Tangerang (ANTARA News) - Sebanyak 54 Warga Negara Indonesia (WNI) yang dideportasi pemerintah Amerika Serikat tiba di Jakarta, Kamis. "Sebagian dari mereka adalah korban penjualan manusia," kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Departemen Luar Negeri, Teguh Wardoyo, di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis. Puluhan WNI tersebut tiba di Indonesia dengan pesawat sewaan Boeing 757-200 C-GTBB dari maskapai Sky Air Service yang mendarat pukul 13.48 WIB di Terminal 2-D kedatangan luar negeri Bandara Soekarno-Hatta. Wardoyo tidak dapat menyebutkan jumlah pasti korban penjualan manusia ("human trafficking") tersebut karena masih dalam proses pengembangan pemeriksaan kasus dari pihak terkait. Pemerintah AS mendeportasi 54 WNI karena masalah dokumen keimigrasian, seperti habis batas masa tinggal dan penyalahgunaan paspor. Wardoyo mengungkapkan, pemerintah Amerika menanggung biaya pemulangan WNI dari Amerika hingga bandara terbesar di Indonesia tersebut karena pertimbangan finansial dan rasa kemanusiaan. AS juga mendeportasi sejumlah warga negara Kamboja, Filipina serta negara lainnya karena alasan keimigrasian, sambungnya. Setibanya di Indonesia, seluruh WNI tersebut diangkut menggunakan tiga unit bus operasional Mabes Polri dengan nopol khusus, yakni 1216-01, 1508-00 dan 1217-01 menuju Kantor Departemen Luar Negeri, Jakarta guna menjalani pemeriksaan. Sementara itu, salah satu WNI yang dideportasi asal Pulomas, Jakarta Timur, Sihotang (52) mengaku sudah menetap selama 15 tahun di salah satu negara bagian di Amerika Serikat. Ia masuk ke AS menggunakan paspor turis dengan masa tinggal selama enam bulan sehingga selama ini sempat dikejar-kejar petugas imigrasi Amerika Serikat sebelum akhirnya ditangkap. Sihotang dikarantina dengan berpindah-pindah tempat selama enam minggu dan terakhir di negara bagian California, namun pemerintah Amerika memperlakukannya secara manusiawi. Selama di Amerika, Sihotang bekerja sebagai tenaga medis di Riverside Medical Clinic dengan bayaran sebesar 1.500 US dolar.(*)
Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008