerintah AS," tambahnya. Anita tidak merinci identitas 54 WNI yang dideportasi, namun menurut dia mereka bukan termasuk 74 WNI yang tertangkap dalam razia besar-besaran di Pennsylvania pada Juni tahun lalu. "Kalau yang 74 orang itu sebagian besar sudah pulang beberapa waktu lalu. Hanya ada beberapa yang masih menjalani sidang untuk deportasi," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2008