Magelang (ANTARA News) - Mantan Ketua DPR Akbar Tanjung menyatakan memuji langkah responsif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penangkapan anggota DPR, Al Amin Nasution yang diduga terlibat kasus suap.
"Tentu saja saya juga amat terkejut dan amat prihatin dengan adanya penangkapan itu, dan kemudian kita juga menyampaikan salut kepada KPK yang begitu responsif," katanya di Magelang, Jumat (11/4), usai silaturahmi dengan Pemimpin Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jateng, KH Abdurrahman Chudlori.
Menurut dia, KPK telah melakukan langkah antisipasi terhadap kejadian suap. Langkah itu harus terus mendapat dukungan dari berbagai pihak pada masa mendatang.
Amin adalah Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PPP dan Ketua DPW PPP Jambi. Dia ditangkap di sebuah hotel di Jakarta, Rabu (9/4), karena diduga terlibat kasus suap atas alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
Akbar mengharapkan, kasus itu segera diselesaikan sesuai aturan hukum yang berlaku.
"Kita tetap harus berpegang pada prinsip praduga tidak bersalah, kita harapkan bisa selesai," katanya.
Ia juga menyambut positif langkah PPP menonaktifkan Amin dari jabatan sebagai Ketua DPW PPP Jambi.
Ia juga mengaku mendapat informasi bahwa KNPI telah menonaktifkan Amin sebagai Bendahara Umum KNPI.
"Saya mendengar juga karena Saudara Amin itu adalah Bendahara Umum KNPI, katanya KNPI juga telah menonaktifkan yang bersangkutan. Saya kira KPK bisa lebih efektif dalam melakukan penyelidikan dan barangkali bisa dilanjutkan dengan penyidikan," katanya.
Kasus tertangkapnya Amin, katanya, tidak bisa menjadi alasan untuk menggeneralisasi bahwa DPR rentan kasus suap.
"Kita tentu tidak bisa mengatakan begitu, tetapi kalau seandainya ada indikasi-indikasi, bisa saja dilakukan pemeriksaan terhadap para anggota dewan, tetapi sampai hari ini tidak ada indikasi itu melibatkan anggota dewan yang lain, kita belum bisa mengatakan bahwa anggota lain juga terlibat dalam peristiwa itu," kata Akbar Tanjung.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008