Jakarta (ANTARA News) - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Hatta Rajasa mengatakan, pihaknya siap membereskan persoalan aset negara yang masih bermasalah termasuk kasus gedung milik Sekretariat Negara yang digunakan pihak lain. "Ini sudah mulai diteliti. Semua yang dibilang BPK termasuk gedung Setneg yang dipakai pihak ketiga. Jadi kantor yang di Setneg itu ada izin dari Pak Harto (mantan presiden Soeharto). Dan itu sudah berkali-kali dirapatkan," kata Hatta di Kantor Presiden Jakarta, Jumat malam. Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2007 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat menyebutkan pengelolaan aset negara masih amburadul karena banyak yang dibeli dengan uang negara, tetapi tidak memiliki sertifikat. Kondisi ini rawan untuk diambil alih pihak lain sehingga BPK meminta pemerintah menangani serius masalah ini karena berpotensi merugikan negara. Sejumlah catatan BPK menyebutkan tanah dan bangunan milik Sekretariat Negara (Setneg) yang berasal dari hibah Perum Bulog senilai Rp2,26 miliar belum memiliki bukti kepemilikan sah sehingga tidak mempunyai kepastian dan perlindungan hukum. Selain itu, gedung Kantor Setneg di Jalan Proklamasi, Jakarta, dimanfaatkan pihak lain tanpa persetujuan Menteri Keuangan sehingga berisiko hilang atau berpindah tangan kepada yang tidak berhak. Mengenai hal ini, Hatta mengatakan meski penggunaannya oleh pihak lain, tetapi status bangunan-bangunan milik Setneg tetap milik negara. "Tapi asetnya jelas aset negara. Memang penggunaannya beberapa pihak yang menggunakan itu. Dan itu tidak akan pindah tangan. Itu aset negara," tegas Hatta. Dikatakan Hatta, sejumlah aset negara yang masih bermasalah juga akan ditertibkan oleh Setneg seperti kepemilikan di Taman Mini dan Kemayoran. "Jadi sekarang kita ini akan menertibkan. Kita sudah bilang dari awal, tugas saya adalah segera membuat `clear` aset itu. Sekarang Taman Mini saya bikin tim. Aset-asetnya itu agar menjadi nama sekretariat negara pemiliknya. Kita bikin tim. Sebentar lagi selesai," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008