Beirut, Lebanon (ANTARA) - Gencatan senjata di bagian barat-laut Suriah mengurangi kerusuhan di kubu gerilyawan, kata satu kelompok pemantau, dan tak ada serangan udara pada Jumat, setelah tiga-bulan serangan militer menewaskan ratusan orang.
Kendati petempur saling-tembak dan membom pada Jumat, Observatorium Suriah bagi Hak Asasi Manusia --yang berpusat di Inggris-- mengatakan pesawat tempur Rusia dan Pemerintah Suriah tidak melancarkan serangan.
Lebih dari 400 warga sipil telah tewas dalam peningkatan bentrokan sejak akhir April dan lebih dari 440.000 orang terusir dari rumah mereka, kata PBB pekan lalu.
Wilayah yang menjadi sasaran adalah bagian terakhir wilayah yang dikuasai gerilyawan setelah menghadapi kekalahan di seluruh Suriah di tangan Presiden Bashar al-Assad bersama sekutunya --Rusia dan Iran, demikian laporan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat.
Media negara Suriah melaporkan gencatan senjata itu direncanakan dimulai Kamis malam (1/8), jika gerilyawan memenuhi kesepakatan Rusia-Turki, yang telah berusaha selama satu tahun belakangan ini untuk menciptakan zona penyangga demiliterisasi.
Oposisi, dukungan Turki yang ikut dalam pembicaraan Suriah yang dituan-rumahi oleh Kazakhstan, menyetujui gencatan senjata tersebut dan mengatakan itu harus "menjamin keamanan warga sipil". Gencatan senjata tersebut menyimpan hak untuk membalas "pelanggaran oleh rejim (Bashar) al-Assad dan milisinya".
Meskipun faksi gerilyawan dukungan Turki juga beroperasi di Provinsi Idlib di bagian barat-laut, kekuatan dominan di sana adalah aliansi Tahrir Ash-Sham, yang dukung bernama Front An-Nusra.
Sumber: Reuters
Baca juga: Rusia, Turki jadi mediator gencatan senjata di Idlib Suriah
Baca juga: Uni Eropa seru Rusia, Turki, Iran lindungi warga sipil di Idlib
Baca juga: Turki bicara kepada semua pihak dalam konflik Suriah untuk buat gencatan senjata
Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019