Sampah baterai saja yang berhasil kita ambil itu 500 kg, bayangkan jika jumlah segitu dibuang begitu saja potensi bahaya terhadap lingkungan bisa besar, ujar Rosa
Jakarta (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta telah memproses sebanyak satu ton lebih sampah elektronik untuk akumulasi periode Januari hingga Juni 2019.
Berdasarkan catatan, sampah elektronik tersebut setidaknya berupa lampu dan baterai cukup signifikan beratnya dengan angka masing-masing 576 kilogram (kg) dan 518 kg, sehingga totalnya 1.094 kg. Belum lagi ditambah sampah elektronik lainnya seperti televisi, penanak nasi, serta barang elektronik besar semacam kulkas dan mesin cuci,
“Jumlah itu yang sudah diambil untuk diproses oleh pihak ketiga PT Teknotama Lingkungan Internusa,” kata Kepala Seksi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) DLH Provinsi DKI Jakarta Rosa Ambarsari ketika ditemui ANTARA di Jakarta, Jumat.
Baca juga: DLH DKI kebut pembangunan 4 ITF rampung 2022
Menurut dia, kebanyakan sampah-sampah elektronik tersebut diproses untuk dihancurkan. Bangkai televisi, misalnya, diproses dengan dipreteli terlebih dahulu bagian-bagian kecilnya lalu dihancurkan.
Ada pula sampah elektronik seperti baterai yang harus melalui proses penghilangan zat berbahaya untuk selanjutnya dibuang (dumping).
Baca juga: Jangan buang limbah elektronik sembarangan
Pengelolaan sampah elektronik di DKI Jakarta dimulai pada 2017 lalu, yang termasuk ke dalam kategori pengelolaan sampah B3 bersama dengan limbah medis dan limbah berbahaya rumah tangga seperti kemasan kaleng bekas racun serangga.
Selama dua tahun berjalan, Rosa mengaku tidak ada target serta ukuran capaian keberhasilan dari program pengelolaan sampah elektronik.
Baca juga: TV tabung, dominasi limbah elektronik di DKI Jakarta
Namun dia mengambil contoh sampah elektronik yang telah terkumpul sudah cukup banyak sehingga bisa membantu mengurangi potensi bahaya lingkungan yang ditimbulkannya.
“Sampah baterai saja yang berhasil kita ambil itu 500 kg, bayangkan jika jumlah segitu dibuang begitu saja potensi bahaya terhadap lingkungan bisa besar,” ujar Rosa.
Pewarta: Suwanti
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019